Jepang Tak Mau Ikut Campur Urusan Kemerdekaan Indonesia dalam Sejarah Hari Ini, 9 Juni 1945
Tentara Jepang dan anak-anak di Nusantara pada masa penjajahan 1942-1945. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Sejarah hari ini, 78 tahun yang lalu, 8 Juni 1945, Koran Asia Raja mewartakan bahwa Jepang tak mau ikut campur urusan kemerdekaan Indonesia. Narasi itu diungkapkan langsung oleh Menteri Asia Timur Jepang, Shigematsu.

Sebelumnya, penjajah Jepang kerap menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia. Langkah itu tak berjalan mulus. Jepang banyak ingkar janji. Apalagi, segenap kaum bumiputra menolak kemerdekaan dalam bentuk hadiah. Indonesia justru mampu merdeka di luar skenario Jepang.

Kehadiran penjajah Jepang di Nusantara penuh dinamika. Satu sisi Jepang tak jauh berbeda dengan penjajah Belanda dari segi menyengsarakan kaum bumiputra. Sisi lainnya, Jepang membawa angin segar bagi mimpi Indonesia untuk merdeka.

Penjajah Jepang pun mulai merangkul segenap tokoh bangsa sebagai pendukungnya dalam Perang Pasifik. Sebagai gantinya, Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia. Janji memberikan kemerdekaan pun pernah diucapkan langsung oleh Perdana Menteri Koiso pada 7 September 1944.

Sekalipun ia tak mengucapkan kepastian tanggal kemerdekaan. Mulanya banyak pejuang kemerdekaan yang mendukung rencana Jepang. Apalagi, Jepang datang ke Nusantara kerap meninggikan derajat kaum bumiputra.

Pendaratan pertama pasukan Jepang di Pulau Jawa pada 1942. (Wikimedia Commons)

Ajian itu membuat dukungan segenap kaum bumiputra kepada Jepang meninggi. Utamanya, karena Indonesia diizinkan mendirikan Badan Penyelidikan Usaha persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), kemudian dikenal sebagai Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Namun, janji Jepang tak sepenuhnya dapat dipegang oleh pejuang kemerdekaan. Tabiat penjajah yang kerap ingkar janjinya jadi musabab. Kondisi itu membuat pejuang kemerdekaan Indonesia terbagi dua. Mereka yang mendukung Jepang dan mereka yang berjuang dengan anti Jepang.

“Pada tanggal 7 Septenber 1944, Perdana Menteri Koiso menjanjikan kemerdekaan bagi To-Indo' (istilah dalam bahasa Jepang untuk 'Hindia Timur’ yang terus dipakai secara resmi sampai bulan April 1945). Akan tetapi, dia tidak menentukan tanggal kemerdekaan itu."

"Dan jelas diharapkan bahwa bangsa Indonesia akan membalas janji ini dengan cara mendukung Jepang sebagai tanda terima kasih. Angkatan Darat ke-16 di Jawa kini diberi tahu supaya mendorong kekuatan-kekuatan nasionalis, dan bendera Indonesia boleh dikibarkan di kantor-kantor Jawa Hokokai,” ungkap M.C. Ricklefs dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2005).

Kecurigaan kaum bumiputra bahwa Jepang tak sepenuhnya mendukung Indonesia merdeka terbukti. Semua itu dibuktikan dengan narasi yang diungkap Menteri Asia Timur, Shigematsu dalam Koran Asia Raja pada 9 Juni 1945.

Kolonel Tatsuichi Kaida (kiri) dan Mayor Minoru Shoju mendengarkan ketentuan-ketentuan soal penyerahan Jepang dari Sekutu di atas kapal HMAS Moresby, yang bersandar di Kupang, NTT. (Wikimedia Commons) 

Ia terang-terangan mengutarakan bahwa Jepang justru tak ingin ikut campur dalam urusan Kemerdekaan Indonesia. Ucapan Shigematsu membuktikan bahwa Jepang tak pernah serius memberikan Indonesia kemerdekaan.

Semua berubah pada saat Jepang terdesak. Negeri Matahari Terbit itu lalu berjanji lagi memberikan Indonesia kemerdekaan pada 24 Agustus 1945. Namun, segenap pejuang kemerdekaan tak sudi menanti janji Jepang. Kaum bumiputra pun kemudian melanggengkan proklamasi kemerdekaan dengan caranya sendiri pada 17 Agustus 1945. Kemerdekaan itu di luar skenario Jepang.

“Koran Asia Raja terbitan 9 Juni 1945 memuat pernyataan menteri Asia Timur, Shigematsu, bahwa Nippon (Jepang) tidak akan ikut campur dalam hal pembentukan negara baru Indonesia Merdeka. Pernyataan ini membuktikan bahwa kemerdekaan Indonesia kelak bukanlah bikinan Jepang,” terang Osa Kurniawan Ilham dalam buku Pejambon 1945: Konsensus Agung Para Peletak Fondasi Bangsa (2020).