Rawan Sebabkan Adiksi, Ini Batas Aman Penggunaan Internet Bagi Anak
Penggunaan Internet (Pexels)

Bagikan:

JAKARTA - Anak-anak yang mengakses internet berlebihan rentan terkena gangguan pengendalian impuls berupa gerakan psikomotor atau vokal yang tak disadari. Karena itu butuh batas aman yang harus diikuti anak ketika menggunakan internet.

Anak bisa rentan mengalami adiksi perilaku bila menggunakan internet berlebihan yakni lebih dari empat jam sehari. Hal ini disampaikan oleh Pakar kejiwaan subspesialis anak dan remaja lulusan Universitas Indonesia dr Anggia Hapsari, Sp.K.J, Subsp. A.R.(K).

"Anak sulit mengendalikan dorongan dalam diri mereka untuk misalnya setop main game," Anggia dikutip dari ANTARA, Senin, 24 Juli.

Anggia yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia juga mengatakan adiksi internet akan membuat anak terlihat berbeda dari anak-anak seusianya.

Masalah kesehatan lain yang juga bisa dialami anak yakni gangguan subtipe obsesif kompulsif. Dia mencontohkan, anak-anak yang terbiasa bermain gim daring kemudian karena suatu sebab tak bisa memainkannya, akan terus menerus memikirkan hal ini. Anak kemudian menyikapi dengan perilaku-perilaku tertentu untuk meniadakan pikiran tersebut.

Di sisi lain, kemudahan mengakses internet dan gawai pada anak tanpa disertai kemampuan penilaian dan pengendalian yang baik dapat menempatkan mereka pada risiko terkena eksploitasi dan kekerasan secara daring.

Anggia lalu menyebut bentuk baru kekerasan dan eksploitasi pada anak yang mungkin tak disadari orangtua antara lain interaksi terkait kekerasan seksual berupa sexting atau praktik mengirim pesan, foto atau video yang eksplisit secara seksual melalui pesan teks, serta live video.

"Dampaknya terhadap anak kalau mengalami kekerasan secara online bisa mereka menjadi malu terhadap apa yang mereka alami," kata dia.

Menurut dia, anak korban kekerasan yang merasa malu dengan apa dialami pasti akan menyalahkan diri sendiri. Mereka juga rentan disalahkan orangtua atau guru dan orang-orang di sekitarnya, merasa tertuduh hingga dikhianati oleh orang yang telah dipercayainya.

Ini, kata Anggia, pada akhirnya dapat memunculkan gangguan psikologis lain seperti kecemasan, gangguan perilaku dan suasana hati seperti depresi.