JAKARTA - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengajak negara-negara di dunia untuk memperkuat komitmennya terhadap hak asasi manusia, saat menghadiri Sidang Dewan HAM PBB ke-52 di Jenewa, Swiss, Hari Senin.
Sidang tersebut digelar bertepatan dengan Peringatan 75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
"Peringatan 75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia harus jadi momentum untuk memperteguh komitmen terhadap penegakan HAM, dan tidak boleh membuat perhatian terhadap kondisi HAM dunia menjadi terpecah," ujar Menlu Retno dalam keterangan Kementerian Luar Negeri, Senin 27 Februari.
Meski selama ini Deklarasi tersebut terus menginspirasi transformasi menuju dunia yang lebih adil, setara, dan inklusif, namun Menlu Retno menyampaikan pentingnya kerja sama yang erat untuk wujudkan hal tersebut.
"Pertanyaannya sekarang adalah, apa yang akan kita lakukan? Apakah kita akan berdiam diri dan acuh? Atau…kita akan bekerja keras secara bersama-sama ... dan melakukan hal yang lebih baik lagi?" seru Menlu Retno.
Dalam kesempatan itu, Menlu Retno menyarankan tiga hal yang perlu menjadi fokus kerja sama penguatan HAM.
Pertama, melakukan aksi nyata untuk kemanusiaan. Dijelasnya, perang dan konflik harus dihentikan karena hanya menyengsarakan umat manusia.
Karenanya, lanjut Menlu Retno, solusi damai harus terus dikedepankan, termasuk di Palestina, Afghanistan, Myanmar dan Ukraina.
"Kita tidak boleh menutup mata terhadap penderitaan saudara kita di Palestina. Insiden di Huwara menunjukkan situasi HAM dan kemanusiaan di Palestina kian memburuk" tutur Menlu Retno.
Menlu Retno juga menyampaikan, hak perempuan dan anak perempuan juga tidak boleh diabaikan, termasuk di Afghanistan.
Berikutnya, Menlu Retno menyebut pentingnya peningkatan upaya pencegahan pelanggaran HAM. Diterangkannya, penguatan aspek pencegahan, akan berkontribusi terhadap perlindungan yang lebih kuat untuk HAM.
Karena itu, menurutnya negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan kebijakan afirmatif, akses setara terhadap kesempatan dan sumber daya, serta mekanisme untuk mencari keadilan oleh korban. Dalam hal ini, lanjutnya, Dewan HAM dapat berkontribusi melalui peningkatan kapasitas nasional dan fasilitasi peningkatan kapasitas.
Menlu Retno juga menggarisbawahi pentingnya mengakui kesalahan dan pelanggaran HAM masa lalu, untuk mencegah hal yang sama terjadi di masa depan. Indonesia berkomitmen untuk merehabilitasi korban, tanpa mengesampingkan penyelesaian hukum.
"Tahun ini Presiden Joko Widodo telah mengakui dan menyesali 12 insiden pelanggaran HAM masa lalu," kata Menlu.
Menlu Retno juga menekankan, keberanian untuk mengakui adalah hal yang krusial untuk penghormatan HAM yang lebih baik. Dan, Indonesia memiliki keberanian tersebut.
Ketiga, Menlu Retno juga menilai pentingnya memperkuat arsitektur HAM. Dikatakannya, Dewan HAM PBB harus beradaptasi dengan tantangan HAM terkini dan terus berbenah diri.
"Imparsialitas, transparansi, dan dialog harus menjadi ruh utama Dewan HAM. Kita harus terus menjaga Dewan HAM dari politisasi dan digunakannya Dewan HAM sebagai alat rivalitas geopolitik," papar Menlu Retno.
BACA JUGA:
Menurutnya, saling tuding dan pemberlakuan standar ganda tidak akan menghasilkan solusi. Untuk itu, kesatuan Dewan HAM harus dikedepankan, bukan mentalitas 'us vs them'.
Ditambahkannya, Indonesia terus berupaya memperkuat mekanisme HAM. Sebagai Ketua ASEAN, Indonesia akan memperkuat mandat Komisi HAM ASEAN, Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak ASEAN, serta melembagakan dialog HAM kawasan.
Untuk diketahui, Menlu RI menyampaikan pencalonan diri Indonesia sebagai Anggota Dewan HAM PBB periode 2024-2026 dalam kesempatan tersebut, dengan mengangkat tema 'Inclusive Partnership for Humanity'.