Mengenal Cacar Monyet, Penyakit yang Sudah Mewabah di 70 Negara: Tidak Mematikan, namun Tetap Saja Merepotkan
Ilustrasi penyakit cacar monyet yang saat ini sudah mewabah di 70 negara di seluruh dunia. (Ivan Balvan/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Ancaman COVID-19 belum mereda, kini datang lagi virus baru yang membuat gempar penduduk dunia. WHO kembali menerima laporan tentang adanya kasus penyakit monkeypox atau cacar monyet dari 12 negara yang tergolong non endemis.

Negara-negara itu adalah Australia, Belgia, Perancis, Jerman, Italia, Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Belanda, Swedia, Portugal, dan Spanyol. Setidaknya pada medio Mei 2022 ada 92 laporan kasus terkonfirmasi dan 28 kasus masih berstatus dugaan. Terbanyak di Inggris dan Portugal dengan 21-30 kasus terkonfirmasi, serta Spanyol dengan 30 kasus terkonfirmasi dan 6-10 kasus berstatus dugaan.

Urutan genomik awal dari beberapa kasus di Eropa telah menunjukkan kesamaan dengan strain yang menyebar terbatas di Inggris, Israel, dan Singapura pada 2018.

Namun hanya berselang 3 pekan, virus cacar monyet terus meluas hingga ke-70 negara. WHO sampai menetapkan wabah cacar monyet sebagai keadaan darurat kesehatan global pada 23 Juli 2022.

Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus. WHO belum terlalu memahami model penularan cacar monyet. (WHO)

“Wabah ini menyebar dengan cepat melalui model penularan yang belum terlalu kami pahami,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dilansir dari Associated Press.

Cacar monyet adalah penyakit zoonosis langka yang disebabkan oleh infeksi virus monkeypox. Kali pertama ditemukan pada 1958 yang menyerang koloni monyet peliharaan untuk penelitian. Kasus pertama yang menyerang manusia terjadi pada 1970 di Republik Demokratik Kongo.

Sejak saat itu, kasus cacar monyet dilaporkan telah menginfeksi orang-orang di beberapa negara Afrika Tengah dan Barat lainnya seperti : Kamerun, Republik Afrika Tengah, Pantai Gading, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, dan Sierra Leone. Itulah mengapa, WHO menyebut negara-negara ini sebagai negara endemis monkeypox.

Penularan Cepat Lewat Kulit ke Kulit

Cacar monyet menyebar melalui kontak erat dengan seseorang yang bergejala melalui kulit ke kulit dan liur. Beberapa penelitian juga menyebut penularan terjadi melalui darah, air mani, cairan vagina, cairan ketuban, dan ASI.

Namun Ketua Satgas Monkeypox Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Hanny Nilasari belum bisa memastikan terkait penelitian tersebut. Menurut dia, ada satu jurnal yang menyatakan ibu hamil yang terinfeksi cacar monyet bisa menginfeksi anaknya saat lahir.

“Anak lahir kontak kulit dengan kulit, infeksi sudah ada di dalam darah bayinya. Kalau menyebar lewat ASI ini baru sekadar laporan, belum ada bukti klinis," kata dr. Hanny dalam Media Group Interview bersama IDI, Jumat (5/8).

Begitupun penularan lewat air mani dan cairan vagina. Pada dasarnya, lanjut dr Hanny, cacar monyet bukan tergolong penyakit menular seksual. Sehingga, bukan seks yang memicu penularan virus cacar monyet, melainkan kontak kulit dengan kulit yang terjadi dalam aktivitas kontak seksual.

Infografis penularan cacar monyet. (Licensing Visual Capitalist)

"Konsentrasinya memang banyak sekali dilaporkan, banyak kasus ini pada populasi khusus pada populasi gay, lesbian, dan HIV itu dilaporkan populasi yang cukup banyak terkena dampak dari monkeypox. Meskipun begitu masih secara teori bahwa dilaporkan, penularannya bukan hanya karena sexual contact," lanjut dr. Hanny.

