Bagikan:

JAKARTA - Sejarah hari ini, 64 tahun yang lalu, 22 April 1959, Presiden Soekarno mengajak segenap rakyat Indonesia menjunjung tinggi semangat Keindonesiaan. Hal itu diungkapnya pada Sidang Konstituante di Bandung. Ia tak ingin semangat kesukuan dan kedaerahan memperlambat Indonesia jadi bangsa yang besar.

Sebelumnya, kaum muda telah bersepakat untuk membuang jauh-jauh perihal kesukuan pada Kongres Pemuda II. Semua itu tertuang dalam Sumpah Pemuda. Kaum muda bersepakat bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu: Indonesia.

Kongres Pemuda II adalah salah satu tonggak sejarah nasional. Segenap kaum muda dari berbagai macam penjuru Nusantara berkumpul pada 27 dan 28 Oktober 1928 di Jakarta. Mereka membicarakan nasib kaumnya yang telah lama dijajah Belanda.

Kaum bumiputra merasa mereka diperas bak sapi perah. Namun, kaum muda sadar cita-cita kemerdekaan takkan digapai jika segenap kaum bumiputra tak bersatu. Mereka kemudian mengajak segenap kaum muda untuk menelurkan ide-ide persatuan dan kesatuan. Ide persatuan pun di utarakan oleh Muhammad Yamin.

Yamin ingin segenap kaum bumiputra mulai melepas semangat kesukuan dan kedaerahan. Konsep itu dianggapnya agak usang untuk menjadi senjata Indonesia merdeka. Ia pun mengelorakan Indonesia membutuhkan satu bahasa pemersatu.

Pemimpin Besar Revolusi Indonesia, Soekarno yang menjabat sebagai Presiden Indonesia dari 1945-1967. (ANRI)

Suatu bahasa yang mampu digunakan seluruh suku dan ras di seantero negeri. Akhirnya, ikrar Sumpah Pemuda didengungkan. Seluruh kaum muda yang hadir mencoba berikrar bertanah air, berbangsa, dan berbahasa: Indonesia.

“Sewaktu berumur 25 tahun Muhammad Yamin menjadi Sekretaris Kongres Pemuda II (27-28 Oktober 1928). Muhammad Yamin merupakan pembicara pada hari pertama mengenai persatuan dan kebangsaan Indonesia. Dalam Kongres itu Muhammad Yamin memegang peranan besar dan pidátonya menjadi inti dari keputusan Kongres Pemuda yang sangat terkenal itu, yaitu pidato: Persatuan Kebangsaan Indonesia".

“Putusan Kongres Pemuda susunan Muhammad Yamin itu dikenal dengan Sumpah Pemuda yang akan menjwai semangat pemuda Indonesia pada masa selanjutnya. Sebagai kelanjutan dari Sumpah Pemuda itu antara tanggal 30 Desember rahan dinyatakan dibubarkan,” tertulis dalam buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sumatera Barat (1977).

Kesatuan dan persatuan sebagai bangsa Indonesia membuahkan hasil. Indonesia merdeka karenanya. Namun, ketika Indonesia merdeka isu semangat kedaerahan dan kesukuan kembali menguat. Pun narasi membeda-bedakan antara suku menjadi-jadi.

Presiden Soekarno sedang memeriksa surat. (ANRI)

Kondisi itu sampai ke telingga Soekarno. Ia tak ingin Indonesia pecah-belah. Bung Besar pun mengimbau kepada rakyat Indonesia supaya membuang jauh-jauh semangat kesukuan dan kedaerahan. Imbauan itu diungkapnya pada Sidang konstituante di Bandung pada 22 April 1959.

“Maka barangsiapa sekarang ini membangkirkan kembali ide kesukuan, ide kepulauan, atau ide federalisme itu, ia adalah seperti orang yang menggali kubur dan mencoba menghidupkan kembali tulang orang yang dikubur 30 tahun yang lampau.”

“Memang, kita tetap berhak mencintai dan memadukan suku atau daerah kita masing-masing, tetapi kita harus mencintainya dan memajukannya dalam rangka kesaruan bangsa dan kesatuan Tanah Air Indonesia, yang tak bisa dipisah-pisahkan,” ungkap Soekarno dalam pidatonya sebagaimana dikutip Wawan Tunggul Alam dalam buku Demi Bangsaku: Pertentangan Bung Karno vs. Bung Hatta (2003).