Ulang Tahun Putri Mahkota Belanda Juliana Tak Lagi Dirayakan di Nusantara, Sejarah Hari Ini 30 April 1943
Ratu Wilhemina, Pangeran Hendrik, dan anaknya Putri Juliana. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 80 tahun yang lalu, 30 April 1943, perayaan hari ulang tahun Putri Mahkota Belanda, Juliana tak lagi digelar. Orang-orang Belanda di Nusantara tak lagi berani menyelenggarakan perayaan karena takut dengan penjajah Jepang. Apalagi mereka kebanyakan bernasib menghuni kamp interniran.

Sebelumnya, perayaan hari ulang tahun Putri Juliana kerap dilakukan dengan meriah. Hajatan pesta muncul di mana-mana. Empunya kuasa bahkan memaksa kaum bumiputra supaya ikut mendoakan Putri Juliana panjang umur.

Penjajah Belanda memiliki andil besar dalam melanggengkan banyak gelaran pesta di Nusantara. Gelaran pesta yang diselenggarakan biasanya untuk memperingati suatu hari besar bagi Belanda. Penobatan penguasa Belanda, Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus 1898, misalnya.

Penobatan itu disambut dengan gegap gempita di Belanda dan seluruh wilayah jajahan Belanda. Pun pada tahun-tahun setelahnya, setiap tanggal 31 Agustus orang Belanda rutin menyelenggarakan pesta untuk memeriahkan peringatan hari penobatan Ratu Wilhelmina.

Potret Putri Mahkota Belanda Juliana pada masa muda. (Wikimedia Commons)

Kehadiran Pasar Gambir di Batavia jadi salah satu ajian pesta. Gelaran yang dimulai sejak 1906 itu kerap jadi hiburan yang ditunggu-tungggu oleh anak-anak hingga orang dewasa. Gelaran pesta-pesta orang Belanda semakin bertambah kala Ratu Wilhelmina dan suaminya, Pangeran Hendrik dianugerahi seorang anak.

Anak yang lahir pada 30 April 1909 itu adalah Putri Mahkota Belanda, Juliana. Ratu Wilhelmina pun menginstruksikan saban 30 April untuk memperingati hari lahir anaknya. Perayaan hari kelahiran itu bahkan diselenggarakan meriah di Hindia Belanda (kini: Indonesia).

Atraksi hiburan kerap memenuhi lapangan-lapangan di kota besar. Pun demikian pula kaum bumiputra juga dipaksa untuk mendoakan Putri Juliana panjang umur di rumah ibadah.

“Segenap keluarga besar Belanda dan wilayah jajahannya menyambut kelahiran Putri Juliana dengan gegap gempita. Begitu pula di Hindia Belanda,” tertulis dalam buku Kronik Kebangkitan Indonesia 1908-1912 (2008).

Semuanya berubah ketika Jepang mulai menginvasi Hindia Belanda. Negeri Matahari Terbit mampu membuat kuasa Belanda di Nusantara berakhir. Semuanya karena Jepang telah unggul dari segala macam lini. Dari pasukan hingga persenjataan.

Juliana setelah menjadi Ratu Belanda saat berkunjung ke Indonesia pada 1971,yang merupakan kunjungan pertama penguasa Belanda sejak Indonesia merdeka. (Perpusnas)

Kemudian, Jepang mulai mulai memperlakukan orang Eropa –utamanya orang Belanda—dengan tak manusiawi. Jepang melakukan hal itu sebagai bentuk balasan atas tindakan mereka menjadikan kaum bumiputra menempati strata terendah dalam tatanan masyarakat. Barang siapa yang memiliki darah Belanda, mereka akan diburu dan jebloskan ke kamp interniran.

Semenjak itu, perayaan hari ulang tahun Putri Juliana mulai hambar. Tiada yang berani menyelenggarakan perayaan itu pada tanggal 30 April 1943. Lapangan hingga taman di berbagai tempat tampak sepi. Tiada tanda-tanda keramaian. Semua karena Jepang akan senantiasa meneror tiap orang Belanda yang berani merayakan.

“Tanggal 30 April 1943 adalah hari ulang tahun Puteri Mahkota Belanda, Juliana, tetapi tentu orang tak berani menyelenggarakan pesta-pesta Oranje. Di jalan sepi amat. Seorang perempuan Belanda yang ditahan dalam sel kantor polisi kabarnya menjadi gila,” terang Rosihan Anwar dalam buku Sejarah Kecil ‘Petite Histoire’ Indonesia Jilid 1 (2004).