JAKARTA - Pada 29 Desember 1998, Pemimpin Khmer Merah, Khieu Samphan dan Nuon Chea, meminta maaf atas perbuatan mereka dalam teror yang membuat 1,7 juta nyawa orang Kamboja melayang. Nuon Chea mengatakan bahwa kematian itu terjadi karena ingin memenangkan perang. Ia juga meminta maaf atas nyawa hewan-hewan yang berjatuhan.
Mengutip The Guardian, kedua pemimpin Khmer Merah tersebut diketahui mendapat amnesti dan akan memiliki kekebalan hukum. Mereka membelot dari pemimpin Khmer Merah lainnya, Ta Mok, setelah Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Sen menjanjikan kekebalan hukum dengan mengatakan 'kita harus menggali lubang dan mengubur masa lalu.'
PM Hun Sen pernah mengatakan bahwa ia mendukung tuntutan pengadilan internasional untuk mengadili penjahat perang Khmer Merah. Tapi di sisi lain, ia mengatakan pengadilan mungkin menyebabkan kembalinya perang saudara.
Baik partainya maupun partai oposisi utama, Funcinpec, meminta dukungan dari unit-unit Khmer Merah yang membelot. Hun Sen mengatakan bahwa kedua pria itu ingin bergabung kembali dengan masyarakat dan seharusnya disambut bukan dengan borgol tetapi dengan 'buket bunga.'
Khieu Samphan dan Nuon Chea memiliki tugasnya masing-masing. Khieu Samphan memimpin pasukan yang mempelopori penggusuran Phnom Penh ketika Khmer Merah mengambil alih pada 1975. Ia juga menjadi presiden dan kepala angkatan bersenjata serta memiliki peringkat yang sama dengan Pol Pot.
Sementara itu Nuon Chea, mengendalikan Partai Komunis Kamboja, dan disebut sebagai 'Saudara Nomor Dua' atau nomor dua setelah Pol Pot. Dalam beberapa minggu setelah kemenangan Khmer Merah, dia menyampaikan pidato yang memerintahkan pejabat partai untuk 'memurnikan' negara. Hal tersebut diketahui sebuah kata sandi untuk membunuh siapa pun yang dicurigai memiliki hubungan dengan pemerintah sebelumnya.
Orang-orang yang selamat dari 'ladang pembantaian' rezim Khmer Merah menolak permintaan maaf tersebut. Mereka menyerukan agar para pelaku pertumpahan darah itu untuk diadili. Thomas Hammarberg, Perwakilan Khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia di Kamboja, mengatakan akan 'sangat menyedihkan' jika mereka berdua lolos dari pengadilan.
Namun pada 19 September 2007, Khieu Samphan dan Nuon Chea ditahan oleh pihak berwenang atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan menerima hukuman seumur hidup. Pengacaranya segera mengumumkan bahwa mereka akan banding atas vonis tersebut. Selain atas kejahatan kemanusiaan, keduanya juga diadili dalam persidangan terpisah atas tuduhan genosida.
Khieu Samphan diputuskan bersalah pada 16 November 2018 atas kejahatan genosida terhadap orang-orang Vietnam. Putusan tersebut menekankan bahwa Khieu Samphan "mendorong, menghasut, dan melegitimasi" kebijakan kriminal yang menyebabkan kematian warga sipil "dalam skala besar" termasuk jutaan orang yang dipaksa masuk ke kamp kerja paksa untuk membangun bendungan dan jembatan serta pemusnahan massal orang Vietnam. Nuon Chea meninggal pada 4 Agustus 2019.
Kekejaman rezim Khmer Merah
Khmer Merah merupakan gerakan komunis radikal yang memerintah Kamboja dari 1975 hingga 1979. Khmer Merah berhasil memeritah setelah memenangkan kekuasaan melalui perang gerilya. Konon Khmer Merah didirikan pada 1967 sebagai sayap bersenjata Partai Komunis Kampuchea.
Mengutip Britannica, pada April 1975, pasukan Khmer Merah melancarkan serangan kemenangan di ibu kota Phnom Penh dan mendirikan pemerintahan nasional untuk memerintah Kamboja. Pemimpin militer Khmer Merah, Pol Pot, menjadi perdana menteri yang baru.
Pemerintahan Khmer Merah selama empat tahun berikutnya ditandai oleh beberapa ekses terburuk dari pemerintahan Marxis mana pun di abad ke-20. Diperkirakan 1,7 juta bahkan ada yang menyebutnya hingga 2 juta orang , meninggal akibat dibantai. Kebanyakan dari mereka adalah profesional dan ilmuwan di negara itu.
Pemerintah Khmer Merah digulingkan pada 1979 saat menyerang pasukan Vietnam, yang memiliki pemerintahan boneka yang ditopang oleh bantuan dan ahli di Vietnam. Khmer Merah kemudian mundur ke daerah-daerah terpencil dan melanjutkan perang gerilya dan beroperasi dari pangkalan-pangkalan di dekat perbatasan dengan Thailand dan memperoleh bantuan dari China.
*Baca Informasi lain soal SEJARAH HARI INI atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.
SEJARAH HARI INI Lainnya
BACA JUGA: