JAKARTA – Sejarah hari ini, 44 tahun yang lalu, 21 Juni 1979, Presiden Soeharto meresmikan makam Bung Karno yang baru dipugar. Peresmian itu dilakukan bertempatan dengan tanggal Bung Karno meninggal dunia. Pemugaran itu dilakukan supaya makam Bung Karno dapat menampung banyak peziarah.
Sebelumnya, kematian Bung Karno kerap dikaitkan dengan sikap Soeharto dan orba yang menjadikannya tahanan rumah. Narasi itu membuat penyakit yang diderita Bung Karno --ginjal utamanya-- tambah parah.
Lengsernya Bung Karno dari kursi kepresidenan penuh dinamika. Alih-alih Bung Karno dapat menikmati masa tuanya dengan tenang, ia justru dijadikan tahanan rumah oleh Soeharto dan Orba. Empunya kuasa menganggap bahwa pengaruh Soekarno masih cukup besar.
Pengikutnya masih berharap Bung Karno kembali memimpin. Soeharto pun secara perlahan mereduksi peran Bung Karno dari peta sejarah. Sebagai gantinya, narasi Soeharto dan Orba sebagai juru selamat Indonesia dari resesi ekonomi muncul di mana-mana.
Hidup Bung Karno sebagai tahanan rumah pun nelangsa. Ia diperlakukan bukan layaknya seorang mantan pemimpin bangsa. Ia mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan. Ia dibatasi bersentuhan dengan dunia luar, termasuk dengan anak-anaknya. Apalagi, penyakit yang diderita Bung Karno tak kunjung ditangani dengan baik.
Kondisi itu kian memburuk kala Bung Karno dilarikan ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat pada pertengahan Juni 1970. Kondisinya kritis. Bung Karno kemudian menghembuskan napas terakhirnya pada 21 Juni 1970. Kemudian, Bung Karno tak dimakamkan sesuai wasiatnya di Bogor. Orba lalu memilih pemakaman Bung Karno dilakukan di Blitar, Jawa Timur.
“Bung Karno dibaringkan di Wisma Yasoo setelah wafat di RSPAD Gatot Subroto. Di sana pula ia dilepas oleh Presiden Soeharto dan Nyonya Tien Soeharto. Situasi saat itu memang sangat tidak kondusif bagi Soekarno dan keluarganya. Beberapa hari sebelumnya, yakni tanggal 1 Juni 1970, Pangkopkamtib mengeluarkan larangan peringatan hari lahirnya Pancasila setiap 1 Juni.
Soekarno sedang diperiksa atas tuduhan terlibat dalam percobaan kudeta untuk menggulingkan dirinya sendiri. Pemeriksaan itu dihentikan setelah Bung Karno sakit semakin parah. Tanggal 22 Juni 1970 jenazah sang proklamator diterbangkan dari Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, menuju Malang. Di Malang, almarhum dijemput dengan sebuah mobil jenazah yang sudah tua, milik Angkatan Darat. Demikian pengamatan Rachmawati Sukarnoputrí, saat ikut mengantarkan jenazah ayahnya ke Blitar,” Asvi Warman Adam dalam buku Bung Karno Dibunuh Tiga Kali? (2010).
Kepergian Bung Karno pun membawa duka yang mendalam. Soeharto dan Orba, apalagi. Empunya kuasa pun mulai menyampingkan egonya setelah beberapa tahun Bung Karno tiada. Soeharto tergerak untuk melanggengkan pemugaran makam Bung Karno. Ia mengakui jasa Bung Karno besar bagi bangsa Indonesia.
Peletakan batu pertama pemugaran dilakukan pada 21 Juni 1978. Pemugaran pun selesai satu tahun setelahnya. Presiden Soeharto pun bertindak meresmikan makam Bung Karno yang baru dipugar. Soeharto pun berharap makin banyak peziarah yang datang ke makam Bung Karno di Blitar. Keinginan itu terjawab. Saban hari makam Bung Karno tak pernah sepi dari peziarah. Bahkan, makam itu jadi salah satu destinasi wisata penting Blitar.
“Demikianlah menjadi jelas, kenapa saya ditunjuk oleh Presiden Soeharto untuk memugar makam Bung Karno. Peletakan batu pertama pembangunan kawasan makam dilakukan pada 21 Juni 1978, tepat sewindu wafatnya Bung Karno yang wafat pada tanggal 21 Juni 1970 pada usia 69 tahun.”
“Selesai kami pugar, peresmiannya dilaksanakan oleh Presiden Soeharto tepat satu tahun kemudian, di hari peringatan 9 tahun wafatnya Bung Karno, pada hari Kamis tanggal 21 Jumi 1979 pukul 11.00 dengan dihadiri oleh pimpinan MPR, DPR, para menteri dan Jenderal TNI (Purn.) Maraden Panggabean sebagai Menko Polkam Kabinet Pembangunan III. Pada hari itu, satu juta orang hadir di Blitar,” terang Siswono Yudo Husodo dalam buku Negeri Ribuan Pelangi (2022).