JAKARTA – Sejarah hari ini, 32 tahun yang lalu, 14 November 1991, Bapak Kemerdekaan, Norodom Sihanouk kembali ke Kamboja setelah diasingkan 20 tahun di China. Kepulangannya disambut dengan gegap gempita. Ribuan orang tumpah ruah menyambutnya di Bandara Internasional Phnom Penh.
Sebelumnya, Sihanouk dianggap sebagai raja dan pemimpin berintegritas. Ia bak pahlawan yang mengusir penjajah Prancis dari negeri berjuluk Tanah Kedamaian dan Kemakmuran. Sihanouk pun bersekutu dengan gerakan komunis radikal, Khmer Merah.
Hidup bak raja tanpa mahkota pernah dirasakan Norodom Sihanouk. Ia dinobatkan sebagai Raja Kamboja pada 1941. Suatu tahun yang notabene Kamboja masih dikuasai pemerintah kolonial Prancis. Otomatis kuasanya jadi terbatas.
Sihanouk tentu saja tak gentar dengan penjajah Prancis. Agenda kemerdekaan terus disuarakannya dalam forum internasional. Bahkan, ia sengaja berkeliling demi Kamboja merdeka. Penjajahan Prancis ditelanjanginya secara gamblang di panggung internasional.
Perjuangan itu membawakan hasil. Ia menjelma bak simbol persatuan nasional. Gejolak rakyat Kamboja menantikan kemerdekaan muncul di mana-mana. Hasilnya gemilang. Kemerdekaan Kamboja diraih pada 1953. Rakyat pun menjulukinya sebagai Bapak Bangsa.
Karier politiknya moncer. Ia mampu memimpin Kamboja dengan baik. Namun, statusnya sebagai raja coba dilepas pada 1955. Gelar Raja kemudian diserahkan kepada ayahnya, Norodom Suramarit. Ia lebih memilih menjalankan tugas barunya sebagai Perdana Menteri Kamboja.
Namun, rakyat bak tetap mengakuinya sebagai raja. Kuasa itu dibuktikan karena rakyat Kamboja kerap mendukungnya dalam tiap kontestasi politik. Namun, kepemimpinan Sihanouk mulai berpihak kepada China.
Dukungan itu diperlihatkan dengan keinginannya bersekutu dengan gerakan komunis radikal Khmer Merah. Nyatanya, Khmer Merah tak selamanya ingin bersekutu dengan Sihanouk. Pemimpin Kamboja itu digulingkan oleh Khmer Merah.
Penggulingan itu dilanggengkan kala Sihanouk melanggengkan tur luar negeri pada 1970. Sihanouk sempat mengambil alih kekuasaan pada 1975. Namun, ia mengundurkan diri satu tahun setelahnya. Sihanouk digantikan oleh Pol Pot yang radikal.
Pengunduran diri itu membuat Sihanouk nelangsa. Khmer Merah menjadikannya tahanan rumah pada 1979. Setelahnya, raja itu diasingkan ke China.
“Pangeran Sihanouk sebagai simbol rujuk nasional mewakili kepentingan China, dalam arti keunggulan politik sang pangeran diharapkan menangkal pengaruh Vietnam yang sudah lama dirintis di Indocina. Yang kini diperdebatkan adalah kemampuan Sihanouk mendirikan orde politik baru, yang dapat menjadi wadah untuk menjinakkan dan merukunkan kembal keempat faksi.”
“la memang berhasil pada masa lalu, tapi hanya dalam periode terbatas. Selama 1955 sampai digulingkan pada 1970, Sihanouk berkuasa lewat pemilu, sebagai pemimpin Masyarakat Sosialis Populer yang punya massa Masalahnya Sihanouk sekarang sudah mendekati usia kepala tujuh, dan waktu yang ia miliki lebih singkat dibandingkan pada 1955,” tertulis dalam laporan Majalah Tempo berjudul Sihanouk dan Masa Depan Kamboja (1991).
Kuasa Khmer Merah mendapatkan kebuntuan pada 1979. Vietnam mampu membombardir kuasa Khmer Merah. Kondisi semakin buruk kala Vietnam memilih meninggalkan Kamboja pada 1989. Perang sipil pun terjadi karena kekosongan kekuasaan.
Narasi itu membuat Sihanouk yang berada di pengasingan khawatir. Ia terus mencari informasi terkait kondisi terkini negara. Puncaknya, setelah 20 tahun berada di tanah orang, Sihanouk kembali ke Kamboja pada 14 November 1991. Kepulangannya disambut dengan gegap gempita. Rakyat menghendakinya mempimpin Kamboja kembali. Pun pada 1993 ia naik takhta sebagai raja dan memimpin kembali Kamboja.
BACA JUGA:
“Norodom Sihanouk yang gembira pulang ke Kamboja hari ini setelah menghabiskan sebagian besar dari 20 tahun terakhirnya di pengasingan. Tujuannya berlama-lama di pengasingan sulit dipahami, bahkan terdengar mustahil, yakni untuk membangun perdamaian permanen di negaranya yang hancur.”
“Sambil melanggengkan sapaan tradisional Kamboja, Pangeran berusia 69 tahun itu muncul perlahan pagi ini dari pesawat jet China yang membawanya pulang. Sihanouk membungkuk dengan penuh rasa terima kasih kepada ribuan orang. Warga Kamboja yang berkumpul di bandara internasional Phnom Penh untuk merayakan kedatangannya,” ujar Philip Shannon dalam tulisannya di surat kabar The New York Times berjudul Joyous Sihanouk Returns to Cambodia From Exile (1991).
Norodom Sihanouk lahir di Phnom Penh pada 31 Oktober 1922. Dia meninggal dunia dalam usia 89 tahun saat dirawat karena gangguan jantung di Beijing, China pada 15 Oktober 2012. Jenazahnya disemayamkan selama empat bulan di Istana Kerajaan, sebelum dikremasi pada 4 Februari 2013.