Review Film Pemukiman Setan: Padukan Masalah Krisis Ekonomi dalam Balutan Horor
Poster Resmi Film Pemukiman Setan (Instagram @pemukimansetan)

Bagikan:

JAKARTA - Rumah produksi Magma Entertainment berkolaborasi dengan Rapi Film merilis film horor terbaru mereka yang bertajuk Pemukiman Setan. Film ini sendiri dijadwalkan mulai tayang di seluruh bioskop Indonesia pada 26 Januari besok.

Film yang dibintangi oleh Adinda Thomas hingga Maudy Effrosina ini secara garis besar menceritakan mengenai kehidupan Alin (Maudy Effrosina) yang terpaksa harus ikut dalam sekelompok maling yang merupakan tetangganya sendiri bernama Ghani (Bhisma Mulia).

Pada awalnya, kehadiran Alin tidak diterima oleh dua sahabat Ghani yang berasal dari Malang bernama Fitrah (Daffa Wardhana) dan Zia (Ashira Zamita). Namun akhirnya mereka berhasil masuk ke dalam sebuah rumah di tengah hutan yang ternyata membawa mereka kepada kematian.

Pada awal film sudah dibangun suasana mengerikan dan mencekam yang berlatar jaman kerajaan. Hal ini cukup membuat penonton memahami asal muasal kutukan yang nantinya akan menjadi akar masalah di dalam film Pemukiman Setan ini.

Selain itu, momen-momen mengejutkan juga ditampilkan dengan sangat menarik, baik itu dari suara hingga pengambilan gambar yang dilakukan. Meski penonton bisa menebak kapan jumpscare akan dilakukan namun tetap membuat jantung cukup berdetak kencang.

Salah satu pemain utama yang patut diacungi jempol ialah Adinda Thomas yang berperan sebagai Sukma alias hantu di dalam film ini. Hal ini terlihat dari totalitasnya dalam memainkan perannya sebagai seorang hantu dengan suara ketawa yang akhirnya menjadi salah satu daya tarik di dalam film ini.

Hal ini ditambah dengan gerak gerik Sukma yang berbeda dengan hantu-hantu yang ada di dalam film horor pada umumnya. Di mana di film ini sutaradara Charles Gozali mempertahankan bentuk manusia Adinda Thomas namun dengan dukungan make up yang luar biasa bisa membuat penonton seakan tidak bisa mengenali lagi wajah asli Adinda.

Meski begitu, sangat disayangkan ada beberapa bagian-bagian yang dirasa kosong di dalam cerita. Seperti latar belakang kehidupan Alin sebagai seorang tokoh utama tidak diceritakan secara detail di dalam film ini sehingga penonton tidak bisa merasakan emosi keputusasaannya sampai harus ikut menjadi seorang maling.

Begitu pula dengan latar belakang 3 sahabat Ghani, Fitrah dan Zia yang tidak digambarkan kilas balik bagaimana pertemuan mereka bertiga sehingga akhirnya bisa menjadi sahabat yang memutuskan menjadi maling.

Selain itu, konflik yang dibangun di dalam film ini terlalu cepat lewat. Hasilnya cukup membuat penonton bingung mengenai dasar masalah yang terjadi sehingga Sukma menyerang sampai membunuh pemain lainnya. Dendam apa yang dimiliki Sukma hingga harus sampai menyerang mereka?

Hal ini yang akhirnya membuat penonton tidak bisa memproses emosi yang ingin dibangun dalam film ini. Begitu pula dengan sisi komedi yang terlalu dipaksakan untuk dimunculkan di dalam film sehingga akhirnya malah membuat ceritanya menjadi garing.