Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, delapan tahun yang lalu, 26 Juni 2016, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta aparat keamanan menindak tegas pelaku kejahatan narkoba --bandar dan pengedar narkoba. Kalau perlu dan memang perlu, pun undang-undang (UU) mengizinkan pengedar narkoba ditembat saja.

Sebelumnya, peredaran narkoba sudah memasuk fase gawat di Indonesia. Jumlah warga Indonesia yang menggunakan narkoba mencapai jutaan orang. Kondisi itu dianggap genting. Penggunaan narkoba digadang-gadang dapat merusakan masa depan bangsa dan negara.

Daya rusak narkoba tak dapat dianggap remeh. Narkoba tak saja dapat merusak fisik dan kesehatan, tapi juga dapat merusak suatu karakter manusia. Imbasnya ke mana-mana. Bahkan, efeknya bagi bangsa dan negara juga besar. Daya saing dan kemajuan Indonesia jadi terganggu.

Ancaman itu berada di depan mata. Pemerintah Indonesia bahkan menggolongkan narkoba ke dalam kejahatan luar biasa  dan serius. Pemberian kategori tersebut beralasan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi). (ANTARA)

Peredaran narkoba kini bukan melulu digolongkan sebagai usaha kecil, apalagi iseng-iseng belaka. Peredaran narkoba sudah bersifat lintas negara dan terorganisasi. Kondisi itu membuat pemerintah Indonesia harus waspada dan serius menangani narkoba. Abai sedkit, maka masa depan generasi penerus bangsa dapat rusak.

Data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) saja mengungkap ada sekitar 4,2 juta warga negara Indonesia yang menggunakan narkoba pada pertengahan 2014. Jumlah yang besar itu tercatat pula sekitar 50 orang meninggal dunia.

Pemerintah Indonesia bukannya tak berupaya. Beberapa jaringan narkoba internasional mulai diendus keberadaan. Mereka tak boleh lolos. Sebab, banyak rakyat Indonesia yang bergantung dengan penanganan pemerintah melawan narkoba.

Pemerintah pun diminta terus aktif melakukan agenda pencegahan dan perlawanan terhadap narkoba. Barang siapa yang terlibat dalam bisnis harap itu, mulai Bandar atau pengedar segera di tindak tegas. Upaya itu untuk memutus mata rantai peredaran narkoba di Indonesia.

Freddy Budiman (berbaju putih), bandar narkoba yang dihukum mati pada 29 Juli 2016. (Antara/Idhad Zakaria)

"Sekitar 50 orang meninggal setiap hari karena narkoba dan kerugian ekonomi maupun sosial mencapai Rp 63 triliun per tahun. Kami sudah mengedus mereka. Ini tinggal ditangkap-tangkapi saja," ujar Kepala BNN, Anang Iskandar sebagaimana dikutip laman CNN Indonesia, 29 April 2015.

Presiden Jokowi pun menyadarinya. Ia melihat pengedaran narkoba sudah masuk dalam fase gawat di Indonesia. Banyak generasi muda jadi korban dari narkoba. Jokowi pun tak ingin narkoba itu terus menghantui anak muda Indonesia.

Jokowi dengan tegas meminta aparat keamanan untuk bertindak tegas kepada pelaku kejahatan narkoba, bandar dan pengedar pada 26 Juni 2016. Jokowi meminta mereka untuk mengejar, menangkap, bahkan menembak pelaku pengedar narkoba. Pernyataan itu diungkap Jokowi dalam rangka Hari Anti Narkotika Internasional di Jakarta.

Jokowi menganggap kata-kata tak lagi dibutuhkan untuk penanganan, selain tindakan tegas. Jokowi mengimbau jika diperbolehkan UU, aparat keamanan silakan saja melakukan tindakan penembakan. Ketegasan itu dianggap Jokowi sangat dibutuhkan dalam perlawanan melawan narkoba.

"Saya tegaskan kepada semua polda, polres, kejar, tangkap, hajar, hantam, dan kalau undang-undang memperbolehkan, dor (tembak) mereka (pelaku kejahatan narkotik). Dan kejahatan itu sudah masuk ke berbagai level di masyarakat.”

 “Di TK, SD, hingga dusun, saya dengar dari Kepala BNN, sudah ada korban anak-anak. Jangan sampai larut dalam rutinitas sehingga lupa akan bahaya narkotika," kata Presiden Jokowi tegas dalam dikutip laman Tempo, 26 Juni 2016.