Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 23 tahun yang lalu, 14 Februari 2000, mantan Presiden Soeharto tak memenuhi panggilan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait isu korupsi. Soeharto dikabarkan sakit parah. Ia kesulitan berkomunikasi secara verbal.

Sebelumnya, pemerintahan Gus Dur menganggap Soeharto telah melanggengkan korupsi di masa lalu. Kekayaan Soeharto pun diusut. Sekalipun empunya kuasa memberikan opsi memaafkan Soeharto. Semua itu asalkan Soeharto mau mengembalikan dana yang dikorupsi.

Praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di masa pemerintahan Orde Baru tiada dua. Kepemimpinan Soeharto ada di baliknya. Ia mampu mengontrol segala hal. Apalagi ia menjadikan militer sebagai alat kuasanya.

Tiada pejabat yang bernyali menentangnya. Ambisi politik pun didapat. Kemudian, Soeharto mulai beralih ke ambisi lainnya: kekayaan. Soeharto mulai memberikan ruang kepada keluarganya –Keluarga Cendena-- untuk membangun bisnis. Bisnis itu kebanyakan dari proyek strategis pemerintah.

Kuasa Presiden Soeharto memanfaatkan pengaruhnya baru berakhir kala ia lengser pada 1998. Isu-isu KKN lainnya bermunculan ke permukaan. Pun Soeharto dituduh menggelapkan uang negara dengan jumlah yang cukup besar.

Soeharto didampingi putri sulungnya, Siti Hardiyanti Rukmana kala meninggalkan Istana Merdeka beberapa saat setelah mengundurkan diri sebagai Presiden RI pada 21 Mei 1998. (Wikimedia Commons)

KKN itu diduga dilanggengkan Soeharto dengan cara membentuk yayasan khusus untuk mengumpulkan sumbangan. Opsi itu membuat yayasan bentukannya mendapat suntikan dana besar. Pun uangnya digunakan untuk kepentingan Soeharto. Pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pun ambil sikap. Presiden Indonesia ke-4 itu minta kekayaan Soeharto segera diinvestigasi.

“Gus Dur pada 1 November 1999 meminta Jaksa Agung Marzuki Darusman untuk membuka kembali kasus Soeharto. Marzuki menindaklanjuti permintaan Gus Dur dengan mengeluarkan surat pencabutan SP3 kasus Soeharto pada 6 Desember 1999, sehingga penyelidikan dilanjutkan dengan fokus Soeharto sebagai ketua dari tujuh yayasan, yaitu Dharmais, Supersemar, Dakab, Gotong Royong, Amal Bhakti Muslim Pancasila, Trikora, dan Dana Sejahtera Mandiri.”

“Meski dalam berbagai kesempatan Gus Dur menyatakan keinginannya untuk memberi ampunan ke Soeharto asalkan menyerahkan kepada negara sebagian harta yang diduga hasil KKN. Dalam surat dakwaan dikatakan hanya berkaitan dengan pengelolaan dan yayasan maka mengakibatkan kerugian negara 1,4 triliun rupiah dan 419 juta USD,” ungkap Virdika Rizky Utama dalam buku Menjerat Gus Dur (2020).

Pengusutan terkait kasus korupsi mantan Presiden Soeharto pun tak kunjung mendapatkan angin segar. Semua karena semenjak lengser Soeharto kerap sakit. Ia terkena stroke ringan. Namun, pemerintahan Gus Dur tetap menjalankan investigasinya. Sebab, uang negara yang ingin diselamatkan cukup besar.

Kejagung pun memanggil mantan Presiden Soeharto 14 Februari 2000. Namun, Soeharto tak datang. Soeharto berasalasan sakit. Jenderal yang memerintah Indonesia 32 tahun itu dikabarkan kesulitan melakukan komunikasi secara verbal.

Empunya kuasa tak tinggal diam. Sebagai langkah antisipasi sekaligus memastikan kesehatan Soeharto, Kejagung membentuk tim dokter. Semuanya untuk memastikan Soeharto dapat diadali dalam kondisi yang prima.

“Soeharto tak memenuhi panggilan Jaksa Agung pada tanggal 14 Februari 2000 dengan alasan sakit. Kemudian kesehatan Soeharto diperiksa tim dokter sebanyak 23 dokter dari dibentuk oleh Kejaksaan Agung,” terang Adnan Buyung Nasution dalam buku Pergulatan Tanpa Henti Volume 3 (2004).