Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 53 tahun yang lalu, 27 April 1970, upaya Presiden Soeharto kritik sederet partai politik (Parpol) mendapatkan dukungan luas. Ia menyebut kebanyakan partai politik tak benar-benar mendukung pembangunan nasional.

Alias parpol hanya berkutat kepada kepentingan pribadi. Dukungan pun mengalir. Dukungan dari Mochtar Lubis, salah satunya. Mochtar yang notabene jurnalis yang kerap berseberangan dengan Orde Baru (Orba) justru menyebut kritik Soeharto jitu dan tepat.

Soeharto dan Orba pernah bawa angin segar bagi Indonesia. Tindak-tanduk Soeharto mampu menyelamatkan Indonesia dari jurang resesi warisan Orde Lama. Alih-alih hanya menyelamatkan, Soeharto justru mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Mengubah kiblat politik jadi salah satu ajiannya. Indonesia yang pada masa Orde Lama mengarah kepada Uni Soviet, berubah mengarah Amerika Serikat. Pertumbuhan ekonomi pun menyusul. Apalagi, ditambah dengan ajian Orba membuka lebar ruang investasi.

Presiden Soeharto bersama PM Vietnam, Pham Van Dong. (Perpusnas)

Barang siapa yang ingin berinvestasi di Indonesia bak disediakan karpet merah. Soeharto dan Orba menjamin keamanan proses investasi. Sekalipun beberapa kasus pemerintah harus mengorban kepentingan rakyat demi pemasukan negara.

Strategi itu membawa keberhasilan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat. Empunya kuasa pun mampu membangun apa saja untuk hajat hidup orang banyak. Utamanya, dalam mendukung pemerataan ekonomi masyarakat. Dari kehadiran bangunan hingga jembatan. Alhasil, Soeharto pun dijuluki bapak pembangunan.

“Konsepsi pembangunan jangka panjang I dan Il merupakan implementasi dari amanat Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Di dalamnya diaplikasikan dengan Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Ini sungguh luar biasa.”

“Kepemimpinan Pak Harto juga diakui di luar negeri dan menjadi pelopor di negara negara ASEAN. Keberhasilan pembangunan ditunjukkan dengan adanya keberhasilan di bidang pangan, peningkatan kualitas sumber daya manusia dari sisi pendidikan, peningkatan kesehatan, dan keberhasilan pembangunan infrastruktur. Masih sangat banyak bukti keberhasilan kepemimpinan Pak Harto,” ungkap Soetoyo N.K. dalam buku Pak Harto: The Untold Stories (2011).

Soeharto menganggap pembangunan nasional harus didukung banyak pihak. Namun, dukungan yang dinanti dari partisipasi parpol tak kunjung terlihat. Kebanyakan Parpol dianggapnya belum benar-benar mendukung pembangunan.

Presiden Soeharto juga kerap dikenal sebagai Bapak Pembangunan Nasional. (Perpusnas)

Fakta itu diungkap Soeharto salah satunya dilihat dari partisipasi kader partai yang menjadi menteri. Semuanya justru sibuk dengan urusan masing-masing. Narasi itu disampaikan Soeharto dalam beberapa kesempatan.

Kritik Soeharto pun mendapatkan dukungan luas dari segenap rakyat Indonesia. Mochtar Lubis, misalnya. Ia menyatakan dukungannya kepada Soeharto lewat tajuk dalam Harian Indonesia Raya pada 27 April 1970.

“Kritik ini sungguh jitu dan tepat. Sepanjang sejarah Republik Indonesia yang merdeka, partai-partai politik di Indonesia telah menunjukkan kesempitan pandangan mereka, yang umumnya hanya ditujukan pada pengejaran kepentingan-kepentingan pribadi pemimpin-pemimpin atau kelompok-kelompok yang berkuasa dalam partai.”

“Partai-partai politik di Indonesia hanya bersembunyi di belakang semboyan-semboyan prinsip-prinsip yang mereka katakan mereka perjuangkan, tetapi setiap saat dapat mereka lepaskan untuk mencapai tujuan-tujuan jangka pendek. Berkolaborasinya semua partai politik dulu dengan rezim Soekarno dalam rangka Nasakom, adalah suatu puncak dari sikap yang paling tidak bertanggungjawab yang diperlihatkan partai-partai politik Indonesia,” terang Mochtar Lubis dalam buku Tajuk-Tajuk Mochtar Lubis di Harian Indonesia Raya (1977).