Lanjutan Drama Irjen Ferdy Sambo: Dijemput Personel Brimob, Dipindah ke Mako Brimob, lalu Dibesuk Istri
Irjen Pol Ferdy Sambo saat masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri. Jabatannya dicopot setelah tersangkut kasus kematian Brigadir J, dan posisinya digantikan Irjen Syahardiantono. (Antara/Laily Rahmawaty)

Bagikan:

JAKARTA - Tiga kendaraan taktis Brimob terpakir di depan gedung Bareskrim Polri di Jalan Trunojoyo, Kabayoran Baru, Jakarta Selatan pada Sabtu (6/8) sekitar pukul 12.00 WIB. Belasan personel Brimob bersenjata laras panjang dan mengenakan kostum lengkap helm sambil membawa ransel hitam masuk ke dalam gedung. Mereka datang untuk menjemput Irjen Ferdy Sambo.

Awak media yang bertugas di sana bertanya-tanya, perkiraan langsung mengarah ke kasus penyelidikan Irjen Ferdy Sambo. Terlebih, dua hari sebelumnya, Bareskrim memanggil Ferdy untuk dimintai keterangan terkait kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (Brigadir J) di rumah dinasnya, Durentiga, Jakarta Selatan.

Pada hari itu pula, Kapolri mencopot Irjen Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam Polri. Serta, memerintahkan tim khusus memeriksa 25 personel yang diduga tidak profesional selama pengusutan kematian Brigadir J.

Ternyata, belasan personel Brimob datang atas perintah dari Kabareskrim Komjen Agus Andrianto dalam rangka pengamanan.

“Kehadiran personel Brimob untuk pengamanan Bareskrim. Sudah atas permintaan resmi Kabareskrim,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian, Sabtu (6/8).

Demonstrasi di depan Mapolda Sumut di Medan yang menuntut agar kasus Irjen Ferdy Sambo dituntaskan. (VOI/Satria H)

Lalu, pada sore hari, beberapa sumber menyebut personel Brimob yang sudah datang sejak siang kemudian membawa Irjen Ferdy Sambo ke Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo langsung menggelar jumpa pers malam harinya. Dedi mengklaim, Irjen Ferdy Sambo termasuk dalam daftar 25 personel Polri yang diduga tidak profesional selama pengusutan kematian Brigadir J.

Dugaan sementara, Irjen Ferdy Sambo melanggar prosedur penanganan tempat kejadian perkara tewasnya Brigadir J di rumah dinasnya.

“Hari ini, Irsus melakukan pemeriksaan terhadap Irjen Ferdy Sambo dan sore harinya langsung dibawa ke Korps Brimob untuk ditempatkan di penempatan khusus dalam rangka pemeriksaan,” ucapnya.

Penanganan kasus kematian Brigadir J dilakukan oleh 2 tim: Tim khusus yang bekerja secara pro justicia untuk mengungkap peristiwa pidananya dan Inspektorat Khusus (Irsus) yang bekerja mengungkap pelanggaran kode etik.

Alhasil, penempatan khusus bagi Irjen Ferdy Sambo bukan dalam rangka penahanan dan penetapan tersangka, melainkan hanya pelanggaran kode etik terkait penanganan TKP. “Sebab, proses tersebut dilakukan oleh Irsus bukan Timsus,” ucapnya.

Objektivitas Penilaian

Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto tak menampik memang muncul kesan pemaksaan terkait perpindahan Irjen Ferdy Sambo dari Bareskrim Polri ke Mako Brimob. Sebab, sebelumnya ada sejumlah personel Brimob bersenjata lengkap datang seolah untuk menjemput Irjen Ferdy Sambo.

Namun, Bambang lebih menilai objektif. Wajar bila Bareskrim harus meminta bantuan pengamanan dari Mako Brimob karena kasus tersebut melibatkan seorang perwira tinggi yang tentu memiliki bawahan yang juga loyal kepadanya.

Mako Brimob mungkin dirasa lebih representatif untuk pengamanan ketimbang Bareskrim.

“Di Rutan Bareskrim ada tersangka E, artinya sangat riskan sekali kalau kemudian Ferdy Sambo juga ditahan di Bareskrim karena kalau informasi yang kita terima Bharada E ini memberikan informasi-informasi yang sangat penting berkaitan dengan kemungkinan keterlibatan Ferdy Sambo. Kalau tidak dipisahkan bisa jadi dirasa oleh penyidik bisa mengancam keselamatan Bharada E dan mengintervensi jalannya penyidikan,” ucapnya kepada VOI, Senin (8/8).

Di sisi lain, kehadiran Brimob bisa menjadi poin penting untuk tetap menjaga kewibawaan dan integritas Polri di mata masyarakat. Menunjukkan bahwa tidak semua kesatuan di kepolisian ini setuju dengan upaya rekayasa kronologis yang dilakukan pada awal kasus.

