Bung Karno Dianugerahi Gelar Kehormatan Bintang Kelas Satu Afrika Selatan dalam Memori Hari Ini, 26 April 2005
Presiden pertama Indonesia, Soekarno yang lihai berdiplomasi dengan ragam pemimpin dunia. (ANRI)

Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 18 tahun yang lalu, 26 April 2005, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri mewakili mendiang ayahnya, Bung Karno menerima Gelar Kehormatan Bintang Kelas Satu Afrika Selatan. Gelar kehormatan itu diberikan langsung oleh Presiden, Thabo Mbeki di Afrika Selatan.

Megawati pun secara simbolis menerima pin, mendali, tongkat, hingga lencana berlapis emas. Sebelumnya, Bung Karno dianggap memiliki peran yang amat penting bagi eksistensi negera-negara Afrika.

Indonesia kerap menganggap serius perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme. Narasi itu bahkan tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Isinya tak lain menyatakan bahwa seluruh penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.

Bung Karno pun mengamini hal itu. Orang nomor satu Indonesia itu tak ingin segenap umat manusia –utamanya bangsa Asia dan Afrika-- terus hidup dalam belenggu penjajahan. Bung Karno pun mengatur siasat. Ia mulai memainkan kelihaiannya dalam peta politik internasional.

Presiden Megawati Soekarnoputri diterima Presiden Thabo Mbeki di Pretoria, dalam kunjungan ke Afrika Selatan pada 2005. (Tangkapan Layar SCTV)

Ia menyetujui Indonesia maju sebagai tuan rumah sebuah hajatan internasional. Konferensi Asia Afrika (KAA), namanya. Hajatan itu membuat eksistensi Indonesia yang baru seumur jagung dikenal dunia. Hajatan Internasional pertama Indonesia pun diselenggarakan pada 18-24 April 1955 di Bandung.

Indonesia kala itu berhasil mengundang 29 perwakilan negara merdeka dan hampir merdeka di seantero Asia dan Afrika berkumpul di kota kembang. Mereka kemudian membahas banyak agenda. Utamanya, terkait penjajahan di atas dunia harus dihapuskan.

Mayoritas negara Asia Afrika yang hadir kemudian bersepakat untuk mendukung negara lainnya yang berjuang untuk meraih kemerdekaan. Alhasil, hubungan antara negara-negara di Asia dan Afrika semakin dekat. Mereka saling mendukung satu sama lain. Pun Soekarno mampu menjaga hubungan baik dengan banyak pemimpin di Asia maupun Afrika.

“Konferensi dibuka Presiden Soekarno selaku tuan rumah dengan judul pidato 'Lahirlah Asia Baru dan Afrika Baru'. Konferensi Asia-Afrika ini melahirkan Dasa Sila Bandung, yang nama resminya Declaration on the Promotion of World Peace and Cooperation, Deklarasi ini memberi inspirasi positif kepada negara-negara muda yang baru memperoleh kemerdekaan di kedua benua ini.”

Bung Karno saat berkunjung ke India. (ANRI)

“Ternyata visi Bung Karno tentang masa depan industri pariwisata sangat brilian. Bangsa Indonesia patut merasa bangga dan bahagia menjadi tuan rumah salah satu konferensi akbar, khususnya dalam sektor pariwisata itu,” ujar Arifin Pasaribu dalam buku Hotel Indonesia (2014).

Peran Soekarno yang menjadi penyambung lidah negara-negara Asia dan Afrika nyatanya tak bisa dikucilkan. Sekalipun Soekarno sendiri telah tiada. Presiden Afrika Selatan, Thabo Mbeki yang menjabat dari 1999 hingga 2008 tak melupakan jasa Soekarno.

Ia menganggap Soekarno memiliki peran besar dalam perjuangan kemanusiaan. Sebagai bentuk penghargaan, ia menganugerahkan Bung Karno Gelar Kehormatan Bintang kelas Satu Afrika Selatan pada 26 April 2005. Megawati Soekarnoputri pun mewakili mendiang ayahnya menerima penghargaan tersebut di Afrika Selatan.

“Megawati Soekarnoputri berjalan ke arah Thabo Mbeki, Presiden Afrika Selatan yang menunggunya untuk menyerahkan gelar kehormatan Soekarno. Presiden Mbeki menyerahkan kepada Megawati medali, pin, tongkat, dan lencana yang seluruhnya bersepuh emas.”

“Upacara penganugerahan gelar kehormatan dari Afrika Selatan itu berlangsung dengan cepat pada Selasa malam tanggal 26 April 2005 di Kantor Kepresidenan di Pretoria. Megawati nyaris tak cukup tangan untuk menggengam barang-barang anugerah tadi, tapi masih bisa mengulurkan tangannya menyatakan terima kasihnya. Adegan singkat ini saya lihat di tayangan televisi,” terang Rosihan Anwar dalam buku Sejarah Kecil ‘Petite Histoire’ Indonesia Jilid 2 (2004).