Deklarasi Bunaken Ditandatangani Presiden B.J. Habibie, 26 September 1998
Seorang pengunjung menyelam di Taman Nasional Nasional Bunaken, Sulawesi Utara yang terkenal memiliki keindahan dan kekayaan biota laut luar biasa. (Antara/Yudhi Mahatma)

Bagikan:

JAKARTA - Hari ini, 24 tahun yang lalu, 26 September 1998, Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie menandatangani Deklarasi Bunaken. Penandatanganan itu dilakukan oleh Habibie di Manado, Sulawesi Utara. Deklarasi itu jadi salah tonggak yang mengingatkan kembali kekayaan lautan Indonesia.

Apalagi belakangan pembangunan hanya mengarah kepada sektor darat saja. Sedang upaya memajukan sektor maritim mandek. Karenanya, upaya memajukan sektor kelautan digalakkan kembali, pikir Habibie.

Gaung kebesaran Indonesia sebagai negara maritim tiada dua. Faktanya sudah bergaung di mana-mana. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Narasi itu dibuktikan dengan Indonesia memiliki 17 ribu pulau yang membentang sepanjang 5 ribu km.

Artinya, jika potensi kelautan Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal, mimpi Indonesia jadi negara besar bukan cuma pepesan kosong belaka. Mimpi itu harus disertai oleh upaya nyata. Tak bisa tidak. Bung Karno sendiri bahkan sempat menganggap penting urusan pengembangan maritim Indonesia.

Menurutnya, gelora semangat maritim harus dinyalakan. Maritim adalah kunci Indonesia dapat meraih imej negara kuat, makmur, dan damai. Dalam konteks itu, Bung Karno ingin Indonesia punya armada maritim yang kuat. Mimpi itu berhasil dicapai.

Almarhum Presiden ke-3 Indonesia, B.J. Habibie dalam sebuah acara diskusi di Universitas Indonesia, Jakarta. (fia.ui.ac.id)

Kala itu, Indonesia sempat memiliki 12 kapal selam jenis whiskey. Kapal itu disiagakan untuk operasi Trikora (Tri Komando Rakyat) untuk merebut Irian Barat. Kehadiran kapal selam itu buat Indonesia digadang-gadang sebagai negara dengan armada laut terkuat di Asia Tenggara. Namun, penguatan bidang maritim lain belum sempat berjalan. Semuanya karena Soekarno keburu lengser.

“Namun demikian, Presiden Soekarno belum memiliki waktu yang cukup untuk merubah orientasi bangsa dari land-based menjadi maritime based concept. Belum lagi usia republik yang masih muda dan terus terganggu dengan kondisi politik, ekonomi, dan stabilitas kemananan nasional saat itu, menjadikan visi maritim Presiden Soekarno belum dapat terimplementasikan dengan optimal,” ungkap Dickri Rizanni Nurdiansyah dalam buku Strategi dan Pertahanan Maritim Nusantara (2020).

Kepemimpinan penerus Bung Karno, Soeharto dan Orde Barunya tak banyak membawa perubahan bagi sektor maritim. Pembangunan yang berorientasi darat masih jadi primadona. Narasi perubahan baru digaungkan kala Habibie menggantikan Soeharto sebagai orang nomor satu Indonesia.

Habibie melihat kekuatan maritim bukan cuma sebagai jargon belaka. Baginya, maritim adalah kekuatan sebenarnya dari Indonesia. Pembangunan berorientasi maritim pun dicanangkan olehnya. Ia pun makin menekankan pentingnya maritim dengan menandatangani Deklarasi Bunaken di Manado, Sulawesi Utara, pada 26 September 1998.

Isi Deklarasi Bunaken yang ditandatangani Presiden B.J Habibie pada 26 September 1998. (slideserve.com)

Isi deklarasi itu antara lain adalah komitmen bangsa Indonesia untuk melindungi, memelihara, dan melestarikan kelautan. Pun potensi kekayaan yang terkandung dalam dunia kelautan harus dapat digunakan secara optimal untuk kemajuan segenap rakyat Indonesia.

Deklarasi Bunaken dideklarasikan oleh Presiden B.J. Habibie pada 26 September 1998 bertepatan dengan pencanangan tahun 1998 sebagai Tahun Bahari Indonesia. Deklarasi ini merupakan salah satu tonggak pembangunan kelautan Indonesia dan merupakan upaya memanfaatkan kembali laut, setelah pembangunan yang dilaksanakan di era sebelumnya lebih berorintasi darat (land-based development). Diharapkan dari deklarasi ini semua jajaran pemerintah dan masyarakat memberikan perhatian untuk pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan potensi kelautan Indonesia,” terang Endang Bidayani dalam buku Ekonomi Sumber Daya Pesisir yang Tercemar (2014).