Seisi Inggris Menyambut Lagu Imagine Karya John Lennon dalam Sejarah Hari Ini, 8 Oktober 1971
Potret John Lennon kala membawa lagu Imagine. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 52 tahun yang lalu, 8 Oktober 1971, seisi Inggris menyambut lagu Imagine karya John Lennon. Kehadiran lagu itu disambut dengan gegap gempita. Lirik dan musiknya bak penjaga kedamaian. Bak tersirat pesan membayangkan hidup di dunia tanpa sekat tanpa permusuhan.

Sebelumnya, kiprah John dan bandnya, The Beatles tiada dua. Namun, John yang hidup dan besar di tengah kelas pekerja justru terus berisik menentang ragam kebijakan politik yang merugikan. Pun banyak yang kesal mendengar kritiknya.

Label musisi genius pantas diarahkan kepada John Lennon. Kariernya sebagai musisi dipuja-puji di seantero dunia sedari 1960-an. Sentuhannya dalam berkarya mampu membuat The Beatles digemari ragam kalangan. Dari tua hingga muda.

Narasi itu seraya mengambarkan laku hidup John bak lurus-lurus saja. Alias, ogah hidup menyerempet bahaya. Faktanya nyali John terhitung tinggi. Ia dianggap sebagai simbol perlawanan anak muda. Lennon memilih berdiri membela perdamaian dunia.

Barang siapa yang mengelorakan perang dan kekerasan akan dilawannya. Saban hari ia mengkritik pejabat atau pemimpin negara yang dianggapnya mengganggu perdamaian dunia. Utamanya, pemimpin negeri adidaya Amerika Serikat (AS) karena doyan perang.

Penggalan lirik dari lagu Imagine yang mengiringi unjuk rasa. (Wikimedia Commons)

Kritik itu buat John dibenci kalangan pejabat. John pun menganggap sepi saja yang mencemooh langkahnya. Narasi itu dibuktikan dengan keterlibatannya dalam beberapa protes antikekerasan. Aksi John bak menerjemahkan langkah-langkah dari tokoh dunia terdahulu macam Mahatma Gandhi.

Perlawanan itu dilengkapi pula dengan hadirnya perjuang John lewat lagu berisi pesan perjuangan. Seiring itu John bak berteman dengan kontroversi. Ia sampai menganggap kepopuleran bandnya tiada dua. Sosok juru selamat, Yesus pun kalah. Pendapat itu jadi muasal hujatan dan kritik menghampirinya.

“Bekas anggota The Beatles yang paling vokal -- dan mungkin paling berbakat-- ini, buat sementara orang, memang telah cacat. Sepak terjangnya selalu jadi berita. la pernah memberikan pernyataan: Beatles lebih populer dari Yesus. Berpose bugil di atas ranjang bersama Yoko di depan para wartawan.”

“Dalam sebuah buku riwayat ia juga dituduh sebagai biang narkotik, pembunuh, dan seorang homoseksual. Hingga kini orang masih berdebat antara mendakwa dan membela, antara membenci dan mencinta. Tetapi justru kedua sisi yang sama runcingnya itu diam-diam melahirkan John berkali-kali lagi. la menjadi ‘santo’ (orang suci), menjadi mitos di lingkungan kawula musik rock. Bagai Kuil Kencana, ia makin tegak di lubuk hati para pemujanya,” terang Zaim Uchrowi dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul John Lennon Hidup Kembali (1988).

The Beatles yang jadi wadah John berkarya bubar pada 1970. Namun, bubarnya The Beatles tak membuat semangat John berkarya menurun. John terus melanggengkan semangatnya sebagai aktivis antiperang dengan membuat lagu.

John Lennon dan istrinya, Yoko Ono saat berlibur di Amsterdam, Belanda dan tinggal di Hotel Hilton pada 25 Maret 1969. (Nationaal Archief/Wikimedia Commons)

Fase itu membuat John banyak menghabiskan waktu di Titenhurst Park. Sebuah rumah yang dibeli oleh John pada 1969. Di dalam rumah itu ada sebuah studio rekaman yang dinamakan stereo 8 (eight-track tape). Kemudian, di studio itu lahir sebuah lagu fenomenal yang juga jadi nama album solonya, Imagine.

Lagu yang bercerita terkait khalayan John hidup di dunia tanpa sekat tanpa permusuhan. Hasilnya gemilang. Imagine langsung meledak sejak resmi dirilis di Inggris pada 8 Oktober 1971. Seisi Inggris, kemudian dunia menyambut lagu tersebut dengan gegap gempita sembari membayangkan kehidupan yang damai. Pun Imagine menjelma menjadi lagu wajib dalam serangkaian aksi antiperang di dunia. 

“Saya juga suka lagu John Lennon, Imagine. Bagi saya, puncak lagu ini ada pada lirik: imagine all the people living life in peace. Sampainya notasi di telinga itu enak. Lagu diiringi piano yang tidak ruwet. Aransemennya tidak ribet, hanya pakai piano, drum, dan bas. Namun, komposisinya pas untuk kebutuhan lagu tersebut,” ungkap sosok penting dalam industri musik Indonesia, Jan Djuhana sebagaimana ditulis Frans Sartono dalam buku Di Balik Bintang (2022).