JAKARTA – Sejarah hari ini, 51 tahun yang lalu, 11 November 1972, Universitas Airlangga (Unair) memberikan gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) bidang ekonomi kepada Direktur Utama Pertamina, Ibnu Sutowo. Pemberian gelar itu karena Sutowo dianggap sebagai sosok yang berhasil mengembangkan industri perminyakan Indonesia.
Sebelumnya, Sutowo dikenal sebagai salah satu peletak dasar perusahaan minyak nasional. Ia mampu membangun Pertamina dari nol hingga untung. Sekalipun kemudian Pertamina jadi sasaran kritik karena diduga melanggengkan praktek korupsi.
Ibnu Sutowo tak pernah berkecil hati diberikan mandat memimpin PT. Eksplprasi Tambang Sumatra Utama (bekas perusahaan Belanda, Bataafsche Petroleum Maatschappij) pada 1957. Perusahaan itu lalu dikenal sebagai Perusahaan Minyak Nasional (Permina).
Semangatnya sebagai prajurit siap sedia ditempatkan di mana saja. Pun perintah itu langsung atasannya KASAD, A.H. Nasution. Boleh jadi Sutowo tak banyak pengalaman di dunia perminyakan. Namun, ia tak kehabisan akal. Ia mencoba merekrut tenaga terlatih.
Barang siapa yang memahami luar dalam industri perminyakan segera direkrutnya. Hasilnya gemilang. Perusahaan minyak tua dan terlantar itu mampu diubahnya jadi tambang duit Indonesia. Kepemimpinan Sutowo membikin Orde Lama, lalu Orde Baru (Orba) kepincut.
Orba pun mencoba mengakomodasikan segala macam ide Sutowo. Utamanya, ide mengawinkan Permina dan PN Pertamin dilanggengkan. Kedua perusahaan itu menjelma jadi satu 1968. Perusahaan Negara (PN) Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina), namanya.
Kehebatan Ibnu dalam memimpin Pertamina pun teruji. Insting bisnisnya mampu membuat Pertamina berkembang pesat. Ia ingin supaya Pertamina tak hanya mengandalkan kolam perminyakan belaka. Pertamina coba dibawanya menguasai lini bisnis lainnya. Dari asuransi hingga perhotelan.
“Dengan begitu pada tahun-tahun itu Pertamina melancarkan secara sekaligus proyek-proyek yang telah lama kami rencanakan. Sukses Pertamina sebagai perusahaan nasional mungkin terasa semakin menonjol karena waktu itu banyak perusahaan negara lainnya yang ambruk. Maka orang ramai membicarakannya.”
“Namun, di samping banyak yang kagum melihat pesatnya kemajuan yang dicapai Pertamina, terdapat pula mereka yang memandangnya dengan curiga dan perbangsangka. Dan di belakang kekaguman orang pada Pertamina itu mereka menyebut nama saya. Apa boleh buat. Ada pula yang mengeritik. Tetapi saya tak peduli terhadap suara-suara yang mengeritik,” ungkap Ibnu Sutowo sebagaimana ditulis Ramadhan K.H. dalam buku Ibnu Sutowo: Saatnya Saya Bercerita (2008).
Sutowo memang berhasil membawa maju Pertamina. Kapasitasnya membangun Pertamina kian mengundang decak kagum. Unair pun tak ingin ketinggalan. Universitas kesohor di Surabaya itu kepincut dengan kehebatan Sutowo membangun bisnis perminyakan Indonesia untung besar.
BACA JUGA:
Sebagai bentuk apresiasi, Unair memberikan Ibnu Sutowo gelar Doktor Kehormatan Honoris Causa bidang ekonomi pada 11 November 1972. Namun, tren positif Sutowo dan Pertamina berkurang setelahnya. Isu korupsi mengiringi kepemimpinan Sutowo hingga lengser.
“Dalam melaksanakan tugas karya sebagai Direktur Permina Jenderal Ibnu Sutowo telah menunjukkan prestasi menakjubkan, prestasi-prestasi tersebut bukan saja diakui di kalangan ABRI dan pemerintah tetapi diakui pula oleh ahli dari luar dan dalam negeri. Seorang ahli geologi Venezuela telah menulis dalam bukunya Our Gift, Our Oil antara lain menyatakan dengan tanpa modal dan bekerja dengan tangan hampa yang didorong oleh kemauan untuk mencapai sukses.”
“Bergerak dengan semangat nasionalisme yang meluap-luap, maka Permina dapat dipakai sebagai suri teladan yang baik untuk mengurus perusahaan negara yang bermanfaat. Sedang di dalam negeri Jenderal Ibnu Sutowo pada tanggal 11 November 1972 oleh Universitas Airlangga telah diberi gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa) dalam ilmu ekonomi,” tertulis dalam laporan Majalah AKABRI berjudul Memperkenalkan Pribadi Letjen TNI dr. Ibnu Sutowo (1972).