JAKARTA – “Saya hadir memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri. Pemeriksaan hari ini adalah pemeriksaan yang keempat. Saya sudah memberikan keterangan kepada penyidik Polres Jaksel, Polda Metro Jaya, sekarang yang keempat di Bareskrim Polri.
Selanjutnya saya juga intinya menyampaikan permohonan maaf kepada institusi terkait peristiwa yang terjadi di rumah dinas saya di Duren Tiga.
Kemudian yang kedua, saya selaku ciptaan Tuhan menyampaikan permohonan maaf kepada institusi Polri. Demikian juga saya menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Brigadir Yoshua. Semoga keluarga diberikan kekuatan. Namun semua itu terlepas dari apa yang telah dilakukan Yoshua kepada istri dan keluarga saya.
Selanjutnya saya harapkan kepada seluruh pihak-pihak dan masyarakat untuk terus bersabar dan tidak memberikan asumsi, persepsi, simpang siurnya peristiwa di rumah saya.
Saya mohon doa agar istri saya segera pulih dari trauma dan anak-anak saya juga bisa melewati kondisi ini sekian dan terima kasih”.
Selama hampir satu bulan bungkam, ex Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo akhirnya buka suara. Memberikan keterangan langsung kepada awak media terkait kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J) di rumah dinasnya, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli lalu.
Pernyataan Irjen Ferdy Sambo tersebut disampaikan saat memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri, Kamis (4/8).
Pakar Mikro Ekspresi, Kirdi Putra menilai Irjen Ferdy Sambo dalam kondisi tegang ketika menyampaikan keterangannya di hadapan awak media. Terdengar dari intonasi suaranya dan terlihat dari kondisi wajahnya.
“Bukan emosi, marah, ataupun takut, justru dia tegang,” kata Kirdi saat dihubungi VOI, Sabtu (6/8).
Pernyataan Irjen Ferdy Sambo juga disampaikan secara spontan, tidak terkonsep. Pada akhirnya menimbulkan kesan, dia tidak menyesal atas kejadian di rumahnya pada 8 Juli lalu hingga menyebabkan kematian ajudannya, Brigadir J.
“Gaya bicaranya tetap dominan seperti Ferdy Sambo sebelumnya. Tapi, kalau saat ini cenderung tidak beraturan dan tidak tertata dengan baik. Ada sisi-sisi psikologis yang membuat dia tegang. Atau kemungkinan, dia masih memendam marah, tapi kalau takut tidak. Sehingga, memberikan kesan, dia tidak menyesali apa yang sudah terjadi,” papar Kirdi.
Logisnya, ketika orang benar-benar sedih dan memintah maaf intonasinya pasti berbeda meski biasanya galak, tegas, atau lugas. Namun, ini hanya sekadar opini, validitasnya hanya 50 persen karena ketika memberikan pernyataan, Irjen Ferdy Sambo menggunakan masker.
“Yang terlihat upper facenya saja. Alis agak turun di bagian tengah, matanya tidak terlalu fokus ke satu titik doang. Ini, beberapa ciri-ciri tegang. Sedangkan bibir tidak terlihat. Jadi, tidak bisa dikonfirmasi apakah benar atau tidak,” kata Kirdi.
Ganti Kadiv Propam
Pada hari yang sama. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot jabatan Irjen Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam nonaktif. Menunjuk Irjen Syahardiantono yang sebelumnya menjabat Wabareskrim Polri menjadi Kadiv Propam Polri. Ferdy Sambo dimutasi sebagai Pati Yanma Polri. Ini tertuang dalam TR bernomor ST:1628/VIII/KEP/2022. Telegram ditandatangani Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada 4 Agustus 2022.
Tak hanya itu, Kapolri juga memerintahkan tim khusus memeriksa 25 anggotanya yang diduga tidak profesional selama pengusutan kematian brigadir J. Tiga di antaranya adalah perwira tinggi bintang satu, 5 anggota berpangkat kombes, 3 anggota berpangkat AKBP, dan 2 anggota berpangkat kompol.
“Sisanya ada yang dari kesatuan Propam dan Polres, serta beberapa personel dari Polda dan Bareskrim. Tentunya, kita ingin semua proses berjalan baik,” kata Jenderal Listyo Sigit kepada awak media, Kamis (4/8).
Mereka diduga menghalangi penyidikan, upaya merusak dan menghilangkan barang bukti berupa rekaman CCTV.
Sudah Ada Tersangka
Hari sebelumnya, Rabu (3/8), Mabes Polri resmi menetapkan Bharada E sebagai tersangka kasus kematian Brigadir J.
Bila sebelumnya, Karopenmas menyebut Brigadir E hanya membela diri, tetapi dari hasil pemeriksaan demi pemeriksaan, Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian menyatakan Bharada E tidak sedang membela diri saat kejadian saling tembak dengan Brigadir J.
"Penyidik sudah melakukan gelar perkara dan pemeriksaan saksi sudah kita anggap cukup untuk menetapkan Bharada E sebagai tersangka," kata Andi dikutip dari Kompas.com, Rabu (3/8/2022).
Namun, pengacara Bharada E, Andreas Nahot Silitonga mempertanyakan dasar penyidik yang menyebut tidak ada unsur pembelaan diri. “Padahal, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sudah dijelaskan apa yang dilakukan Bharada E hanya membalas tembakan dari Brigadir J.”
Sebelumnya, Kamarudin Simanjuntak, pengacara keluarga Brigadir J sempat menyatakan Brigadir J kemungkinan ditembak dari belakang. Sebab, dari hasil otopsi kedua jenazah Brigadir J terdapat luka tembak berbentuk lubang dari belakang kepala hingga tembus ke arah hidung.
“Kalo tembak-menembak itu berarti hadap-hadapan. Kalo dari atas harusnya peluru masuk dari hidung tembus ke belakang dan harusnya tidak datar, harusnya miring kalau dari atas. Bisa saja, dia ditembak dari belakang, dia membelakangi pelaku,” tuturnya.
Bila benar itu yang terjadi, Andreas memastikan pelakunya bukan Bharada E.
“Sesuai BAP, kalau memang ditembak dari belakang, berarti bukan klien kami pelakunya,” tambahnya.
Hingga saat ini, proses mengungkap kasus kematian Brigadir J masih terus berjalan. Seperti diungkapkan Irjen Ferdy Sambo, “Saya harapkan kepada seluruh pihak-pihak dan masyarakat untuk terus bersabar dan tidak memberikan asumsi, persepsi, simpang siurnya peristiwa di rumah saya.”