Memori Hari Ini, 8 Agustus 2000: Mantan Presiden Soeharto Didakwa Gelapkan Uang Negara 571 Juta Dolar AS
Ibu Tien Soeharto sedang menghitung uang dalam acara pengumpulan dana "Gotong Royong" untuk kemanusiaan, disaksikan Presiden Soeharto dan Tutut Soeharto di Jakarta pada 1986. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 22 tahun yang lalu, 8 Agustus 2000, Jaksa Agung Marzuki Darusman secara resmi mendakwa mantan Presiden Soeharto menggelapkan uang negara sebanyak 571 juta dolar AS, atau sekitar Rp8,5 triliun kurs saat ini (2022). Penggelapan uang itu diduga mengucurkan kepada tujuh yayasan. Lima yayasan yang paling besar antara lain Dakab, Dharmais, Supersemar, Tritura, dan Amal Bhakti Muslim Pancasila.

Sebelumnya yayasan itu dibangunnya untuk menghimpun dana tujuan sosial. Realitanya berbeda. Yayasan disinyalir untuk memperkaya Soeharto dan kroninya.

Jejak kontroversi Soeharto dan Orde Baru (Orba) bejibun. Kekuasaan besar yang dimiliki Soeharto jadi muaranya. Tiada yang tak mungkin baginya. Ia mampu mengubah paradigma politik Indonesia dari politik mercusuar beralih ke paradigma pembangunan ekonomi. Siasat itu berhasil sementara waktu.

Tajuk kepemimpinannya pun awet. Ia juga menggunakan militer untuk mengontrol beragam sektor. Antara lain keamanan, ekonomi, dan politik. Semuanya demi ambisi politik Soeharto. Karenanya, ia pun dijuluki Bapak Pembangunan hingga Bapak Swasembada Pangan.

Presiden Soeharto dalam sebuah acara kunjungan kenegaraan ke Belanda pada 1970. (Wikimedia Commons)

Ambisi politik telah didapat. Presiden Soeharto pun beralih untuk memupuk kekayaan dan kesejahteraan keluarganya. Alias Soeharto mulai memberi ruang kepada keluarga yang lazim dikenal Keluarga Cendana untuk berbisnis. The Smiling General menjamin segala macam kelancaran bisnis keluarganya.

Istri, anak, hingga menantu tinggal membawa nama Soeharto ke mana-mana. Pinjaman bank mampu didapat, demikian pula untuk akses segala macam izin. Bahasa mudahnya: bawa nama Soeharto, segala macam urusan beres. Apalagi Soeharto sebagai orang nomor satu Indonesia memiliki kekuatan untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat negara.

“Sepertinya tak ada yang tak mungkin bagi Soeharto. Bahkan, ia bukan hanya mengangkat menteri, tetapi juga mengangkat seluruh jajaran eksekutif seperti gubernur, wali kota, bupati. Gubemur Bank Sentral, bahkan sebagian anggota parlemen yang tidak dipilih langsung. Pengangkatan Hakim Agung dan Ketua Mahkamah Agung tergantung kepada Soeharto.”

“Dalam bidang bisnis, ia juga memilih Direktur Utama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) apalagi yang sangat vital seperti Pertamina, kebijakan yang penting dari BUMN terscbut juga menunggu persetujuan dia. Pemilihan itu bukan dari rakyat, melainkan presiden. Soeharto mulai memberi ruang kepada keluarganya yang lazim dikenal Keluarga Cendana untuk mulai berbisnis,” ungkap Femi Adi Soempono dalam buku Mereka Mengkhianati Saya: Sikap Anak-Anak Emas Soeharto di Penghujung Orde Baru (2008).

Pada 8 Agustus 2000 mantan Jaksa Agung, Marzuki Darusman mendakwa mantan Presiden Soeharto merugikan keuangan negara sebesar 571 juta dolar AS. (Antara)

Borok itu semakin terlihat ketika Soeharto tak lagi berkuasa. Negara mulai mengusut segala macam aliran uang negara yang diduga digelapkan oleh Soeharto. Empunya kekuasaan telah mencium gelagat korupsi selama Soeharto berkuasa.

Kejaksaan Agung menemukan indikasi Soeharto mengali uang milik negara kepada tujuh yayasan yang dimiliki Soeharto dan kroninya. Karenanya, Jaksa Agung Marzuki Darusman resmi mendakwa mantan Presiden Soeharto telah menggelapkan uang negara sebanyak 571 juta dolar AS, atau sekitar Rp8,5 triliun (kurs 2022) pada 8 Agustus 2000.

“Kenyataannya, Soeharto menggunakan yayasan-yayasan ini untuk menghindari pajak dan untuk mengumpulkan kekayaan dengan cara mengaburkan perbedaan antara perusahaan publik dan perusahaan swasta. Soeharto kemudian mengumpulkan sumbangan dari perusahaan-perusahaan swasta dan negara untuk yayasan-yayasan ini melalui keputusan-keputusan presiden.”

“Untuk alasan inilah, maka pada 8 Agustus 2000, Soeharto secara resmi didakwa oleh Jaksa Agung karena menggelapkan total uang sebesar US$ 571 juta dari tujuh yayasan yang diketuainya ketika masih menjabat sebagai Presiden, dan diindikasikan melanggar suatu pasal dari Undang-Undang Anti Korupsi tahun 1971. Bila terbukti bersalah, dapat menyebabkan Soeharto dipenjara seumur hidup,” ungkap George Junus Aditjondro dalam buku Korupsi Kepresidenan (2006).