Bagikan:

JAKARTA - Memori hari ini, 10 tahun yang lalu, 27 September 2012, segenap umat Islam Indonesia mengelar peringatan 1.000 hari wafatnya mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Perngatan itu berpusat di kediaman Gus Dur, Ciganjur, Jakarta Selatan.

Tokoh nasional pun turut hadir. Antara lain Quraish Shihab, Mustofa Bisri (Gus Mus), Mendikbud M. Nuh, Habib Syekh Abdul Qodir, Ketum PBNU Said Aqil Siradj, dan Ketum GP Ansor Nusron Wahid. Haul Gus Dur pun tak hanya di Jakarta, tapi didaerah lainnya juga.

Gus Dur adalah sosok fenomenal. Ia dapat menjelma sebagai apa saja. Ia tak melulu dikenal sebagai ahli agama, tapi Gus Dur dapat menguasai bidang lainnya. Dari seni hingga film. Pun Gus Dur acap kali menempatkan dirinya untuk menyuarakan kepentingan rakyat.

Suanana tahlilal dalam peringatan 1000 hari Gus Dur wafat, di rumahnya di kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan pada 27 September 2012. (Istimewa)

Ia menolak keras kuasa Orde Baru (Orba) yang ingin mengambil tanah rakyat untuk mega proyek. Dalam proyek Waduk Kedung Ombo, misalnya. Ia terjun ke lapangan. Memberikan dukungan, juga bantuan. Kedekatan itu membuat Gus Dur jadi sosok spesial dan tak tergantikan di hati rakyat Indonesia. Apalagi ketika Gus Dur menjelma sebagai orang nomor satu di Indonesia.

Gus Dur begitu dicintai. Aksinya selalu ditunggu. Demikian pula kelakarnya. Namun, kenangan tinggal kenangan. Gus Dur meninggal dunia pada 30 Desember 2009. Segenap rakyat Indonesia pun berduka. Kepergiannya membawa duka yang mendalam.

Apalagi figur yang dikenal cerdas, sederhana, dan pecinta damai itu kerap membela hajat hidup orang banyak. Gus Dur acap kali berpihak pada kepentingan rakyat, dibanding kepentingan golongan. Itulah yang membuat sosok Gus Dur tiada duanya.

“Isak tangis dan cucuran air mata umat yang menyertai prosesi pemakaman Gus Dur sesungguhnya tidak bermaksud menentang kematian, sesuatu yang sudah pasti. Tetapi ini lebih merupakan ungkapan rasa kehilangan yang mendalam, dan berharap umat mampu melenyapkan penderitaan dari pikiran, lalu mencari celah ‘cinta’ yang bisa diteruskan dari diri almarhum.”

“Semua orang akan menemui kematian, tak terkecuali Gus Dur. Bahkan, Nabi Muhammad SAW yang merupakan ‘kekasih; dan utusan Allah, juga merasakan kepedihan saat mau menjemputnya. Rintihan terdengar dari bibirnya yang suci, berulang kali ia terlihat gundah. Dari keningnya, bulir-bulir keringat kecemasan mengalir deras. Tangan Rasulullah SAW mengadah dan bergetar hebat, membuat semua yang hadir menangis,” ungkap Maman Imanulhaq Faqieh dalam buku Fatwa dan Canda Gus Dur (2010).

Putri keempat Gus Dur, Inayah Wahid saat berziarah ke makam ayahnya di Kompleks Tebuireng, Jombang, Jawa Timur pada Selasa 4 Agustus 2015. (Antara/Zabur Karuru)

Kerinduannya akan sosok Gus Dur tampaknya tak lekas berakhir. Malahan saban hari makin bertambah. Puncaknya, segala macam elemen masyarakat menggelar secara serentak peringatan 1.000 hari wafatnya Gus Dur di berbagai daerah pada 27 September 2012.

Namun, peringatan inti tetap berada di kediaman Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan. Peringatan itu dihadiri ribuan orang. Tokoh nasional pun ikut berpartisipasi. Antara lain Quraish Shihab, Mustofa Bisri (Gus Mus), Mendikbud M. Nuh, Habib Syekh Abdul Qodir, Ketum PBNU Said Aqil Siradj, dan Ketum GP Ansor Nusron Wahid.

“Kita perlu garis bawahi, bahwa acara kita ini, acara haul ini, adalah salah satu ajaran penting dalam agama Islam yang ditekankan oleh Al Quran dan sunnah. Kalau kita berbicara tentang Gus Dur. Tidak mudah membicarakan tokoh ini. Karena tidak mudah menemukan kunci kepribadian almarhum. Bahkan, bisa terkesan ada semacam kontradiksi dari sikap-sikap beliau.”

“Beliau itu serius tetapi suka bercanda. Dalam hal-hal serius sering kali kita dengar Gus Dur berucap: gitu aja kok repot. Serius dan bercanda bertolak belakang, tetapi tidak harus dipertentangkan. Gus Dur seseorang yang sangat rasional, tetapi dalam saat yang sama beliau percaya suprarasional yang terkadang bagi orang-orang yang tidak mengerti dinamai irasional,” ungkap Quraish Shihab dalam tausiahnya.