Bagikan:

JAKARTA - Diego Armando Maradona adalah salah satu pesepak bola terbaik sepanjang masa. Kiprahnya mengolah si kulit bundar tak perlu diragukan. Ia mampu menjadi bintang lapangan di mana-mana. Bahkan, keterampilan itu telah hadir sejak Maradona masih muda.

Ia dipercaya sebagai ‘mesin gol’ Timnas Argentina kala berlaga dalam Piala Dunia U-20 1979 di Jepang. Pun Timnas Indonesia pernah jadi korban ketangkasannya mencetak gol di babak penyisihan. Maradona membawa Argentina menang atas Indonesia dengan skor besar 5-0.

Argentina tak ubahnya Brasil dalam urusan sepak bola. Kedua negara sepakat memandang Sepak bola sebagai jalan hidup. Suatu jalan hidup untuk keluar dari kubangan kemiskinannya. Kondisi itu membuat tiap orang tua ingin anaknya jadi pemain sepak bola profesional.

Tak terkecuali keluarga Maradona. Mereka ingin Maradona dapat menjelma sebagai pemain sepak bola kesohor dunia. Harapan itu diamini oleh Maradona. Saban hari ia terus berlatih sepak bola. DI jalanan ataupun lapangan.

Kemampuannya bermain sepak bola kian meningkat. Fisik Maradona pun kuat. Insting mencetak golnya ikut bertumbuh. Kombinasi itu membuat banyak klub lokal membicarakan bakatnya. Pucuk dicinta ulam tiba. Kerja keras Maradona pun terbayar. Ia yang masih berusia 16 tahun dipinang oleh klub lokal Argentinos Juniors.

Legenda sepak bola dunia, Diego Armando Maradona. (Wikimedia Commons)

Maradona membuktikan kehebatannya. Segala daya dan upaya dilanggengkannya untuk menjadi salah satu pesepakbola terbaik dunia. Hasilnya gemilang. Ia mencatatkan catatan membanggakan di Argentinos Juniors.

Dalam 166 pertandingan, Maradona dapat melesatkan gol sebanyak 115 Gol. Narasi itu membuat nama Maradona melambung di seantero Argentina. Ia dielu-elukan sebagai bintang masa depan. Maradona pun digadang-gadang dapat membawa Argentina menjadi juara Piala Dunia di masa depan.

“Maradona, baru berusia 16 tahun kala ia memulai debut untuk tim Argentinos Juniors. Sekalipun kondisi politik Argentina sedang kacau. Keahlian Maradona membuat Argentina bak memiliki bintang baru. Narasi politik kemudian tak diperbolehkan masuk ruang ganti Maradona. Hanya sepak bola dan olahraga yang dapat menyentuh mereka.”

“Alhasil, Maradona tidak merokok atau minum. Dia suka berlatih, bahkan ketika petugas klubnya mulai mematikan lampu stadion. Ia memiliki ajian. ia mengajak rekan satu klubnya untuk bertaruh memainkan adu pinalti. Kegemaran itu membuat supir bus klub kerap menunggu dan pulang lama gara-gara Maradona latihan,” terang Guillem Balague dalam buku Maradona: The Boy, The Rebel, The God (2021).

Menggilas Indonesia

Aksi Maradona memukau banyak pihak. Pelatih Timnas Argentina César Luis Menotti, apalagi. Maradona digadang-gadangnya sebagai pencetak gol yang produktif untuk Argentina. Menotti kemudian memintanya untuk masuk ke pusat latihan timnas senior Argentina.

Pemusatan itu dilakukan untuk persiapan Argentina sebagai tuan rumah Piala Dunia 1978. Jauh panggang dari api. Jasa dan keterampilan Maradona belum dibutuhkan Menotti. Konon, Menotti menganggap Maradona masih terlalu muda. Apalagi, Menotti menganggap belum kekurangan mesin gol karena posisi itu sudah dimonopoli Mario Kempes.

Namun, Maradona tak berkecil hati. Semua karena Menotti meminta Maradona untuk membantunya memenangkan Piala Dunia U-20 1979 di Jepang. Maradona tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Argentina kemudian bergabung dalam grup B. Suatu grup yang isi oleh Polandia, Yugoslavia, dan Indonesia.

Fase pertama pertandingan fase grup langsung mempertemukan antara Argentina melawan Indonesia. Argentina pun diramalkan akan menang mudah melawan tim asuhan Soetjipto Soentoro. Narasi itu bukan pepesan kosong belaka.

Timnas Argentina saat menghadapi Indonesia dalam FIFA Matchday di Stadion Utama GBK Senayan, Jakarta pada 19 Juni 2023. (Antara)

Indonesia dianggap dunia bukan sebuah negara sepak bola seperti Brasil atau Argentina. Prediksi itu akhirnya menjadi kenyataan pada 26 Agustus 1979. Stadion Omiya didaulat sebagai arena pembuktian Argentina dan Indonesia.

Timnas Indonesia sudah wanti-wanti betapa bahayanya Maradona. Namun, bola itu bundar dan Maradona bak seorang bintang lapangan hijau. Kapten Timnas Argentina U-20 itu mampu melesatkan dua gol ke gawang Endang Tirtana. Masing-masing di menit 19 dan 39.

Kemudian rekan Maradona, Ramon Diaz mencetak hattrick. Masing-masing di menit 10, 23, 25. Argentina menang dengan skor besar 5-0. Indonesia mau tak mau harus mengakui kehebatan Maradona. Namun, kekalahan itu tak terlalu buruk mengingat level antara Argentina dan Indonesia yang terlampau jauh.

Llevel timnas senior, apalagi. Satu-satu hal yang menjadi berkah pada kekalahan itu adalah Timnas Indonesia menjadi saksi lahirnya seorang bintang. Maradona, namanya. Kemenangan atas Indonesia membuat Maradona dan Argentina percaya diri dapat memenangkan Piala Dunia U-20 Jepang.

Impian itu menjadi nyata kala Argentina menang atas Uni Soviet di final dengan skor 3-1. Argentina pun muncul sebagai jawara Piala Dunia U-20 di Jepang. Langkah itu mengikuti jejak Timnas Senior Argentina yang satu tahun sebelumnya menjadi Pemenang Piala Dunia 1978.

“Pada kejuaraan dunia Juvenile (Youth Worid Cup) atau yang dikenal sebagai Piala Dunia U-20 yang digelar di Jepang pada tahun 1979, Maradona dipercaya menjadi kapten. Timnya bertanding sengit untuk memenangkan kejuaraan junior ini.”

“Di kota Omiya Jepang, tim Argentina ini sempat mencukur tim Indonesia dengan skor 5-0, pada tanggal 26 Agustus 1979. Dua gol di antaranya disarangkan oleh kaki Maradona yang saat itu belum genap 19 tahun umurnya. Akhirnya ia dan timnya memboyong pulang gelar juara dunia junior ini,” ujar Jo Pakagula dalam buku Diego Armando Maradona: Legenda Si Tangan Tuhan (2009).