Bagikan:

YOGYAKARTA – Saat informasi bisa didapat dengan mudah lewat mesin pencarian daring, atau Google salah satunya, semakin mudah juga mencocokkan gejala keluhan penyakit yang dirasakan. Namun kalau dilakukan terlalu sering dan kompulsif, bukannya bikin tenang malah menimbulkan kecemasan. Kondisi ini disebut cyberchondria, yang mana sedikit-sedikit mencari informasi tentang kesehatannya. Rasa khawatir dan kecemasan akan timbul ketika banyak informasi dibaca dan tidak disaring berdasarkan validitas atau tidak berdasarkan diagnosa medis.

Cyberchondria diyakini sebagai kecemasan yang ditimbulkan oleh pencarian kesehatan daring yang sering dan kompulsif. Cyberchondria berasal dari cyber yaitu dunia daring digital dan hypochondria berarti kecemasan eksesif tentang kesehatan. Perilaku mencari informasi tentang kesehatan diri secara daring yang sering dan kompulsif, menimbulkan kecemasan. Penelitian melaporkan bahwa siklus seperti ini menjadi kompulsif dan mengganggu aktivitas sehari-hari serta mengganggu kesehatan mental. Berikut alasan kenapa cyberchondria dapat dialami seseorang:

1. Ketersediaan informasi

Informasi sesungguhnya hanyalah panduan sehingga tepat sasaran dalam mengakses. Misalnya kalau informasi kesehatan, harapannya bisa membantu tepat akses layanan kesehatan ketika hendak periksa ke rumah sakit, misalnya. Tetapi karena informasi bisa diakses bebas, mudah, dan gratis, pengguna jadi sulit menavigasi diri mereka sendiri. Bahkan tersesat dalam sumber-sumber yang tidak valid yang sebabkan kecemasan semakin intens.

mengenal cyberchondria yang mengganggu kesehatan mental
Ilustrasi mengenal cyberchondria yang mengganggu kesehatan mental (Freepik/stockking)

2. Bias informasi

Orang cenderung percaya informasi yang menegaskan ketakutan awal mereka. Ini yang disebut bias informasi, yang juga sebagai konsep psikologis. Misalnya, menganggap sakit kepala disebabkan sakit parah sehingga memotivasi orang “mengklik” dan mencari lebih banyak materi yang mendukung keyakinan tersebut diikuti penolakan dari penjelasan yang lebih masuk akal.

3. Interpretasi gejala yang tidak jelas

Penting sekali mengenali gejala keluhan penyakit secara jelas. Apabila gejala masuk angin misalnya, perut kembung dan diikuti pusing atau sakit kepala, bisa menyebabkan asumsi buruk kalau gejalanya hanya dikenali umum dan kurang serius.

4. Distorsi kognitif

Proses berpikir yang sifatnya tidak rasional atau berlebihan, disebut distorsi kognitif. Misalnya, setelah membaca informasi Anda berpikir serius dan berasumsi skenario terburuk meskipun yang dirasakan hanya gejala umum yang terbuka banyak kemungkinan. Sementara, generalisasi berlebihan juga menyebabkan seseorang percaya dan mengabaikan fakta yang sebenarnya.

Selain sebabkan kecemasan jangka pendek, cyberchondria juga berdampak jangka panjang pada kesehatan mental seseorang. Menurut penelitian dilansir PsychoLogs, Minggu, 10 November, menemukan seseorang yang didiagnosis cyberchondria sering mengalami kecemasan tentang kesehatan yang intens. Ini membuat mereka terus-menerus terjerembap dalam pola pikiran yang enggak sehat meskipun sehat secara fisik. Ini menyebabkan tubuh bereaksi buruk, seperti sulit tidur, takikardia, atau gangguan pencernaan. Orang dengan kecemasan kesehatan yang tinggi, juga rentan mengalami perubahan suasana hati, mudah tersinggung, dan depresi.

Sebagai rekomendasi, supaya terhindar dari cyberchondria, batasi perilaku pencarian kesehatan secara daring. Kecuali Anda membutuhkan untuk panduan yang membantu Anda dalam mengakses pelayanan kesehatan. Kedua, gunakan sumber yang terpercaya. Hindari informasi berdasarkan perspektif personal yang bisa meningkatkan kecemasan. Ketiga, ubah pikiran negatif dan konsultasikan langsung ke dokter.