Bagikan:

YOGYAKARTA – Rasa bersalah muncul setelah melakukan kesalahan atau luput memenuhi tanggung jawab. Tetapi, orang melakukan guilt trip, membuat orang terdekatnya merasa bersalah. Guilt tripping adalah memanfaatkan rasa bersalah sebagai alat mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku orang lain.

Melakukan guilt trip juga termasuk perilaku manipulatif karena memanipulasi emosi dan perilaku orang lain. Gambarannya, apabila seseorang pernah membuat Anda merasa bersalah tentang sesuatu yang telah Anda lakukan, kemudian karena rasa bersalah tersebut Anda melakukan sesuatu untuk mereka, maka Anda mengalami guilt tripping.

Tanda perilaku guilt trip

Dalam hubungan berpasangan, guilt tripping tak jarang terjadi. Oleh karena itu, penting dikenali yang selanjutnya bisa berdialog dengan pasangan dalam upaya mengatasinya. Tanda-tanda guilt tripping dalam hubungan, antara lain berikut ini:

  • Memberi komentar yang menunjukkan bahwa Anda belum melakukan pekerjaan sebanyak pasangan Anda lakukan.
  • Mengungkit kesalahan yang pernah Anda buat di masa lalu.
  • Pasangan mengingatkan kebaikan yang ia lakukan di masa lalu.
  • Bertindak seolah-olah pasangan Anda marah, tetapi menyangkal kalau ada masalah.
  • Menyatakan dengan jelas melalui bahasa tubuh, nada suara, dan ekspresi wajah bahwa pasangan Anda tidak setuju dengan apa yang Anda lakukan.
  • Mengisyaratkan bahwa Anda punya “utang” pada pasangan.
  • Berkomentar sarkastik tentang upaya dan capaian Anda.

Tanda guilt tripping di atas, tidak hanya bisa terjadi dalam hubungan berpasangan. Namun bisa juga terjadi dalam hubungan yang ditandai oleh hubungan emosional yang erat.

guilt tripping dalam hubungan
Ilustrasi tanda guilt tripping dalam hubungan (Freepik/pressfoto)

Jenis perilaku guilt trip

Karena bersifat manipulatif, ada banyak jenis rasa bersalah yang dimanfaatkan mengacu pada tujuan akhir. Beberapa jenis guilt tripping, antara lain berikut ini:

  • Rasa bersalah untuk memanipulasi agar seseorang melakukan sesuatu yang biasanya tidak ingin mereka lakukan.
  • Penghindaran konflik, yang menggunakan rasa bersalah untuk menghindari secara lugas membicarakan masalah. Hal ini membuat pelaku guilt trip mendapatkan apa yang mereka inginkan tanpa harus berkonflik secara langsung.
  • Perilaku guilt trip yang membuat seseorang terlibat dalam perilaku yang dianggap pelaku sebagai tindakan “bermoral” atau “benar”.
  • Perilaku guilt trip untuk memikat simpati, misalnya menempatkan dirinya sebagai pihak yagn dirugikan sehingga membuat orang lain merasa bersalah.

Perasaan bersalah, atau guilt trip, sebenarnya bisa jadi cara memperbaiki kesalahan. Tetapi kalau dimanfaatkan, bisa berdampak buruk dalam hubungan.

guilt tripping dalam hubungan
Ilustrasi contoh guilt tripping dalam hubungan (Freepik/senivpetro)

Dampak perilaku guilt tripping dalam hubungan

Menurut penelitian dilansir VerywellMind, Rabu, 11 September, perasaan bersalah tampaknya tidak menjamin kesalahan ditebus, jadi lebih jujur, atau saling pengertian setelahnya. Namun perilaku guilt tripping untuk memanipulasi menimbulkan berbagai macam dampak, antara lain sebagai berikut:

1. Kerusakan hubungan

Penelitian menunjukkan bahwa perasaan bersalah dapat merusak hubungan dekat. Satu penelitian menemukan bahwa orang yang terluka oleh kritikan pasangannya lebih cenderung menggunakan perasaan terluka itu untuk membuat pasangannya merasa bersalah dan menawarkan jaminan. Penelitian tersebut juga menemukan bahwa pasangan yang merasa bersalah karena menawarkan jaminan, merasa dalam hubungan yang buruk. Itu artinya, rasa bersalah mungkin membuat pasangan melakukan apa yang diinginkan dengan konsekuensi tertentu. Ini dapat merusak kepercayaan dan merasa sedang dimanipulasi.

2. Menabur benih kebencian

Salah satu alasan kenapa guilt tripping berdampak pada hubungan, karena bisa menyebabkan dendam berkepanjangan. Menurut Courtney Humeny dari Institute of Cognitive Science, Carleton University, guilt trip menimbulkan kondisi tidak menyenangkan terkait rasa bersalah. Sebab bisa menabur benih dendam setelah tahu ia dimanipulasi.

3. Melakukan perilaku yang bertentangan

Reaktansi atau melakukan perilaku yang bertentangan, menurut penelitian, dialami seseorang setelah rasa bersalahnya dimanipulasi. Ia memulihkan kebebasannya, dengan berperilaku yang bertentangan. Misalnya, pasangan membuat Anda merasa bersalah agar lebih sering meneleponnya. Tetapi Anda mungkin melakukan sebaliknya, lebih jarang meneleponnya.

4. Kesejahteraan buruk

Guilt tripping dalam hubungan, juga dikaitkan dengan beberapa kondisi mental. Termasuk kecemasan, depresi, dan gangguan obsesif kompulsif. Saat merasa bersalah, menyebabkan muncul gejala yang tidak menyenangkan, seperti kecemasan, kesedihan, penyesalan, kekhawatiran, ketegangan otot, dan insomnia.

Biar enggak berdampak, cara mengatasi guilt tripping bisa dengan trik tertentu. Pertama, akui permintaan pasangan tanpa Anda harus merasa bersalah. Tanggapi dengan empati, tunjukkan bahwa Anda memahami kebutuhannya, dan validasi emosi mereka. Kedua, terbuka pada pasangan bahwa Anda melihat bagaimana ia mencoba membuat Anda merasa bersalah. Beri tahu bagaimana jenis manipulasi yang pasangan lakukan dan sarankan untuk berinteraksi langsung dan efektif. Ketiga, dalam hubungan tetap penting menetapkan batasan. Bahkan saat Anda membantu pasangan, pastikan Anda mengartikulasikan batasan Anda dengan jelas.