JAKARTA – Memori hari ini, 11 tahun yang lalu, 19 Desember 2012, Park Geun-Hye terpilih sebagai Presiden Korea Selatan (Korsel). Keberhasilannya dalam Pilpres 2012 menghebohkan seisi dunia. Semuanya karena Geun-Hye adalah presiden wanita pertama Negeri Ginseng.
Sebelumnya, Geun-Hye dikenal sebagai anak dari Bapak Ekonomi sekaligus diktator Korsel, Park Chung-Hee. Kepopuleran ayahnya menggelar di seantero negeri. Sosok Park dielu-elukan sebagai presiden terbaik yang pernah memimpin Korsel, walaupun diktator.
Ayah Park Geun-Hye, Park Chung-Hee bukan orang baru dalam peta politik Korsel. Park adalah sosok orang nomor satu Korsel yang mampu menaikkan hajat hidup rakyatnya. Pertumbuhan ekonomi di era pemerintahan Park meningkat.
Industri-industri Korsel bertumbuh. Kesuksesaan itu diikuti oleh serangkaian pembangunan pro rakyat. Bahkan, menyentuh desa-desa. Sisi buruk dalam kepemimpinan Park juga tak sedikit. Ia melanggengkan pemerintahan yang represif.
Barang siapa yang melanggengkan kritik, akan ditindak tegas. Bahkan, menculik dan menyiksa lawan politik halal baginya. Kondisi itu membuat berang rakyat Korsel. Ia dicap diktator. Pun kemudian banyak orang yang ingin Park mencabut nyawa Park. Dari rakyat Korsel hingga Korea Utara (Korut).
Ambil contoh percobaan pembunuhan terhadapnya yang gagal pada 1974. Namun, peluru yang meleset itu membuat istrinya meninggal dunia. Park baru dapat dibunuh beberapa tahun setelahnya.
Park dibunuh oleh kepala mata-mata Korsel yang tak puas dengan kepemimpinannya. Kondisi itu membuat anaknya, Geun-Hye meratapi kesedihan. Geun-Hye mencoba menarik diri dari dunia politik. Namun, ia tak betah lama-lama berdiam diri. Ia pun mulai melanggengkan karier politik mengikuti jejak ayahnya.
“Karir politik Geun-Hye lahir dari tragedi keluarga. Ibunya dibunuh oleh agen Korut pada tahun 1974. Kala itu Geun-Hye berusia 22 tahun dan menjadi pelajar di Paris. Lima tahun kemudian, ayahnya dibunuh oleh kepala mata-mata Korsel yang tidak puas. Ia pun rehat sejenak dari dunia politik. Apalagi, kala itu ayahnya banyak dijelek-jelekan sebagai diktator.”
“Dia kembali ke panggung politik pada tahun 1998 dengan sumpah untuk menyelamatkan negara. Kala itu kondisi Korsel sedang berjuang melawan krisis keuangan Asia. Rakyat yang mendukung ayahnya kemudian beralih mendukung Geun-Hye untuk duduk diparlemen Korsel. Semenjak itu reputasinya sebagai politikus meroket,” terang Choe Sang-Hun dalam tulisannya di laman The New York Times berjudul Ex-Dictator’s Daughter Elected President as South Korea Rejects Sharp Change (2012).
Geun-Hye pun menjelma jadi politisi beruntung. Seisi Korsel merasa tiada yang memimpin Negeri Ginseng sebaik ayah Geun-Hye. Narasi itu membuat rakyat Korsel mendukung penuh langkah politik Geun-Hye.
BACA JUGA:
Ambil contoh kala Geun-Hye ikut kontestasi politik Pilres 2012. Mayoritas rakyat Korsel kemudian memilihnya sebagai Presiden. Ia pun mendapatkan suara mayoritas sebanyak 51 persen lebih pada 19 Desember 2012. Kemenangan itu membuat Geun-Hye jadi presiden wanita pertama Korsel. Ia pun dilantik pada bulan Februari 2013.
“Dengan lebih dari 70% suara telah dihitung, Geun-Hye memimpin dengan 51,6 persen, sementara satu-satunya saingannya, Moon Jae-in, mendapat 48 persen, menurut komisi pemilihan nasional. Gambar-gambar di TV menunjukkan Park dikerumuni oleh para pendukung yang mengibarkan bendera di luar rumahnya di distrik Gangnam, Seoul, karena jelas bahwa ia telah menangkis serangan yang dilakukan Moon.”
“Dia kemudian mengucapkan terima kasih kepada stafnya sebelum membuat penampilan singkat di depan orang banyak di pusat kota Seoul. Kemenangannya, kata dia, merupakan tanda bahwa perekonomian negara akan pulih,” ujar Justin McCurry dalam tulisannya di laman The Guardian berjudul Park Geun-hye becomes South Korea's first female president (2012).