Soeharto Mundur setelah 32 Tahun Jadi Presiden RI dalam Sejarah Hari Ini, 21 Mei 1998
Presiden Soeharto (Sumber: Commons Wikimedia)

Bagikan:

JAKARTA - Tanggal 21 Mei 1998, tepatnya pukul 09.00 WIB adalah titik balik bagi masyarakat Indonesia. Setelah memimpin selama 32 tahun, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya.

Sebelum mengundurkan diri, banyak aksi dan peristiwa yang mendesak Soeharto untuk menanggalkan jabatannya. Pada 12 Mei terdapat Tragedi Trisakti yang menewaskan empat mahasiswa dalam aksi demonstrasi.

Lalu, ada aksi pada 18 Mei 1998, di mana massa dari kalangan mahasiswa yang berhasil menguasai kompleks gedung MPR/DPR. Rentetan tekanan itu mendesak leher kekuasaan Soeharto.

Soeharto temui ulama dan tokoh masyarakat

Pada 19 Mei 1998, Soeharto bertemu dengan ulama dan tokoh masyarakat, di antaranya Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid, Emha Ainun Nadjib, Direktur Yayasan Paramadina Nucholish Madjid, dan Ketua Majelis Ulama Indonesia Ali Yafie, Prof Malik Fadjar (Muhammadiyah).

Saat pertemuan itu Soeharto menyatakan akan me-reshuffle Kabinet Pembangunan VII dan mengganti namanya menjadi Kabinet Reformasi. Nurcholish menyatakan gagasan reshuffle kabinet dan membentuk Komite Reformasi itu murni dari Soeharto, bukan usulan mereka.

Meski Soeharto telah memberikan berbagai gagasan, namun sudah ada tanda-tanda bahwa ia akan mengundurkan diri. Namun, ada dua orang yang tidak setuju Soeharto mengundurkan diri. Hal tersebut dianggap tidak menyelesaikan masalah.

Pengunduran diri Soeharto (Sumber: Commons Wikimedia)

Namun di sisi lain tidak sedikit juga pihak yang secara tegas meminta Soeharto agar mundur. Salah satunya adalah pernyataan dari Ketua DPR/MPR Harmoko usai Rapat Pimpinan DPR pada 18 Mei 1998.

Mengutip Kompas, Jumat, 21 Mei, Harmoko menyatakan demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para wakil ketua, mengharapkan agar Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden secara arif dan bijaksana.

Akhirnya, pada 21 Mei 1998, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya. Rasa kecewa jelas terlihat.

Dalam pidatonya, Soeharto menyatakan: Saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan ke-7, namun demikian kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud, karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut.

Merenggangnya hubungan Soeharto dan Habibie

Habibie dilantik sebagai Presiden RI menggantikan Soeharto (Sumber: Commons Wikimedia)

Tak menunggu lama. Wakil Presiden Republik Indonesia saat itu, BJ Habibie, langsung disumpah sebagai presiden.

Setelah mengucap sumpah jabatan, Habibie dan Soeharto bersalaman tanpa mengucap sepatah kata pun. Suasana menegang di antara keduanya hingga Soeharto meninggalkan ruangan.

Tak disangka. Pertemuan tersebut merupakan yang terakhir antara keduanya. Mengutip Historia, Habibie sempat berbicara melalui telepon pada 9 Juni 1998, sehari setelah Soeharto berulang tahun.

Selain mengucapkan selamat, saat itu Habibie juga meminta Soeharto untuk bertemu. Namun Soeharto menolaknya.

“Tidak menguntungkan bagi keadaan sekarang, jikalau saya bertemu dengan Habibie. Laksanakan tugasmu dengan baik, saya hanya dapat melaksanakan tugas sampai di sini saja. Saya sudah tua,” kata Soeharto.

Sejak itu Soeharto tak pernah mau bertemu Habibie. Dalam tulisannya di Detik-Detik yang Menentukan, Habibie mengatakan hingga tugas kepresidenanya berakhir, ia tidak pernah berhasil bertemu dengan Soeharto, meski Habibie mengusahakan banyak cara.

“Saya yakin Pak Harto mempunyai alasan tersendiri, dan mungkin beranggapan sebaiknya saya tidak mengetahuinya. Saya ikhlas kalau memang begitu kehendak Pak Harto … Dan sejarah jualah nanti yang akan mengungkap teka-teki kemisteriusan ini,” kata Habibie.

*Baca Informasi lain soal SOEHARTO atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

SEJARAH HARI INI Lainnya