Review Film Kereta Berdarah: CGI Apik Tak Didukung Teror yang Terjaga Sampai Akhir
Poster Resmi Film Kereta Berdarah (Instagram @keretaberdarahfilm)

Bagikan:

JAKARTA - Rumah produksi MVP Pictures akan segera merilis film horor terbaru mereka pada 1 Februari mendatang dengan judul Kereta Berdarah. Film yang sempat tertunda satu tahun perilisan ini disutradarai langsung oleh Rizal Mantovani dengan Amrit Punjabi sebagai Produser.

Film Kereta Berdarah berawal dari merayakan kesembuhan dari kanker, Purnama (Hana Malasan) mengajak adiknya, Kembang (Zara Leola) untuk berlibur ke resort alam yang baru dibuka di sebuah tempat terpencil. Untuk ke sana, mereka menumpangi kereta wisata yang khusus melayani perjalanan ke resort.

Serangkaian teror dan misteri timbul ketika setiap melewati terowongan, satu persatu gerbong hilang. Kini hidup mati para penumpang dan petugas kereta jadi pertaruhan. Purnama, Kembang, Tekun (Fadly Faisal) pramugari kereta dan Ramla (Putri Ayudya) si penumpang misterius berusaha memperingati orang-orang.

Sayangnya, peringatan itu diabaikan. Purnama, Kembang, Tekun dan Ramla lantas menempuh aksi pemberontakan untuk menyelamatkan kereta dari ancaman lebih besar yang menanti di terowongan terakhir.

Film sudah diawali dengan adegan teror oleh sesosok makhluk yang bentuknya dapat dikatakan berbeda dengan sosok hantu pada film horor lainnya. Dari adegan awal ini, sutradara Rizal Mantovani sudah cukup membuat penonton merasa tegang dan penasaran dengan kelanjutan kisahnya.

Diisi dengan berbagai berbagai kalangan masyarakat, film Kereta Berdarah mampu memberikan waktu untuk menjelaskan dengan detail terkait latar belakang dari setiap penumpang di dalam kereta, sehingga penonton tidak kebingungan dengan peran masing-masing tokoh di dalam cerita ini.

Teror sosok hantu korban dibangun secara perlahan-lahan menggunakan transisi layaknya film horor Hollywood yang tentu saja tidak bisa diduga kapan jumpscare-nya akan hadir. Meski begitu, kesan tegang dan menakutkan terbangun dengan sangat apik yang membuat penonton merasa deg-degan.

Uniknya, Rizal Mantovani dapat membagi peran pada pemeran utamanya dengan seimbang, sehingga tidak dirasakan ada pemain yang lebih menonjol daripada pemain lainnya. Hal ini juga didukung dengan akting para pemainnya yang pas pada porsinya masing-masing.

Sayangnya, meski penggunaan CGI serta set lokasi kereta yang patut diacungi jempol ini sudah sangat mendukung cerita, konflik yang ingin dibangun di dalam film ini terasa terlalu lama. Penonton seakan menunggu terlalu lama untuk puncak konflik yang ingin disampaikan oleh film ini, sehingga rasa penasaran penonton terasa mulai kendur di pertengahan film.

Meski film ini ber-genre horor, namun ketegangan dan suasana mencekam hanya terasa di awal-awal film saja. Pada pertengahan hingga akhir suasana mencekam dan ketegangan sudah tidak lagi terasa yang akhirnya hanya membuat penonton seakan hanya menonton film aksi saja.

Isu lingkungan dan kesenjangan sosial yang ingin disampaikan di dalam film ini belum terasa sampai kepada penonton. Pasalnya isu tersebut seakan tidak ditekankan lebih dalam sehingga penonton hanya fokus pada aksi balas dendam sesosok makhluk astral terhadap manusia saja.

Selanjutnya, latar belakang makhluk yang menebarkan teror di dalam kereta tidak dijelaskan secara rinci mengenai latar belakangnya sehingga menimbulkan pertanyaan, apa yang mendasari makhluk tersebut hingga sangat membenci manusia dan melakukan hal-hal sadis seperti itu?