Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 53 tahun yang lalu, 14 Juni 1969, Ali Sadikin dan Presiden Soeharto membuka gelaran Jakarta Fair (Pekan Raya Jakarta). Pembukaan itu dilakukan dengan menekan tombol yang menyalahkan listrik di seluruh area pameran. Perayaan itu adalah kedua kalinya Jakarta Fair diselenggarakan.

Sebelumnya, Ali Sadikin ingin mengembalikan keramaian hajatan Pasar Gambir. Sebuah acara pada zaman Belanda yang diselenggarakan untuk memperingati penobatan Ratu Wilhelmina. Pasar Gambir kerap ramai dan kesohor pada zamannya.

Sejak zaman Belanda, Batavia tak pernah kekurangan hiburan. Empunya kekuasaan selalu memiliki siasat untuk membuat panggung hiburannya sendiri. Sekelas pasar malam pun acap kali digarap serius oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Pasar Gambir namanya.

Ibu Tien Soeharto mengunjungi sebuah stand meubel dalam APHJ/PRJ Jakarta Fair 1977. (Perpusnas)

Gelaran itu dimulai pada 1906. Hajatan itu dilaksanakan untuk memperingati penobatan Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus 1898. Pun pelaksanaannya dimulai dari 31 Agustus hingga pertengahan September tiap tahun di Koningsplein (Kini: kawasan Monumen Nasional). Acara itu kemudian jadi gelaran yang ditunggu-tunggu segenap penduduk Batavia.

Hiburannya yang lengkap adalah daya tarik utama. Apalagi, Pasar Gambir menjanjikan kehadiran hiburan untuk anak-anak hingga orang dewasa. Dari pertandingan tinju hingga panggung musik. Kala Indonesia merdeka konsep acara itu tak serta-merta dihilangkan. Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin yang menjabat dari 1966-1977 kerap terngiang-ngiang kemegahan dari Pasar Gambir. sebab, ia selalu didongengkan oleh kakak-kakaknya terkait keseruan pasar malam itu.

Alih-alih Cuma mendengar Ali Sadikin pun membuat Pasar Gambir versinya sendiri pada 1968. Jakarta Fair namanya. perayaan itu dilakukan dalam rangka merayakan Hari Ulang Tahun Jakarta. Jakarta Fair pun berlangsung selama kurang lebih dua bulan berturut-turut.

Pembukaan Jakarta Fair 1969. (Perspusnas)

“Kenangan itulah yang membuka pikiran saya untuk mengadakan Jakarta Fair di Jakarta. Begitu sebutannya pada mulanya: Jakarta Fair. Tapi di tengah perjalanannya saya ganti sebutannya dengan Pekan Raya Jakarta.”

“Berbarengan dengan usaha mengurangi sebutan-sebutan dalam bahasa asing di tengah kehidupan di ibu kota ini. Ya, ada masanya saya kumandangkan suara saya untuk mempergunakan lebih banyak sebutan-sebutan dalam bahasa asing,” cerita Ali Sadikin sebagaimana ditulis Ramadhan K.H. dalam buku Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977 (1992).

Ali Sadikin beranggapan Jakarta Fair adalah wadah yang sangat dibutuhkan oleh warganya. Sebab, Jakarta sendiri memiliki tak memiliki tempat hiburan yang melimpah. Kedatangan Jakarta Fair pun dianggap sebagai upaya mencukupi tempat hiburan di Jakarta. Sekalipun pelaksanaannya hanya dua bulan tiap tahun.

GUbernur DKI Jakarta, Ali Sadikin mendampingi Presiden Soeharto dan Ibu Tien dalam pembukaan Jakarta Fair I 1968. (Pustaka Sinar Harapan)

Pada peresmian Jakarta Fair yang pertama pada 1968, Presiden Soeharto berkenan hadir untuk menyaksikan hajatan besar milik Jakarta. Demikian pula pada hajatan Jakarta Fair kedua pada 1969.

Soeharto tak hanya sebagai tamu, tapi ia dan Ali Sadikin ikut membuka hajatan besar itu dengan secara simbolis menekan tombol yang menyalakan listrik seluruh area pameran. Ibu Tien Soeharto juga turut andil dengan memotong pita, tanda Jakarta Fair 1969 resmi dibuka.  

“Sabtu, 14 Juni Presiden Soeharto dengan didampingi oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin dan ketua penyelenggara Ir. Oemar Tusin, sore ini membuka Jakarta Fair 1969, dengan menekan tombol yang menyalakan penerangan di seluruh area pameran,” tertulis dalam buku Jejak langkah Pak Harto: 28 Maret 1968-23 Maret 1973 (1991).