JAKARTA – Sejarah hari ini, 112 tahun yang lalu, 10 Oktober 1911, Revolusi China atau yang dikenal sebagai Revolusi 1911 yang menggulingkan Dinasti Qing bermula di Kota Wuchang. Revolusi itu dipelopori dari ledakan hebat di gudang markas kaum revolusioner di Kota Wuchang.
Bom yang meletus tak sengaja bak penanda gong revolusi. Kaum revolusioner bergerak menguasai banyak kota di China. Sebelumnya, kaum revolusioner China sudah muak dengan monarki. Ada nama Sun Yat Sen di baliknya.
Monarki kerap bertindak meresahkan. Itulah yang dirasakan oleh seisi China. Mereka menganggap eksistensi Dinasti Qing (Manchu) terlampau lama. Keadilan dan kesejahteraan rakyat jadi barang langka. Apalagi kala pemerintahan Dinasti Qing terkenal korup.
Kuasa itu semakin memupuk kebencian yang amat dalam. Kaum-kaum terpelajar pun mulai bergerak menggelorakan perubahan. Sun Yat Sen, salah satunya. Gema perjuangan Sun Yat Sen melawan monarki China tiada dua.
Ia yang memiliki keluarga tergolong mampu jadi pelopor gerakan perlawanan terhadap monarki. Ia bahkan mampu menempuh pendidikan tinggi. Sun sempat dikirim ke Hawaii untuk belajar oleh keluarganya. Namun, takdir membawanya kembali ke China.
Kepekaannya kepada rakyat China mulai terbuka. Ia menyaksikan sendiri bagaimana kekuatan monarki menindas rakyat China. Korup pula. Ia melanjutkan pendidikannya di Hong Kong Collage of Medicine for Chinese.
Pendidikan dokter itu mampu ditamatkannya. Ia kemudian membuka praktek dan kerap berkumpul sesama kaum terpelajar. Ide-ide menggulingkan penguasa pun lahir. Ia dan kawan-kawannya mendirikan organisasi untuk reformasi China, Xingzhonghui (Revive Cina Society) pada 1894.
Kehadiran organisasi itu membuat kian banyak kaum muda terpelajar bergabung. Upaya menggulingkan pemerintahan pun terus digulirkan. Sekalipun beberapa di antaranya berujung kegagalan. Sun Yat Sen tak menyerah.
Ia tetap menggelorakan perlawanannya. Pun penguasa DInasti Qing menganggap Sun Yat Sen sebagai sosok pemberontak paling berbahaya di China. Ia pun diburu. Hidup atau mati.
“Cikal bakal republik dirintis oleh Sun Yat Sen atau Sun Wu (1866-1925), dokter yang membelok ke dunia politik. Dari rasa prihatin mendalam melihat korupsi merajalela, negara terpuruk, dan rakyat tertindas, pada 1894. Sun Wu menulis petisi kepada Raja Muda Qing, Li Hongzhang, dan memaparkan ide-idenya tentang pengembalian kejayaan negara, memberantas korupsi, serta menyejahterakan rakyat, tetapi pemikirannya ditolak.”
“Kecewa karena merasa disepelekan, di tahun yang sama Sun mendirikan Aliansi Revolusi China, yang terus berevolusi menjadi Tong Mei Hui (Masyarakat Aliansi China) di Jepang. Cita-cita utamanya adalah mendirikan pemerintah republik,” terang Jusra Chandra dalam buku China: Warisan Klasik dan Daya Dinamis yang Menggetarkan Dunia (2020).
Kegagalan tak membuatnya patah semangat. Sun Yat Sen terus melanggengkan usaha supaya monarki runtuh. Ia pun melarikan diri ke Jepang hingga Amerika Serikat untuk mencari modal revolusi sekaligus menghindari kejaran empunya kuasa. Namun, di tengah pencarian modal itu justru revolusi secara tak sengaja bergulir.
Salah seorang kaum pejuang tercatat sedang belajar meracik mesiu di gudang kaum revolusioner di Kota Wuchang pada 9 Oktober 1911. Nyatanya, mereka salah meracik mesiu yang berujung ledakan hebat. Petugas keamanan setempat tampak memeriksa lokasi kejadian.
Bendera kaum revolusioner dan juga catatan pergerakan didapat. Alih-alih kaum revolusioner mundur, mereka justru sudah kepalang terlibat. Satu-satunya pilihan yang adalah melawan, dibanding mereka satu demi satu diamankan petugas keamanan. Revolusi China pun meletus pada 10 Oktober 1911.
Kekuatan kaum revolusioner yang sebanyak ribuan orang mulai menguasai Kota Wuchang. Mereka menyerang dengan membawa semangat dari Sun Yat Sen. Pun setelahnya mereka mulai menguasai kota lainnya. Revolusi itu berlangsung berbulan-bulan. Gebrakan revolusi itu kemudian menghancurkan dominasi kekuasaan DInasti Qing hingga Februari 1912.
BACA JUGA:
“Merasa bahwa sudah kepalang basah, kaum revolusioner memutuskan untuk segera bergerak saja. Lagipula, kekuatan mereka sudah mencapai lebih dari 5 ribu orang, dilengkapi dengan senjata dan bubuk mesiu. Apalagi, Pasukan Baru yang memperkuat kota Wuchang tengah dikirimkan ke Sichuan untuk memadamkan kericuhan di sana. Maka, pada tanggal 10 Oktober 1911, pecahlah pemberontakan besar di Wuchang.”
“Pasukan pemberontak berhasil menembus pertahanan gudang amunisi angkatan darat di Wuchang, dan menduduki gudang senjata itu untuk mengambil persenjataan yang ada di dalamnya. Kini posisi mereka ada di atas angin, ditambah lagi adanya berita bahwa kaum revolusioner di Hanyang dan Hankou (keduanya di Hubei) juga angkat senjata untuk memberontak,” ungkap Michael Wicaksono dalam buku Republik Tiongkok (2015).