Komnas HAM langsung bergerak cepat usai baku-tembak antara polisi dan laskar FPI terjadi 7 Desember 2020 silam. Apa sebenarnya yang terjadi saat itu? Apakah telah terjadi pelanggaran HAM berat dalam kasus ini? Sejauh mana dugaan unlawfull killing (pembunuhan yang melanggar hukum) dalam kasus ini? Ketua Komnas HAM Drs. Ahmad Taufik Damanik, MA, menjawab dengan lugas semua isu tersebut. Dia juga mengungkap tujuh isu prioritas penegakan HAM di Indonesia yang kini ditangani oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
-=-
Di tengah kesibukannya sebagai Ketua Komnas HAM, Taufan begitu dia lebih suka disapa, menyempatkan waktu menerima kunjungan tim VOI.ID untuk berbincang-bincang tentang persoalan dan upaya penegakkan HAM yang ada di Indonesia. Mulai dari dugaan pelanggaran HAM dalam peristiwa baku-tembak antara polisi dan laskar FPI di rest Area KM 50, jalan Tol Jakarta – Cikampek belum lama berselang. Lalu soal ledakan bom yang terjadi di depan Katedral Makassar dan beragam persoalan klasik soal dugaan pelanggaran HAM lainnya.
Ia juga berbicara panjang soal bagaimana negara, mestinya menghadapi mereka yang pernah terpapar paham ISIS dan sempat pergi ke Suria, tempat markas utama gerakan itu. Kini setelah markas ISIS digempur, ada sekitar 1.600 orang asal Indonesia yang tak jelas keberadaannya. Ada yang sudah kembali dan masuk ke Indonesia dan ada juga yang masih bertebaran di berbagai negara. Mereka ini harus dihadapi dengan tepat agar tidak memunculkan aksi radikal dan aksi terror lainnya.
Kepada Iqbal Irsyad, Edy Suherli, Savic Rabos, dan Irfan Meidianto dari VOI.ID ia menjelaskan saat disambangi di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhari Menteng, Jakarta Pusat, Selasa 31 Maret 2021. Pria kelahiran, Pematang Siantar, Sumatra Utara, 29 Juni 1965 juga bercerita banyak soal, keseimbangan dalam hidup.
Baginya antara pekerjaan utama sebagai Ketua Komnas HAM, dan sebelumnya sebagai salah seorang dosen di Universitas Sumatera Utara harus diimbangi dengan kegiatan yang bersifat refreshing. Saat masih belia ia gemar main sepak bola, kini tetap melakoni kebiasaan berolahraga hanya saja olahraga yang ia tekuni sudah berubah. “Saya sekarang olahraganya lari dan berenang. Ada juga olahraga yang baru saya tekuni empat tahun belakangan; diving. Selain itu saat ada waktu luang saya mendengarkan musik dan membaca novel untuk men-charge dan menyegarkan kembali pikiran. Kalau ada waktu sesekali saya melakukan travelling bersama keluarga,” katanya dengan senyum yang khas. Inilah liputan selengkapnya untuk anda semua.
Tujuh Prioritas Komnas HAM
Beragam persoalan HAM yang ada di Indonesia. Dari sekian banyak yang terregister ada tujuh bidang yang menjadi skala prioritas Komnas HAM. “Yang pertama soal penyelesaian pelanggaran HAM berat, ada 12 berkas yang penyelidikan Komnas HAM yang sudah kami serahkan kepada Kejaksaan Agung RI. Sampai hari ini masih belum ada penyelesaian. Atas perintah Presiden, pihak pemerintah dalam hal ini Kejaksaan Agung dan Menko Polhukam bersama Komnas HAM diminta untuk menyelesaikan persoalan ini,” katanya.
Lalu yang paling banyak pengaduannya adalah persoalan agraria. “Ada kasus-kasus dalam bidang pertambangan, investasi dan pembangunan infrastruktur yang amat gencar di masa Presiden Jokowi gencar ada properti yang dimiliki masyarakat yang harus digusur,” lanjutnya.
