Repelita I Diresmikan Presiden Soeharto dalam Sejarah Indonesia Hari Ini, 1 April 1969
Soeharto saat dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia kedua pada 27 Maret 1968, salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah Indonesia. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA – Sejarah Indonesia hari ini, 53 tahun yang lalu, 1 April 1969, Rencana Pembangunan Lima Tahun yang pertama (Repelita I) diresmikan oleh Presiden Soeharto. Peresmian itu dilakukan untuk membangun Indonesia.

Pun kehadiran proyek Repelita adalah bentuk ikhtiar pemerintah yang mengharapkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Repelita I pun tepat sasaran. Seluruh targetnya dapat diraih. Antara lain menghadirkan sandang, melimpahnya pangan, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, dan lapangan pekerjaan.

Kehadiran Orde Baru (Orba) sempat menjadi angin segar segenap rakyat Indonesia. Kondisi tak stabil peninggalan Pemerintahan Soekarno ditanggulangi satu demi satu oleh Soeharto. Tak mudah memang. Apalagi pemerintah Orba harus membenahi masalah pelik hiperinflasi yang mencapai 650 persen. Inflasi itu membuat harga barang-barang, termasuk kebutuhan pokok meningkat.

Presiden Soeharto dan Ibu Tien dalam sebuah kunjungan lapangan. (Wikimedia Commons)

Orba pun mulai bersiasat. Empunya kekuasaan mulai mengubah haluan ekonomi. Dari pro timur ke pro barat. Soeharto pun bergerak cepat membentuk tim ahli dalam bidang ekonomi dari lulusan Universitas California Berkeley. Ajian itu jadi titik terang sekaligus solusi dari masalah ekonomi peninggalan Orde Lama.

Tim yang kemudian dikenal sebagai Mafia Berkeley mulai melakukan gebrakan. Mereka melanggengkan kebijakan yang bernafaskan liberasi ekonomi dan pasar besar. Suatu langkah yang paling diingat adalah Mafia Berkeley membuat keran investasi asing ke Indonesia terbuka. Karenanya, Indonesia dapat terbebas dari bahaya kehancuran yang diwariskan pemerintahan era Bung Karno.

Tak hanya itu. Soeharto pun terus melakukan terobosan. Perbaikan hajat hidup rakyat dan pembangunan infrastruktur jadi fokus barunya. Supaya rakyat Indonesia berdaya, pikirnya. Peresmian Repelita I pun muncul sebagai solusi.

 “Repelita l ini merupakan landasan awal pembangunan pertanian di orde baru. Tujuan yang ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup pangan, cukup sandang, perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian.”

“Tentunya akan dikuti oleh adanya perluasan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Titik berat Repelita l ini adalah pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian,” ungkap Annisa Ilmi Faried dan Rahmad Sembiring dalam buku Perekonomian Indonesia (2019).

Presiden Soeharto berdialog dengan Pangdam II/Bukit Barisan Brigjen Leo Lopulisa saat meninjau proyek Kodam II/Bukit Barisan seluas areal 300 hektar pada 1969. (Wikimedia Commons)

Repelita I pun diresmikan oleh Soeharto pada 1 April 1969. Tujuannya jelas. Meningkatkan taraf hidup rakyat Indonesia jadi yang utama. Pembangunan infrastruktur pun menyusul setelahnya. Alhasil, program Repelita I sukses. Targetnya sebagai besar tercapai. Dari pengingkatan produksi pangan hingga perluasan lapangan kerja.

Namun, keberhasilan itu harus dibayar mahal. Utang luar negeri Indonesia membengkak karenanya. Bahkan utang yang diperoleh pemerintah Orba sudah melewati utang yang dibuat pemerintahan Orde Lama. Sebab, satu-satunya ajian pemerintah Orba dalam menjalankan program Repelita I adalah menggunakan modal asing.  

 “Dalam Repelita I ini, investasi pemerintah lebih ditanamkan pada bidang usaha yang menghasilkan dampak yang paling besar, seperti pertanian, infrastruktur ekonomi, dan perluasan industri ekspor dan pengganti impor.”

“Tiga perempat pengeluaran pada Repelita I dibiayai dari pinjaman asing, yang jumlahnya membengkak hingga 877 juta dolar US pada akhir periode. Pada tahun 1972, utang asing baru yang diperoleh sejak tahun 1966 sudah melebihi pengeluaran saat Soekarno berkuasa,” tutup M.C. Ricklefs dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2005).