YOGYAKARTA – Distorsi kognitif ialah pola pikir atau keyakinan yang tidak akurat serta cenderung negatif. Pola pikir ini memengaruhi ketenangan pikiran. Bahkan distorsi kognitif berpengaruh pada pandangan tentang diri sendiri, orang lain, pengalaman, dan dunia sekitar.
Distorsi kognitif kadang mengganggu. Sebab pikiran rasional bisa bergeser menjadi irrasional dan memengaruhi cara Anda dalam melakukan sesuatu hal. Nah, untuk mendapatkan kembali ketenangan pikiran, kenali tipe distorsi kognitif berikut ini yang tampaknya lebih sering mengganggu.
1. Catastrophizing
Catastophizing, atau bencana, terjadi ketika Anda selalu bererkspektasi tentang hasil terburuk dari suatu situasi. Ini dapat membuat Anda menafsirkan keadaan tidak berbahaya sekalipun sebagai ancaman. Tipe distorsi kognitif yang pertama ini, contohnya ketika berpikir “Bagaimana jika aku berkata ‘tidak’ dan dia membenciku?”, “Bagaimana jika sesak di dadaku ini adalah serangan jantung?”, “Apakah anak saya mengalami sesuatu yang buruk saat dia tidak menelepon?”.
2. Mental filtering
Mental filtering, atau penyaringan mental terjadi ketika Anda terpaku pada hal-hal negatif dan mengabaikan hal positif dari suatu situasi. Misalnya saat memiliki pekerjaan yang baik tetapi masih menyalahkan diri sendiri karena tidak menguasai satu hal.
3. Terlalu cepat mengambil Kesimpulan
Pikiran yang tidak tenang menyebabkan kita membuat terlalu cepat dan tidak tepat. Ini dialami ketika secara kognitif terdistorsi hal negatif. Misalnya, ketika orang sekitar sibuk bekerja Anda menganggap mereka bosan dengan Anda. Kesimpulan yang diambil terlalu cepat, sering kali tidak didasarkan pada pertimbangan matang dan rasional.
4. Bertindak berdasarkan dorongan emosional
Bertindak berdasarkan dorongan emosional, disebut juga dengan penalaran emosional. Ini dikenali ketika anda menganggap keadaan emosi mencerminkan realitas suatu situasi. Misalnya, berpikir bahwa rasa cemas muncul sebagai pertanda hal buruk sedang atau akan terjadi. Pola pikir ini, umum muncul ketika sedang panik diikuti detak jantung lebih cepat. Sehingga menyimpulkan ada yang tidak beres.
5. Pemikiran terpolarisasi
Distorsi kognitif, terkadang disebut pemikiran yang oposisi biner. Seperti hitam-putih, perpecahan, suka-tidak suka, salah-benar. Seseorang yang mengalaminya, mengabaikan jalan tengah. Sehingga semua hal tampak digeneralisir atau disederhanakan, padahal faktanya sangat kompleks.
6. Generalisasi yang berlebihan
Generalisasi yang berlebihan didasarkan pada beberapa bukti. Namun kemudian bukti tersebut mengarahkan Anda berasumsi negatif. Kata-kata seperti “tidak pernah” dan “setiap” cenderung banyak muncul dalam pola pikir ini.
7. Pelabelan
Pelabelan melibatkan pendefinisian diri sendiri atau orang lain berdasarkan peristiwa negatif tertentu. Seseorang mungkin menyebut dirinya “bodoh” atau “orang gagal”, “jorok”, “pemalas”. Tetapi pemberian label ini dapat membebani harga dirinya sendiri.
8. Personalisasi
Personalisasi adalah ketika Anda membayangkan diri Anda sebagai penyebab masalah meski situasi yang dihadapi di luar kendali. Misalnya, adik Anda jatuh dari tangga ketika menghadiri pesta kenaikan jabatan di kantor. Kemudian karena distorsi kognitif, lalu berpikir adik Anda jatuh karena Anda.
BACA JUGA:
9. Pernyataan “yang harus” dan “tidak seharusnya”
Ini merupakan pernyataan internal yang membuat Anda memegang standar tinggi yang tidak realistis bagi diri Anda sendiri. Misalnya, “Saya seharusnya tidak menimbulkan masalah dengan berbicara terus terang”. Atau “Saya harus selalu mengetahui hal yang benar untuk dikatakan”.
10. Mengabaikan hal-hal positif
Mengabaikan hal-hal positif juga meminimalkan suatu hal yang seharusnya berarti. Ini terjadi karena diliputi pikiran negatif. Dengan kata lain, mencari alasan mengapa hal negatif selalu dialami dalam hidup, merupakan tanda sedang mengalami distorsi kognitif.
Distorsi kognitif, melansir HelpGuide, Senin, 15 Juli, dapat membuat ketenangan pikiran berkurang. Ini juga mengganggu tidur, tubuh tegang, gangguan kecemasan, sakit kepala, atau sakit perut. Para peneliti juga percaya bahwa distorsi kognitif berperan dalam depresi dengan terus-menerus memperkuat pandangan negatif tentang diri, pengalaman, dan dunia.