JAKARTA - Aksi demonstrasi mahasiswa kian berwarna dengan hadirnya lagu perjuangan. Ajian itu dianggap mampu membakar semangat mahasiswa bergerak. John Tobing dan kawan-kawan ikut terpanggil menciptakan lagu. Darah Juang, namanya.
Lagu rekaan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) bak alat perlawanan yang ampuh. Darah Juang kerap dinyanyikan tiap aksi-aksi mahasiswa era 1990-an. Sebuah lagu yang perlahan-lahan menjelma bak theme song (lagu tema) menggulingkan kuasa Soeharto dan Orde Baru (Orba) pada 1998.
Sejarah pernah mencatat bahwa aksi mahasiswa tak melulu diisi teriakan belaka. Mahasiswa justru kerap tampil kreatif dalam mewarnai aksi penyampaian pendapat di muka umum. Mereka melakukannya dengan segala macam cara. Bahkan, dengan menciptakan lagu-lagu perjuangan.
Sederet lagu itu dinyanyikan dalam aksi demonstrasi sebagai bentuk penyemangat dan ejekan kepada pemerintahan yang bobrok. Narasi itu telah ditunjukkan mahasiswa angkatan 1966 kala melengserkan Soekarno dan Orde Lama.
Lagu seperti Menteri Goblok dan Anjing Peking jadi yang paling dikenal. Nyanyian itu terbukti ampuh. Semangat mahasiswa dalam menyuarakan aspirasi rakyat kian menyala dan membuat kuping pemerintah terganggu.
Mahasiswa era Orde Baru pun tak mau kalah. Mereka memiliki lagu perjuangannya sendiri. Lagu Darah Juang jadi yang paling diingat. Lagu itu tercipta pada November 1991. Penciptaan lagu Darah Juang dipelopori oleh John Tobing. Namun, liriknya diciptakan secara kolektif oleh John Tobing, Dadang Juliantara, Andi Munadjat, dan Budiman Sudjatmiko.
Sederet mahasiswa itu berkumpul dalam satu ruang di salah satu sekretariat organisasi di UGM. Syair lagu dituliskan di papan tulis. Beberapa bait syair lagu lalu disempurnakan. Intinya John Tobing mencoba membuat lagu memantik semangat juang anak muda melawan ketidakadilan.
Narasi itu terlihat jelas dari penggalan lirik: mereka dirampas haknya, tergusur dan lapar, Bunda relakan darah juang kami, untuk membebaskan rakyat. Nyatanya, lagu yang barusan tercipta dengan cepat menyebar dan dijadikan ‘theme song’ perjuangan di seantero negeri.
BACA JUGA:
“Kuusulkan untuk menambahkan kata ‘Bunda’ pada syair lagu itu. Pada jelang tengah malam, terciptalah lagu baru yang oleh John diberi judul Darah Juang. Pada tengah malam itu juga kami beramai-ramai menyanyikannya, sebuah lagu yang untuk beberapa tahun kemudian menjelma sebagai kredo kami yang lain.”
“Lagu itu kelak sering mengiringi kami dalam perjuangan demokrasi di Indonesia, menurunkan rezim korup dan otoriter, maupun dalam perjuangan-perjuangan rakyat lainnya. Darah Juang adalah kredo untuk mengorbankan apa yang kami punya, untuk mimpi-mimpi besar sebagai seorang individu maupun sebuah generasi,” terang Budiman Sudjatmiko yang kemudian dikenal sebagai pendiri Partai Rakyat Demokratik (PRD) dalam buku Anak-Anak Revolusi (2013).
Lagu Perjuangan Lengserkan Orba
Lagu Darah Juang terus populer seiring Soeharto dan pemerintah Orde Baru kelihatan boroknya. Amburadulnya pemerintahan Orba kian ditelanjangi oleh buruknya penanganan krisis ekonomi era 1997-1998. Krisis ekonomi itu membuat hajat hidup rakyat Indonesia jatuh ke level terendah.
Pemerintah Orba pun mulai bersiasat mereduksi dampak krisis ekonomi. Jauh panggang dari api. Segala macam siasat yang ditawarkan tak membawakan hasil signifikan. Masalah muncul. Korupsi yang merajalela dan penanganan kritik dengan aksi represif membuat rakyat gerah.
Aktivis hingga mahasiswa mulai angkat suara dan turun ke jalan melawan Orba. Aksi mahasiswa secara besar-besaran mulai berlangsung sedari awal 1998. Kegiatan penyampaian pendapat itu sebagai bentuk kecaman terhadap ketidakmampuan pemerintah menyejahterakan rakyat Indonesia.
Geliat mahasiswa turun ke jalan kian besar. Aksi-aksi itu kemudian menjadikan lagu Darah Juang sebagai pemantik perjuang. Lagu itu dinyanyikan di mana-mana. Gema nyanyian Darah Juang membuat mahasiswa kian semangat menyatukan barisan melengserkan Soeharto dan Orba.
Bahkan, kala mahasiswa mampu menduduki gedung parlemen DPR/MPR di Jakarta. Lagu Darah Juang pun tak luput dinyanyikan terus-menerus. Perjuangan mahasiswa kemudian mencapai puncaknya pada 21 Mei 1998.
Kepemimpin Soeharto selama 32 tahun berhasil dilengserkan mahasiswa. Alhasil, lagu Darah Juang memiliki tempat spesial dalam peta perjuangan kaum mahasiswa.
“Berdasarkan fenomena demonstrasi tersebut secara jelas bahwa lagu Darah Juang benar-benar menjadi spirit yang direpresentasikan dalam bentuk gerakan atau demonstran, sehingga beberapa hal penting lainnya yang terekam di dalam demonstrasi tersebut. Mulai dari gerakan mahasiswa, aktivis perempuan, tokoh masyarakat, dan beberapa tokoh demonstran lainnya.”
“Mereka turun ke jalan untuk menyatakan sikap. Suatu sikap akan solidaritas terhadap ketidakadilan dalam penerapan kebijakan sehingga berdampak terhadap aksi-aksi yang dianggap sebagai bom waktu dan pada akhirnya situasi tersebut menjadikan militansi para demonstran terbentuk,” terang Nur Fadillah Yusuf dalam tulisannya di Jurnal Historia berjudul Lagu Darah Juang dalam Demonstrasi 1998 (2023).