JAKARTA - Menjelang Imlek, warga Tionghoa yang beragama Buddha biasanya menggelar ritual sembahyang kepada para dewa dan leluhur. Termasuk salah satunya memanjatkan doa kepada Dewa Dapur. Bagaimana tradisinya?
Setiap rumah tangga yang punya tempat sembahyang kepada Dewa Dapur akan membuat upacara persembahan kepada sang Dewa pada tanggal 26 bulan 12 Imlek. Hal ini dilakukan sebagai tanda bermulanya perayaan Tahun Baru China.
Dari sisa waktu 7 hari menyambut tahun baru Imlek biasanya ada waktu sehari yang dimanfaatkan untuk membersihkan altar sembahyang baik yang ada di Kelenteng maupun di rumah. Pembersihan altar sembahyang dan rupang atau patung Dewa ketika kembali turun pada hari ke empat setelah Imlek nanti.
Menurut legenda Tionghoa, Dewa Dapur dikirim dari Surga ke Bumi oleh Kaisar Langit. Dewa ini bertugas untuk memantau perilaku dan mencatat perbuatan manusia sehari-hari, baik perbuatan positif maupun negatif. Setiap tahun Dewa Dapur akan naik ke kahyangan dan melapor kepada Kaisar Langit tentang semua catatan perilaku manusia. Bagaimana sejarahnya?
Sejarah Dewa Dapur
Seperti dikutip Tionghoa.info, Dewa Dapur berasal dari zaman Dinasti Qing (1644 – 1911). Waktu itu Kaisar melihat ternyata dapur merupakan tempat berkumpunya dayang wanita. Tempat itu sering menjadi gosip dan fitnah di lingkungan istana, sehingga menyebar ke luar dan memengaruhi ketentraman masyarakat sekitar.
Untuk itu, Kaisar memerintahkan setiap rumah warga di dapurnya harus dipasang Dewa Dapur. "Diedarkan titah yang isinya Dewa Dapur akan mengawasi, serta mencatat semua omongan serta kegiatan di dapur setiap harinya," tertulis.
Lalu setiap tanggal 26 bulan 12 Imlek, Dewa Dapur akan naik ke langit menemui Kaisar Langit (Yi Huang Ta Ti), untuk melaporkan semua catatannya mengenai keluarga yang dia awasi.
Oleh karena itu setiap rumah tangga yang punya tempat sembahyang kepada Dewa Dapur akan membuat upacara persembahan kepada sang Dewa di tanggal tersebut. Tujuannya untuk mengantar Dewa Dapur naik ke Langit.