WHO masih mempelajari tentang berapa lama orang dengan monkeypox dapat menularkan. Untuk situasi saat ini, penderita dapat menularkan sampai-sampai semua lesi mereka berkerak, keropeng telah jatuh, dan lapisan kulit baru telah terbentuk di bawahnya.

Lesi adalah kerusakan atau ketidaknormalan setiap bagian atau jaringan di dalam tubuh.

Bila terinfeski, seseorang pun bisa mengalami reinfeksi. Teorinya, menurut dr. Hanny, hampir sama dengan virus-virus lain.

“Apabila seseorang terkena infeksi virus, pada saat itu tentunya ada gejalanya. Kemudian, tubuh akan membentuk suatu antibodi. Tertular kembali kemungkinan bisa, tetapi balik lagi tubuh akan membentuk anti bodi lagi dan akan terlindungi,” ucapnya.

Intinya daya tahan tubuh. “Kalau daya tahan kita baik, dan kontak tidak terlalu erat, kemungkinan tidak terinfeksi. Terkecuali apabila pasien tersebut memiliki imonocompromise atau defisiensi imun tubuh, daya tahan tubuhnya sangat lemah sehingga bisa mudah terinfeksi, bahkan bisa berulang-ulang,” terang dr. Hanny.

Ruam Melenting dan Bernanah

Gejala cacar monyet hampir serupa dengan cacar air. Muncul kelainan kulit berupa ruam merah melenting, bahkan hingga bernanah. Namun, menurut dr Hanny, kalau cacar monyet bentuk ruam saling berdempet.

Lazimnya menyerang bagian wajah, sekitar mata dan mulut hingga bagian dalam mulut. Lalu, dalam kondisi tertentu bisa berlanjut ke batang tubuh, lengan, telapak tangan, perut, badan, punggung, hingga anus atau area genital lain.

"95 persen manifestasi ada di wajah terutama. Jadi sangat mudah dikenali, kemudian di telapak tangan dan kaki 75 persen. Mukosa, misalnya di area mulut, area genital, area mata, itu 70 persen. Di alat kelamin itu tidak terlalu banyak 30 persen saja. Kemudian di selaput lendir mata 20 persen," kata dr Hanny.

Kemunculan ruam pada cacar monyet biasanya juga diikuti gejala demam, sakit kepala, dan sakit tenggorokan.

“Masa inkubasi dari pertama virus masuk hingga muncul gejalan bisa 1-4 pekan. Kalau daya tahan tubuhnya lemah bisa terjadi komplikasi, terjadi infeksi kulit, infeksi saluran pernapasan, hingga infeksi otak dan berakhir dengan kematian,” tambahnya.

Bukan Penyakit Mematikan

Kendati begitu, masyarakat tidak perlu panik. Cacar monyet bukan tergolong penyakit mematikan.

“Penyakit ini adalah self limiting disease. Artinya, bisa sembuh sendiri tentu dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat. Bila gejalanya berat, bisa diobati dengan antivirus. Angka kematian monkeypox 0-16 persen bisa tertangani lewat aware dari masyarakat,” lanjut dr. Hanny.

Dokter Hanny Nilasari, Ketua Satgas Monkeypox Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI). (Tangkapan Layar Zoom Meeting)

Sama hal dengan pencegahan virus lainnya, upaya perlindungan diri dari cacar monyet dapat dilakukan dengan menghindari kontak langsung dengan orang bergejala. Menerapkan hubungan seksual yang aman, menjaga kebersihan tangan menggunakan air dan sabun atau hand sanitizer, menggunakan masker, serta mempraktikkan etika batuk dan bersin yang benar.

“Sampai hari ini belum ada kasus yang terkonfirmasi di Indonesia, Alhamdulillah sekali. Meskipun ada beberapa yang memberikan informasi bahwa ada kasus yang terduga atau suspect yang saat ini sedang dirawat di rumah sakit. Tetapi, masih menunggu hasil laboratorium untuk pemeriksaan apakah terkonfirmasi atau tidak,” tandas dr. Hanny.