Bagikan:

JAKARTA - Dukungan Amerika Serikat (AS) kepada Israel tiada dua. Narasi itu banyak terlihat dalam catatan sejarah. Alih-alih dukungan hanya dinyatakan langsung oleh Presiden AS, mereka yang bersiap jadi Calon Presiden (Capres) AS saja menyatakan sikap pro Israel. Barack Obama, misalnya.

Laku hidup itu diperlihatkan semasa Obama jadi senator dan kampanye Pilpres 2008. Ia menyebut Israel sebagai aliansi terkuat AS di Timur Tengah. Obama juga menyebut status Yerusalem adalah Ibu Kota Israel tak dapat diganggu gugat.

Opsi mendukung Israel dalam konfik Israel-Palestina dianggap menjadi jalan politik yang baik bagi AS. Narasi itu telah ditunjukkan AS sedari Israel memproklamasikan kemerdekaan pada 14 Mei 1948. AS kemudian mendukung penuh Israel sebagai negara.

Sikap itu dikuti oleh langkah dukungan politik lainnya. Pemerintah Negeri Paman Sam kerap memberikan dukungan kepada Israel ketika perang. Hubungan baik AS-Israel terus terjalin. Bahkan, ada anggapan siapa saja Presiden AS, dukungan kepada Israel jadi sepaket di dalamnya.

Alih-alih hanya Presiden AS yang memberikan dukungan, mereka yang bersiap jadi Capres AS juga menyatakan dukungan. Barack Obama, misalnya. Saban hari Senator AS itu kerap menyatakan dukungannya kepada Israel dalam tiap kesempatan.

Barack Obama, Presiden Amerika Serikat era 2009-2017 yang dikenal sangat dekat dengan Israel. (Wikimedia Commons)

Kadang kala ia tampil diplomatis. Kadang pula penyataannya menyiratkan dukungan langsung. Obama dengan tegas menyatakan Israel adalah aliansi terkuat AS di Timur Tengah. Sikap Obama pun mengundang pro kontra.

Ada yang menyebutnya sebuah kewajaran. Ada pula yang menyebut Obama sebagai bagian dari lobi-lobi Yahudi untuk mendukung negara Israel di parlemen AS. Alasan itu membuat Obama dikenal luas sebagai pemimpin pro Israel.

“Jika kita melihat catatan sejarah, kebijakan pemerintah AS sangat konsisten selama berpuluh-puluh tahun. Perang adalah kebijakan setiap presidennya. Mendukung Israel dan penindasannya terhadap warga Palestina adalah kebijakan setiap presiden Amerika Serikat. Obama bahkan mengatakan ini saat kampanye: Keamanan Israel tidak dapat diganggu gugat. Tidak boleh ditawar-tawar.”

“Segala perjanjian dengan rakyat Palestina harus tetap mempertahankan identitas Israel sebagai negara Yahudi, dengan perbatasan yang aman, jelas, dan dapat dipertahankan. Yerusalem akan tetap menjadi ibu kota Israel, dan tak boleh dibagi-bagi selamanya jangan ada yang meragukan ini: saya akan selalu membuka kemungkinan aksi militer untuk mempertahankan keamanan kita serta sekutu kita, Israel," ungkap Malalai Joya dalam buku A Woman Among Warlords (2011).

Sikap Pro Israel

Jalan politik Obama sebagai Senator AS berjalan lancar. Ia mampu menyakinkan banyak pihak bahwa ia adalah kandidat kuat pemimpin AS di masa depan. Narasi itu terlihat dari sikap Partai Demokrat yang menjadikan pria keturunan Afrika-Amerika sebagai salah satu kandidat Capres AS.

Obama dianggap mampu bersaing dengan Hillary Clinton sebagai Capres AS dari Partai Demokrat. Namun, kuasa itu tak membuat sikap obama terhadap Israel berubah. Obama tetap mendukung Israel dalam konflik Israel-Palestina.

Narasi itu semakin mengemuka kala Obama membuat sejarah sebagai Capres kulit hitam pertama dari Partai Demokrat pada 3 Juni 2008. Sehari setelahnya, atau pada 4 Juni 2008 Obama telibat dalam forum American Israel Public Affairs Committee di Washington.

Pendiri Israel, David Ben-Gurion saat membacakan deklarasi kemerdekaan Negara Israel di bawah potret Bapak Zionisme Modern, Theodor Herzl di Tel Aviv pada 14 Mei 1948. (Wikimedia Commons)

Obama berkata dengan jelas bahwa ia tak mentolelir negara yang mengancam keamanan Israel. Barang siapa yang mengganggu keamanan Israel maka dia akan berhadapan dengan AS. Sikap itu tak pelak mendapatkan kritik sana sini. Sekalipun kemudian semasa menjadi presiden, Obama justru kerap menawarkan solusi damai kedua negara.

“Pada 4 Juni lalu, sehari setelah memastikan diri sebagai calon presiden Partai Demokrat, Barack Obama bicara dalam forum American Israel Public Affairs Committee di Washington. Obama berkata: Saya tak akan mentoleransi jika ada yang mengancam keamanan Israel, Yerusalem harus tetap menjadi ibu kota Israel dan tak boleh dibagi-bagi."

“Obama juga menegaskan, sebagai presiden dia tak akan segan menggunakan senjata jika perlu untuk membela Israel. Pernyataan yang terakhir cukup mengejutkan. Soalnya, di banyak tempat lain Obama selalu berusaha meyakinkan publik bahwa konflik luar negeri bisa diselesaikan dengan dialog-visi politik yang membuat dia dimaki 'lunak' oleh calon Partai Republik, John McCain,” tertulis dalam buku Obama dan Soal Israel-Palestina (2008).