JAKARTA - Virgiawan Listanto hidup di tengah masa keemasan Orde Baru. Pria yang akrab disapa Iwan Fals menyaksikan sendiri pahit getirnya dipimpin Presiden Soeharto. Tiada yang berani menentangnya. Mereka yang menentang dan melempar kritik akan mendapatkan hukuman berat. Menikmati jeruji besi, terutama.
Iwan Fals pun berang. Ia menjadikan medium musik untuk mengumandangkan perlawanan. Lagu Mbak Tini, contohnya. Lagu itu dianggap menghina sosok Presiden Soeharto dan Ibu Negara Tien Soeharto.
Pemerintahan Soeharto dengan Orde Baru (Orba) sempat dianggap juru selamat. Soeharto digadang-gadang dapat membuat ekonomi Indonesia meroket. Pun kehidupan berbangsa dan negara dapat berjalan dengan harmonis. Nyatanya, harapan tinggal harapan. Kepemimpinannya kerap memancing kritik.
Ia dianggap sebagai sosok yang terlalu berkuasa dan kuat. Apalagi dengan kemampuannya menggerakkan militer. Siapa yang tak mengindahkan keinginannya akan ditinggal dan diasingkan. Jikalau itu pejabat tinggi negara, maka Soeharto akan mendubeskan. Alias dijadikan duta besar supaya tak menyentuh politik Indonesia. Sedangkan kalau kritikan dari jelata, The Smiling General akan melanggengkan hukuman.
Tindak-tanduk Soeharto menggunakan kuasanya semakin menjadi-jadi. Anak, istri, hingga menantunya dilibatkan dalam proyek-proyek nasional. Tindakan tidak profesional itu memunculkan banyak penentang. Iwan Fals, salah satunya. Lagu-lagu rekaan kerap berisi kritikan tentang Orba.
Ia melihat tiada keadilan dalam kepemimpinan Presiden Soeharto. Segenap rakyat Indonesia pun mendukungnya. Lagunya diterima dengan gegap gempita. Lagi pula lagu-lagu seperti Bento (1989), Bongkar (1989), hingga Surat Buat Wakil Rakyat (1987) mewakili suara segenap rakyat Indonesia. Kritikan Iwan Fals pun kesohor. Lagu-lagunya abadi dan kerap dinyanyikan oleh mahasiswa yang berdemonstrasi meminta Presiden Soeharto turun dari tajuk kepemimpinan.
“Pada 17 Mei 1998 mahasiswa memutuskan untuk menempati gedung parlemen. Hari berikutnya, hari Senin, para mahasiswa dari daerah Jabotabek dan Bandung menuntut pengunduran diri Soeharto yang tiba di parlemen pada pagi hari. Mereka memperlihatkan spanduk yang menyatakan: Reformasi atau Mati. Yang menarik, angkatan bersenjata tidak berupaya mencegah para mahasiswa antiSoeharto masuk.”
“Para mahasiswa yang memprotes tetap di tempat setelah gagal untuk bertemu dengan Harmoko. Pidato diadakan pada tahap bebas, poster dan spanduk dipajang, di antaranya yang menyatakan tekad para siswa, Reformasi atau mati, slogan-slogan dikumandangkan, dan lagu-lagu patriotik dinyanyikan. Mereka juga menyanyikan Surat Untuk Wakil Rakyat, sebuah lagu dari milik Iwan Fals,” ungkap Kees van Dijk dalam buku A Country in Despair: Indonesia Between 1997 and 2000 (2002).
Lagu Mbak Tini
Perjalanan karier Iwan Fals tak mulus-mulus saja. Keberaniannya melemparkan kritik lewat lagu acap kali dijegal. Semisal ketika Iwan Fals manggung di Gedung Olahraga Pekanbaru, Riau, April 1984. Iwan Fals membawa dua buah lagu yang tak pernah ada di dalam album-album musiknya: Demokrasi Nasi dan Mbak Tini.
Awalnya konser Iwan Fals mulus-mulus saja. Tiada orang yang menginterupsi atau menghentikan konsernya. Namun, petaka muncul setelah konsernya selesainya. Gara-gara dua lagu yang dibawakan itu, Iwan Fals harus berurusan dengan Korem 031 Pekanbaru.
Ia harus bolak balik Hotel Riau – Korem 031 untuk diinterogasi selama 12 hari. Iwan Fals dianggap mengganggu stabiltas nasional dan meresahkan masyarakat. Semua karena kedua lagu yang dibawakan menganggap menghina negara. Lebih lagi, Iwan Fals dianggap menghina Presiden Soeharto dan istrinya, Ibu Tien.
Lagu Demokrasi Nasi bercerita tentang anak seorang menteri yang berbuat onar dan melakukan tindakan yang semena-mena: menembak orang sampai mati. Ajaibnya tiada sanksi yang berikan oleh negara.
Sedang lagu Mbak Tini dianggap menghina Presiden Soeharto dan istrinya. Di dalam lagu itu terdapat dua orang karakter. Mbak Tini yang mengarah ke Ibu Tien, dan suaminya Soehardi. Namun, Iwan Fals yang masih berusia cukup muda, 22 tahun mengganti nama Soehardi dengan Soeharto kala mentas di atas panggung.
Iwan Fals sampai nangis-nangis di interogasi. Ia tak kuasa menahan tangis karena yang mengintrogasinya adalah sosok yang seram. Tepat setelah 12 hari, Iwan Fals dibebaskan. Ia tak terbukti menghina.
Sebab, tiada kata dalam liriknya yang mengarah langsung kepada orang nomor satu di Indonesia. Sebagai oleh-oleh dari Pekanbaru, orang yang menginstrogasinya memberikan Iwan Fals hadiah. Ia diberikan sebuah marga. Marga Siahaan.
“Lagu Mbak Tini itu tentang supir sama pelayan warung. Keduanya ingin membentuk rumah tangga sakinah mawaddah warahmah. Tapi karena perjalanan nasib akhirnya si supir mantan gali (preman) diPHK, akhirnya balik lagi menjadi penjahat. Istrinya juga karena jauh dari suami kembali lagi jadi PSK. Itu tadi ditafsirnya menghina kepala negara, kan namanya tadi sama, Soeharto.”
“Padahal, saya ada si pikiran-pikiran itu, saat itu saya masih muda bener. Waktu itu ditanya, ya saya gak tahu ya waktu itu ya (saya jawab Soehardi) tukang bakso, atau mungkin dia sendiri almarhum (Soeharto). Karena beliau selalu menghiasi televisi. Itu yang terekam di kepala saya. Begitu ada pertanyaan kenapa kok Tini, kenapa kok Soeharto saya juga bingung menjawabnya. Mungkin iya, mungkin enggak. Saya malah sibuk nangis aja. Karena gini yang saat itu yang nanya-nanya saya serem-serem ya. Saya enggak tidur beberapa hari,” tutur Iwan Fals dalam talk show Kick Andy, 5 Februari 2010.