JAKARTA – Sejarah hari ini, 52 tahun yang lalu, 6 April 1970, Presiden Soeharto melakukan perjalanan rahasia ke Jawa barat dan Jawa Tengah. Tak banyak orang diberi tahu terkait perjalanan ini. Termasuk kepala daerah. Blusukan itu dilakukan Soeharto untuk melihat langsung kondisi rakyatnya secara langsung.
Kunjungan itu juga jadi pertimbangan besar Soeharto dalam meramu kebijakan. Sekalipun kunjungannya sering membuat kepala daerah kalang kabut karena tak sempat membuat sambutan meriah.
Soeharto adalah Presiden Indonesia yang gemar blusukan. Ia selalu meluangkan waktu untuk blusukan ke tiap daerah ataupun desa-desa di tengah bejibunnya agenda politik. Kebiasaan itu dilakukannya untuk melihat kondisi rakyatnya secara langsung.
Semua itu karena tugasnya sebagai presiden yang harus mengakomodasi semua pihak. Termasuk rakyat kecil. apalagi Soeharto sendiri berasal dari anak petani. Latar belakangnya membuat Soeharto memiliki kedekatan emosional dengan rakyat kecil. Ia acap kali skeptis mendengar langsung curhatan rakyat. Antara lain masalah panen, kemiskinan, hingga mimpi rakyat kecil. Petani khususnya.
Hasil blusukan sana-sini itu dirangkum oleh Soeharto menjadi sebuah program yang tepat guna. Semua untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Menurutnya, memimpin tanpa melihat langsung kondisi rakyat sebenarnya adalah hal mustahil. Sebab, segalanya butuh ditata supaya tepat sesaran.
“Dengan muka serius Pak Harto menceritakan bahwa untuk bisa membuat semua orang bisa makan telur, bosan makan ayam, mengenyam pendidikan, dan kesehatan, dibutuhkan perjuangan yang berat dalam tempo panjang.”
“Tidak mudah mencapai semua itu. Kecurigaan, kritik, caci maki, menjadi makanan tiap hari. Ini belum kalau tekanan internasional ikut diperhitungkan. Lembaga-lembaga internasional itu seringkali ingin mendikte kebijakan pembangunan nasional,” ungkap Sukardi Rinakit dikutip Sugiono M.P. dalam buku Selamat Jalan Pak Harto (2008).
Perjalanan Rahasia
Selain blusukan resmi, Presiden Soeharto melanggengkan pula blusukan tak resmi, alias incognito. Kunjungan ini biasanya dilakukan secara spontan. Soeharto langsung meminta ajudannya menyiapkan sebuah kendaraan yang tak terlalu mencolok untuk ditumpanginya menuju daerah yang ditinjau. Pada kunjungan ke Jawa Barat pada 6-10 April 1970, misalnya.
Presiden Soeharto berangkat dari Jakarta dengan hanya menumpang mobil Toyota Hi-Ace. Ia berangkat dengan sedikit pengawalan. Itupun Soeharto meminta khusus mereka untuk jaga jarak. Supaya tak menarik perhatian masyarakat, pikirnya.
Kala itu, Soeharto bertandang ke Subang, Indramayu, Tegal, Purwokerto, Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Bandung, Cianjur, dan Sukabumi. Kunjungan itu kerap membuat kepala daerah setempat pusing tujuh keliling karena tak mengetahui kedatangan Soeharto. Meski begitu, tak sedikit pula yang mengetahui agenda kedatangan Soeharto, jadi mereka dapat bersiap-siap menyambut The Smiling General.
“Bisa dibayangkan seorang presiden akan berkeliling ke Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat secara rahasia, diam-diam. Saya juga sempat khawatir. Selain itu yang ikut Dan Paspampres Kolonel Munawar Komandan Pengawal, satu ajudan, Dokter Mardjono dan mekanik Pak Biyanto yang mengurus kendaraan. Pada saat itu Indonesia memasuki Pelita ll. Sebagai kepala negara Pak Harto merasa harus turun langsung untuk melihat sendiri bagaimana program-program pemerintah dilaksanakan.”
“Dengan begitu situasi di daerah dan desa-desa bisa dilihat apa adanya, sekaligus presiden mendapat masukan langsung dari masyarakat. Kami tidak pernah makan di restoran, menginap di rumah kepala desa, atau rumah-rumah penduduk. Untuk urusan logistiknya, selain membawa beras dari Jakarta, lbu Tien membekali sambal teri dan kering tempe. Kami benar benar prihatin saat itu dan saya melihat Pak Harto sangat menikmati perjalanan keluar masuk desa itu,” tutup Try Sutrisno dalam buku Pak Harto: The Untold Stories (2011).
Begitulah catatan sejarah hari ini, tentang blusukan Presiden Soeharto pada 6 April 1970.