Bagikan:

JAKARTA - Hari ini, 74 tahun yang lalu atau tepatnya 14 Desember 1947, pahlawan Nasional Abdul Halim Perdanakusuma gugur dalam kecelakaan pesawat di Tanjung Hantu, Malaya --kini Malaysia. Gugurnya pemuda Madura itu membuat seisi Nusantara berduka.

Halim Perdanakusuma tak saja dikenal sebagai legenda petarung udara terkuat, tapi juga sebagai sosok yang berperan besar untuk Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Kiprahnya membela panji Merah Putih tak dapat ditampikan.

Halim memberikan kontribusi positif bagi perkembangan AURI. Pengalamannya menjadi kru pesawat pembom milik Angkatan Udara Inggris, Royal Air Force (RAF) sangat dibutuhkan.

Halim kala itu bertugas di skadron pembom dengan pesawat Lancaster dan Liberator. Misi utamanya adalah melawan tentara fasis Nazi pimpinan Adolf Hitler.

“Sebagai awak pesawat pembom ia berkali-kali ikut dalam pemboman (daerah pendudukan militer) Jerman, dan mengalami pertempuran udara yang sengit,” tulis M. Sunjata dalam buku Bakti TNI Angkatan Udara, 1946-2003 (2003).

Keterlibatan Halim menjadi kru pesawat pembom disambut baik oleh militer Inggris. Pun Halim tercatat sudah menjalan 44 misi. Dalam masa itu, tiap Halim terlibat misi di wilayah Jerman dan Perancis, Halim jadi penanda nasib baik seluruh pesawat yang beroperasi.

Oleh sebab itu, Angkatan Udara Inggris menjulukinya The Black Mascot atau sang jimat hitam. Sebuah julukan yang juga menjadi penanda bahwa telah putra bangsa yang berani berjuang di langit Eropa.

Gugur di udara

Halim Perdanakusuma (Sumber: Wikimedia Commons)

Halim memilih pulang ke Indonesia ketika Perang Dunia II berakhir. Bukannya berleha-leha, Halim langsung bergabung dengan pejuang kemerdekaan lainnya untuk menghadapi Agresi Militer Belanda I.

Darahnya mendidih melihat kekejaman Belanda. Ia lantas dengan insiatif sendiri segera mengorganisasikan AURi. Dalam penugasan Halim di Kawasan Sumatra, misalnya. Di tengah penugasannya dalam misi mengangkut senjata dan amunisi, Halim ikut membangun AURI di Sumatra.

Melansir laman TNI AU, Halim menjadi penerbang yang mampu menembus blokade udara Belanda yang sangat ketat. Pun selama membangun AURI di Sumatra, Halim nyaris tak menemukan banyak kesukaran.

Ia bekerja dan berjuang dengan penuh suka cita. Halim bahkan mampu menghimpun dana dengan cara mengumpulkan emas dari rakyat. Hasilnya digunakan oleh Indonesia untuk membeli pesawat Avro Anson dengan registrasi VH-PBY.

Pesawat itu dibeli dengan harga 12 kg emas murni. Indonesia lalu memberi pesawat itu nomor registrasi RI-003. Kehadiran pesawat Avro Anson RI-003 makin memudahkan pergerakan Halim. Ia banyak bertugas untuk mencari pasokan senjata dan amunisi di negara tetangga. Aksinya banyak membantu pejuang Indonesia untuk mengunci kemerdekaan.

Namun, tindak-tanduk Halim harus berakhir. Kecelakaan pesawat Avro Anson karena cuaca buruk di Tanjung Hantu, Malaya jadi muaranya. Pesawat itu jatuh dalam penerbangan dari Songkla (Thailand) menuju Bukittinggi. Halim pun mati muda pada usia 25 tahun. Atas sumbangsihnya kepada bangsa dan negara, Presiden Soeharto mengangkatnya jadi Pahlawan Nasional pada 1975.

“Jumlah pahlawan dari Angkatan Darat paling banyak dari angkatan lain, sekitar 20 orang. Dari angkatan laut, empat orang, Jos Sudarso dan RE Martadinata serta dua orang KKO, Usman dan Harun yang dihukum mati di Singapura. Dari angkatan udara, empat orang, semuanya meninggal karena kecelakaan pesawat yaitu Halim Perdanakusuma, Iswahyudi, Abdurrachman Saleh dan Adi Sutjipto,” tutup Asvi Warman Adam dalam buku 85 Tahun Taufik Abdullah (2020).

*Baca Informasi lain soal SEJARAH atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.

SEJARAH HARI INI Lainnya