Bagikan:

JAKARTA - Permasalahan pelanggaran HAM di Indonesia tak sedikit. Banyak kasus tak berujung kepada prinsip keadilan. Alias menguap begitu saja. Pelanggaran HAM di Timor Timur, misalnya. Pelanggaran HAM berat di Timor Timur menjadi sorotan dunia. Indonesia pun banjir kecaman.

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengamini hal itu. Indonesia pun berkomitmen ingin menegakkan HAM lebih baik. Keinginan itu diwujudkan dengan terpilihnya Indonesia sebagai anggota Dewan HAM PBB pertama kali.

Isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat bukan barang baru di Indonesia. Bahkan, pelanggaran HAM turut jadi saksi perjalanan bangsa Indonesia. Seisi Indonesia belum benar-benar lupa bagaimana munculnya Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) pada 1965.

Imbas peristiwa itu ke mana-mana. Penculikan dan pembunuhan Jenderal-Jenderal TNI Angkatan Darat (AD) berbalik kepada kebencian kepada mereka yang dituduh anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka jadi korban.

Penyiksaan, pembunuhan, pemerkosaan, dan penjara tanpa kejelasan hukum jadi pelanggaran HAM berat yang tercatat. Masalah itu jadi borok serius pemerintah Indonesia. Bak dosa masa lalu yang belum kelar. Pengusutannya pun masih abu-abu. Dari siapa yang bertanggung jawab hingga hukumannya.

Kondisi yang sama bak mengulang sejarah terjadi pula pada konflik Timor Timur. Empunya kuasa merasa Timor Timur adalah bagian Indonesia. Barang siapa yang menolak narasi persatuan atau memberontak akan ditumpas.

Peristiwa pembantaian Santa Cruz di Dili, Timor Timur pada 12 November 1991. (Tangkapan Layar)

Narasi itu membuat catatan pelanggaran HAM yang dilanggengkan militer di Timur Timor bejibun. Ambil contoh pelanggaran terkait militer Indonesia yang menembaki demonstran di Dili, kemudian dikenal sebagai Pembantaian Santa Cruz.

Peristiwa itu disaksikan dunia. Semua itu memungkinkan karena adanya rekaman video amatir. Seisi dunia kemudian mengecam tindakan pelanggaran HAM berat yang dilakukan militer Indonesia. Apalagi dalam peristiwa itu ratusan orang jadi korban.

Masalah itu hingga kini belum bermuara kepada pemenuhan prinsip keadilan. Satu-satunya yang pasti nama Indonesia sebagai pelanggar HAM kian mentereng.

“Kekejaman militer terhadap rakyat Timor Timur bukan barang baru. Peristiwa pembunuhan di Dili pada 1992 terungkap ke mata dunia karena ada seorang asing yang merekam kejadian itu. Belum lagi peristiwa kekejaman yang tak direkam dan disiarkan. Bagaimana persisnya tindakan itu dilakukan, dan siapa yang bertanggung jawab dan harus dihukum, tidak pernah tuntas.”

“Ada kesan kuat bahwa hanya untuk melindungi nama sejumlah prajurit ABRI (apa pun pangkatnya), seluruh Indonesia --nama baiknya dan persatuannya-- dikorbankan dan telanjur rusak. Kini, bagaimana mungkin diharapkan bahwa dunia akan percaya kepada versi Indonesia tentang kekerasan di Timor Timur setelah referendum? Datangnya komisi penyelidik PBB tak bisa dielakkan. Jika memang Indonesia merasa tak bersalah, komisi itu justru perlu disambut,” tertulis dalam laporan Majalah Tempo berjudul Timor Timur, Indonesia, dan Dunia (1999).

Anggota Dewan HAM PBB

Masalah pelanggaran HAM Timor Timur jadi borok Indonesia di mata dunia. Pemerintahan SBY mengakuinya. SBY sendiri terus berupaya untuk mengembalikan kepercayaan dunia kepada Indonesia. SBY ingin supaya Indonesia berpartisipasi memperbaiki masalah HAM regional dan dunia.

Empunya kuasa yakin bahwa Indonesia dapat berpartisipasi dan berkontribusi dalam urusan HAM. Komitmen itu ditunjukkan oleh SBY dengan mendaftarkan Indonesia sebagai anggota lembaga HAM PBB yang baru pada 2006. Dewan HAM PBB, namanya.

Sebelumnya, Dewan HAM PBB dikenal sebagai badan antarpemerintah yang bertugas untuk memperkuat upaya pemajuan dan perlindungan HAM di seluruh dunia. Lembaga itu hadir mengganti Komisi HAM PBB yang sebelumnya kental dengan politisasi isu HAM.

Namun, pencalonan Indonesia tak mudah. Imej Indonesia sebagai pelanggaran HAM sudah kepalang buruk. Empunya kuasa pun mencoba menganggapnya bak angin saja. Indonesia percaya diri dapat bertindak bijak urusan HAM. Alias, Indonesia akan berusaha menghormati urusan HAM.

Pucuk dicinta ulam tiba. Indonesia akhirnya terpilih sebagai Anggota Dewan HAM PBB periode 2006-2007 untuk pertama kalinya pada Mei 2006. Indonesia jadi bagian dari 47 negara Anggota HAM PBB. Pun Indonesia turut pula dikenal sebagai founding member Dewan HAM PBB.

"Tidak perlu khawatir apapun kalau Indonesia tidak sungguh-sungguh dalam mengembangkan penghormatan kepada HAM. Masalah kita dengan Timor Leste, misalnya. Saya kira perlu diketahui bahwa kita sungguh serius menyelesaikan masalah masa lalu itu secara adil dan proporsional.”

“Kita harus dapat menjadi contoh bagi negara lain bahwa makin ke depan penegakan HAM itu dapat kita lakukan dengan baik. Ini harus kita tingkatkan sehingga apa yang tercantum dalam konstitusi kita, Undang-Undang kita, maupun deklarasi dan HAM benar-benar dapat kita wujudkan di negeri kita ini,” pekik SBY dalam jumpa pers usai bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Ahmad Badawi di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, sebagaimana dikutip laman Detik.com, 12 Mei 2006.