Bagikan:

JAKARTA - Ada banyak mitologi magis yang menjelaskan awal mula perayaan Tahun Baru Imlek. Yang paling luas adalah terkait monster bernama Nian, yang berarti "tahun" dalam bahasa China.

Nian dikisahkan sebagai monster yang bersembunyi di pegunungan. Versi lainnya menggambarkan Nian hidup di bawah laut. Ia keluar satu tahun sekali di musim dingin untuk berpesta dengan tanaman dan penduduk desa.

Namun munculnya Nian menimbulkan ketakutan. Para keluarga berkumpul pada malam kedatangan Nian, begadang sepanjang malam menunggu ancaman berlalu. Hal inilah yang kemudian jadi awal upacara Shou Sui pada Malam Tahun Baru, ketika banyak keluarga terjaga bersama sepanjang malam.

Ornamen Imlek (Rizki Oceano/Unsplash)

Seiring waktu, masyarakat mulai paham apa kelemahan Nian. Mereka menemukan bahwa Nian lemah terhadap api, warna merah dan suara yang keras. Karenanya orang-orang mulai memasang gambar dan lentera merah, menyalakan api, dan menyalakan petasan.

Cara-cara itu berhasil menakuti Nian. Kebiasaan tersebut dilestarikan sebagai perayaan untuk mengalahkan monster hingga hari ini.

Perbedaan versi

Melansir SCMP, Rabu, 10 Februari, ada banyak versi dari kisah ini. Perbedaan utamanya adalah monster tersebut memiliki berbagai nama.

Dan kisah tersebut menggabungkan berbagai upacara Tahun Baru Imlek ke dalam plot yang berbeda. Tapi, di satu sisi, semua pola tujuannya sama, yaitu melawan monster.

Berdasar namanya, tentu kita bisa menebak bahwa Tahun Baru China jatuh pada hari pertama tahun baru kalender lunar China. Namun perayaan musiman yang akhirnya menandai perayaan tahun baru, yaitu Festival Musim Semi, dirayakan bahkan sebelum kalender lunar ada.

Beberapa ahli percaya bahwa zaman China kuno, sebelum dinasti Xia pertama, bentuk asli dari Festival Musim Semi sudah ada. Di era masyarakat agraris, para pemimpin suku akan mengumpulkan orang-orang di akhir musim panen untuk perayaan akbar dan ritual sembahyang, mengungkapkan rasa syukur kepada dewa dan leluhur.

Itulah cara awal menandai kedatangan tahun baru. Seiring waktu berlalu, tradisi tahunan tetap kuat. Bahkan perayaan tahun baru semakin menonjol. Perayaan menyebar dari istana hingga rumah tangga biasa, secara bertahap berkembang jadi Festival Musim Semi hingga saat ini.

Perkembangan

Namun, seiring berkembangnya pengetahuan orang China kuno dan ditemukannya kalender lunar, mereka menumbuhkan gagasan baru tentang kapan harus menggelar acara besar, alih-alih hanya mengikuti musim panen. Maka tanggal festival atau tanggal yang menandai tahun baru disesuaikan beberapa kali seiring perkembangan kalender lunar.

Saat masa China kuno, tak ada istilah Tahun Baru Imlek atau Festival Musim Semi di sepanjang libur tahun baru. Liburan itu dinamai Yuan Dan, yang artinya pagi pertama dari awal yang baru.

Seiring berkembangnya kalender lunar, waktu Yuan Dan memiliki banyak variasi dalam berbagai dinasti, berubah dari dirayakan di bulan pertama di dinasti Xia, dirayakan di bulan ke-12 saat dinasti Shang, lalu bulan kesepuluh di dinasti Qin. Perkembangan itu berlangsung sampai dinasti Han.

Di Dinasti Han, kalender lunar diselesaikan pada masa Kaisar Wu. Dan Yuan Dan ditetapkan untuk dirayakan pada hari pertama bulan pertama, seperti yang kita kenal sekarang.

Mengikuti siklus bulan, perayaan akan berlangsung dari Yuan Dan hingga bulan purnama pertama, Yuan Xiao, yang sekarang dikenal sebagai Festival Lampion. Di Indonesia perayaan bulan purnama pertama dikenal dengan Cap Go Meh.

Ilustrasi foto lampion (Lukas Fitria Adi Setiawan/Unsplash)

Kalender lunar terus diikuti sejak saat itu. Namun setelah Dinasti Qing runtuh, China mengadopsi kalender Gregorian pada 1912 dan Yuan Dan diubah menjadi tanggal 1 Januari.

Pada 1914, kaisar saat itu Yuan Shikai, menyarankan untuk mengganti nama empat hari libur akhir setiap musim. Perayaan Tahun Baru China akhirnya dikenal dengan Festival Musim Semi.

Tradisi tersebut bertahan hingga saat ini. Oleh sebab itu Tahun Baru Imlek juga dikenal sebagai Festival Musim Semi.

MEMORI Lainnya