Markas Komando Brigade Mobil di Kelapa Dua, Depok pascabentrokan antara tahanan dengan petugas pada 9 Mei 2018. (Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Tengok penjelasan Polres Metro Jaksel, Karopenmas, Kompolnas yang sangat janggal. Artinya jelas upaya menghalang-halangi penyidikan ini dilakukan bukan oleh personal tetapi oleh kelompok di internal kepolisian.

“Kalau melihat kasus penembakannya sendiri sebenarnya sederhana bisa terungkap cepat, karena ada upaya merekayasa itu yang dilakukan oleh kelompok di internal kepolisian makanya berlarut-larut dan ini berat membangun kepercayaan kembali terhadap kepolisian,” lanjut Bambang.

Namun, masyarakat juga tidak perlu apatis terhadap kepolisian karena ternyata dengan kehadiran Brimob, kemudian ketegasan Kapolri melakukan mutasi, penahanan beberapa anggota polisi menandakan bahwa tidak semua polisi bobrok. Masih ada satuan-satuan lain yang bisa dipercaya.

“Ini harapan bagus bagi masyarakat terhadap kepolisian. Itu harusnya semakin didorong oleh Kapolri untuk segera menuntaskannya dan menindak anggota-anggota yang terlibat dalam kasus ini,” kata Bambang.

Sejauh ini, Bambang juga belum bisa memastikan langkah Kapolri menunjuk Wakabareskrim Irjen Syahardiantono sebagai Kadiv Propam Polri tepat atau tidak.

“Biar waktu yang membuktikan. Kadiv Propam baru bisa lebih tegas atau hanya menjadi alat menutup-nutupi kejanggalan,” tuturnya.

“Begitupun soal dibentuk Timsus dan Irsus. Yang terpenting bagi kita, proses ini dijalankan dengan transparansi, profesional, dan akuntabel. Kalau semua kemudian tidak jalan dan menjadi pembenaran dari kejanggalan-kejanggalan, ya itu sama saja,” Bambang menambahkan.

Dibesuk Istri

Pada Minggu (7/8), Putri Candrawathi, istri Irjen Ferdy Sambo dan putrinya bersama pengacara menjenguk mantan Kadiv Propam itu ke Mako Brimob. Ini kali pertama Putri muncul di hadapan awak media sejak kematian Brigadir J di rumah dinasnya pada 8 Juli lalu.

Padahal, bisa dibilang Putri juga korban dalam dugaan upaya pelecehan yang dilakukan Brigadir J kepada dirinya.

Di hadapan awak media, Putri tidak memberikan banyak komentar terkait kasus yang melibatkannya.

“Saya Putri bersama anak-anak, saya mempercayai dan tulus mencintai suami saya. Saya mohon doa, biar kami sekeluarga dapat menjalani masa yang sulit ini. Dan saya ikhlas memaafkan segala perbuatan yang kami dan keluarga alami,” ucap Putri sembari menangis.

Menurut Pakar Mikro Ekspresi Kirdi Putra, ekspresi Putri Candrawathi saat menyampaikan statement tersebut memang terlihat shock dan sedih. Namun, apa yang diucapkannya masih belum spesifik. Hanya sebatas ungkapan istri terhadap suami yang sedang tertimpa musibah. Tidak berhubungan dengan kasus yang terjadi di rumah dinas suaminya.

Istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi (kanan) dan putrinya saat menbesuk di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok pada Minggu 7 Agustus 2022. (Tangkapan Layar Antara Video/Fachmy Febrian)

“Kata-kata yang diucapkan mengambang. Apa yang menyebabkan seseorang menyampaikan sesuatu mengambang? Lazimnya karena menutupi sesuatu atau mengalami trauma. Bisa jadi, traumanya itulah yang menghambat dia untuk bisa berkomunikasi, bisa berekspresi. Penanda orang yang menutupi sesuatu, yang trauma atau stress itu sama sebenarnya,” papar Kirdi kepada VOI, Senin (8/8).

“Namun, trauma karena apa belum tahu. Apakah karena kasus pelecehannya? Karena kematian Brigadir J? Karena suaminya? Karena hujatan netizen? Atau karena apa belum tahu. Ini yang harus diperdalam ke psikolog,” sambung Kirdi.

Hingga saat ini, proses mengungkap kasus kematian Brigadir J masih terus berjalan. Polisi sudah menetapkan dua orang tersangka. Pertama adalah Bharada E dan kedua adalah Brigadir RR yang juga ajudan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

"RR disangkakan dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP," kata Andi Rian, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri.

Pasal 340 KUHP, “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”

“Saya harapkan kepada seluruh pihak-pihak dan masyarakat untuk terus bersabar dan tidak memberikan asumsi, persepsi, simpang siurnya peristiwa di rumah saya,” ucap Irjen Ferdy Sambo pada Kamis 4 Agustus.