Bagikan:

JAKARTA - Pandemi COVID-19 pernah jadi momok menakutkan di Indonesia. Ekonomi Indonesia jatuh dalam level terendah. Segenap rakyat Indonesia pun terkena dampak. Ada yang kehilangan keluarga, usaha, hingga pekerjaan. Semuanya serba sulit.

Kondisi itu nyatanya tak membuat pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) peka. Kondisi sulit bin susah itu justru dimanfaatkan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. Sebuah kebijakan yang banjir kecaman.

Virus korona dianggap jadi biang masalah rusaknya ekonomi dunia. Penyebaran virus dari Wuhan itu cukup cepat. Bahkan, pemerintah China sendiri tak dapat mengantisipasi virus korona dapat menyebar ke seantero dunia. Seisi bumi panik bukan main. Indonesia, apalagi.

Kepanikan itu kian menjadi-jadi kala pandemi COVID-19 resmi terdeteksi masuk Indonesia pada Maret 2020. Kepanikan dan ketakutan membuat tak siap. Imbasnya ke mana-mana. Segala sendi ekonomi Indonesia jatuh pada level terendah.

Banyak usaha gulung tikar. Pengangguran menjamur. Kondisi itu membuat rakyat menggantungkan harapan kepada pemerintah supaya dapat melewati pandemi. Paling tidak, pemerintah mampu memberikan rasa aman dengan tindakan pencegahan dan penanggulangan COVID-19.

Si Tapera, maskot dari Badan Pengelolaan (BP) Tapera. (tapera.go.id)

Alih-alih memikirkan langkah tepat guna melawan virus dari Wuhan, pemerintah justru secara ‘ajaib’ ingin meloloskan kebijakan lainnya. Kebijakan itu dikeluarkan lewat PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera. Peraturan tersebut mewajibkan pekerja wajib –ASN maupun Swasta-- menjadi peserta Tapera.

Pemerintah bertujuan supaya peserta Tapera ke depan dapat memiliki rumah atau merenovasi rumah. Iuran peserta tiap bulannya ditetapkan tiga persen dari gaji, 2,5 persen ditanggung pekerja, 0,5 persen ditanggung perusahaan.

Kebijakan itu mengagetkan seisi Nusantara. Urusan penganggulangan COVID-19 saja belum maksimal. Rakyat pun belum memperoleh keseimbangan hidup. Kondisi itu membuat pemerintah dianggap tak peka dengan kondisi rakyat, bak jatuh tertimpa tangga pula. Rakyat pun merasa tak yakin dengan kredibilitas pemerintah mengelola dana besar.

“Terbitnya peraturan ini juga menegaskan pemerintah lepas tanggung jawab dalam menyediakan tempat tinggal yang layak bagi warga negara seperti amanat konstitusi. Pemerintah berdalih iuran tabungan perumahan itu untuk membantu mewujudkan mimpi pekerja memiliki rumah. Namun, dengan Tapera, tanggung jawab pemerintah tersebut menjadi tidak berfungsi karena dana pembangunan rumah dibebankan kepada rakyat.”

“Persoalan lain yang perlu dicermati adalah kredibilitas lembaga negara dalam mengelola dana masyarakat. Penghimpunan dan pengelolaan dana yang mencapai puluhan triliun rupiah per tahun, yang dikembangkan melalui investasi, itu berpotensi menimbulkan risiko moral ika tak dilaksanakan dengan tata kelola yang baik,” tertulis dalam laporan majalah Tempo berjudul Beban Baru Bernama Tapera (2020).

Banjir Kecaman

Rencana pemerintahan Jokowi menghadirkan Tapera banjir kecaman. Kehadirannya PP Tapera yang hadir di tengah pandemi sudah dianggap sebagai beban. Sebab, rakyat dapat bertahan saja di saat pendemi COVID-19 dirasa cukup sulit.

Politikus Senayan mulai melemparkan kritiknya. Apalagi, dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Mereka melihat pemerintah yang memaksa hadirnya Tapera dianggap tak peka. Tapera tak ubahnya beban rakyat yang tak perlu dihadirkan – utamanya di masa pandemi.

Kehadiran Tapera membuat segenap rakyat menafsirkan pemerintah sedang mencari sumber pembiayaan baru. Pemerintah diminta fokus saja dalam urusan pandemi COVID-19 yang tak tahu kapan meredanya.

Kritik juga disampaikan kalangan pengusaha. Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta era 2017-2018, Sandiaga Uno ikut angkat bicara. Iuran Tapera yang direncanakan akan ditarik awal tahun 2021 dianggapnya sebagai beban di dunia usaha.

Sandi menganggap suatu kebijakan yang belum bisa dirasakan di masa pandemi tak perlu didorong. Urgensinya tak ada. Pandemi COVID-19 sudah cukup keras menghantam kalangan pengusaha. Jadi, pemerintah tak perlu membuat iuran atau pajak yang justru mengganggu dunia usaha.

Pemerintah pun menerima kritik. Program itu ditunda. Namun, Program Tapera mau diberlakukan lagi pada Juni 2024. Pun sama seperti sebelumnya, rencana pungutan iuran Tapera banjir kritik.

“Yang dibutuhkan masyarakat untuk memulihkan usahanya adalah dana tunai. Selama ini pengusaha sudah banyak yang makan tabungan. Jangan malah dibebani lagi dengan iuran-iuran yang belum bisa dirasa dampaknya untuk sekarang ini.”

“Ini semua sudah berteriak-teriak pengusaha UMKM gak punya likuiditas, masyarakat kehilangan pekerjaan. Kita harus dengar suara warga masyarakat yang terdampak. Masyarakat sekarang harus menjadi subjek juga karena ini kan kita melawan pandemi bersama sama,” ujar Sandi dikutip laman Gatra.com, 12 Juni 2020.