JAKARTA - Presiden Rusia Vladimir Putin membantah sindiran Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, yang menyebut dirinya tidak akan melakukan invasi ke Ukraina seandainya seorang wanita, Kamis.
Berbicara pada konferensi pers dini hari selama kunjungan ke Turkmenistan, Presiden Putin menunjuk keputusan PM Inggris Margaret Thatcher yang mengirim pasukan ke Falklands sebagai bantahan dari teori Johnson.
PM Johnson pada Hari Rabu menjuluki keputusan Presiden Putin untuk meluncurkan apa yang disebut Moskow sebagai operasi militer khusus melawan Ukraina, sebagai 'contoh sempurna dari maskulinitas beracun' dan mengejek sikap macho Putin.
"Saya hanya ingin mengingat peristiwa sejarah, ketika Margaret Thatcher memutuskan untuk meluncurkan operasi militer melawan Argentina untuk Kepulauan Falkland. Jadi, seorang wanita mengambil keputusan untuk melancarkan aksi militer," ujarnya 'memukul balik' PM Johnson, melansir Reuters 30 Juni.
"Oleh karena itu, ini bukan referensi yang sepenuhnya akurat dari Perdana Menteri Inggris tentang apa yang terjadi hari ini," sambungnya.
Lebih jauh, Presiden Putin kemudian mengkritik langkah Inggris 40 tahun lalu tersebut, untuk menanggapi secara militer upaya Argentina untuk merebut pulau-pulau kecil yang dikelola Inggris di Atlantik Selatan.
"Di mana Kepulauan Falkland dan di mana Inggris?. Tindakan Thatcher didikte oleh ambisi kekaisaran dan (keinginan untuk) mengkonfirmasi status kekaisaran mereka," tukas Presiden Putin.
Diketahui, Moskow berulang kali mengecam intervensi militer Barat seperti bekas Yugoslavia, Afghanistan dan Irak sebagai contoh imperialisme dan kemunafikan Barat.
BACA JUGA:
Tetapi, selama pemerintahannya yang sudah berjalan dua dekade, Presiden Putin sendiri telah menghadapi berbagai tuduhan imperialisme, ingin secara paksa memperluas perbatasan dan pengaruh Rusia di seluruh wilayah bekas Soviet, dan dirinya sendiri mengatakan bahwa dia berharap dia dapat membalikkan keruntuhan Uni Soviet.
Invasi Rusia 24 Februari ke Ukraina telah menghancurkan banyak kota, membunuh ribuan warga sipil dan memaksa jutaan orang meninggalkan rumah mereka di seluruh Ukraina.