Lalu soal kekerasan yang muncul dari sikap ekstremisme, kekerasan yang dilakukan masyarakat dan kekerasan yang dilakukan oleh aparat negara (Polisi dan Militer) pada masyarakat sipil. Angka untuk kasus ini setiap tahunnya cukup tinggi. “Contohnya adalah extra judicial killing dalam penanganan sebuah perkara. Aparat kita masih kadang masih melakukan tidak kekerasan. Padahal Indonesia sudah meratifikasi konvensi Anti Penyiksaan,” papar Taufan.
Ada perlakuan tidak adil yang dialami masyarakat saat mencari keadilan. Terjadi kasus intoleransi yang terjadi pada sebagian masyarakat. “Dengan keyakinan tertentu melakukan persekusi pada kelompok lain. Ada juga yang melakukan kekerasan pada kelompok yang lain. Melakukan ujaran kebencian yang kini makin marak di era medsos. Inilah yang selalu kami laporkan kepada Presiden dan DPR. Menurut kami harus ada langkah-langkah progresif untuk menyelesaikan hal ini,” tegasnya.
BACA JUGA:
Di antara negara-negara ASEAN, sejatinya Indonesia terbilang yang paling bagus dalam penegakan demokrasi dan HAM. Meski di antara negara ASEAN Indonesia juaranya. Namun masih ada persoalan HAM seperti yang terjadi di Papuan yang masih menjadi pekerjaan rumah. “Kekerasan di Papua terjadi pada masyarakat sipil dan aparat keamanan juga,” ungkapnya.
Selama ini mayarakat Papua masih tertinggal jauh dari saudara-saudaranya yang berasal dari provinsi lain. Penduduk asli papu masih tertinggal jauh dari masyarakat pendatang. “Beraneka konflik yang terjadi di sana membuat pembangunan tidak bisa dilaksanakan dengan seadil-adilnya. Karena itu muncul tuntutan untuk memisahkan diri di Papua.
Taufan dan seluruh Komisioner serta jajaran di Komnas HAM selalu optimis kalau tujuh prioritas Komnas HAM ini bisa diselesaikan. Apalagi tingkat kepedulian publik untuk persoalan ini amat tinggi. “Antusias publik dan media massa amat tinggi pada isu pelanggaran HAM, khususnya isu yang sangat dekat dengan kehidupan mereka,” tambahnya.
Kasus Extra Judicial Killing saat Baku-tembak Polisi dan Laskar FPI
Baku-tembak yang terjadi antara aparat kepolisian dengan lascar FPI di rest Area KM 50 tol Jakarta Cikampek, Desa Paseurjaya, Kecamatan Telukjambe Timur, Karawang, Jawa Barat pada 7 Desember 2020 pukul 1.00 WIB mendapat perhatian yang besar dari publik. Masing-masing pihak punya versi sendiri untuk persoalan yang sama. Di sinilah Komnas HAM diuji independensinya menyikapi perkara.
Ahmad Taufik Damanik, langsung mengerahkan tim tidak lama setelah kejadian dini hari itu meledak. “Kami langsung memerintahkan tim pemantauan dan penyelidikan. Mereka langsung turun di hari pertama 7 Desember malam sudah bertemu dengan pihak FPI di Petamburan bertemu dengan Ustaz Sobri Lubis, Munarman, dan juga pihak keluarga yang menjadi korban langsung bertemu,” ungkapnya.
Hari berikutnya Tim Komnas HAM langsung bergerak mengumpulkan bukti-bukti di seputar TKP. Apa yang dilakukan Komnas HAM menurut Taufan amat cepat.
Di hadapkan pada dua kubu yang saling berseberangan informasi yang diberikan kepada publik dan media adalah tantangan tersendiri bagi Taufan. Dengan tegas dia mengatakan Komnas HAM bertindak seindependen mungkin. “Kami tidak berpihak ke pihak manapun dalam kasus ini,” tegasnya.
Tidak heran kalau apa yang menjadi klaim pihak kepolisian tidak semua diterima oleh Komnas HAM. Begitu juga klaim dari dari FPI diperlakukan dengan sikap yang sama. “Sejak awal polisi berkesimpulan kalau keenam laskar FPI tewas karena melawan petugas. Namun Komnas HAM berdasarkan hasil penyelidikan hanya dua orang yang dianggap melawan petugas. Empat lainnya mengalami apa yang disebut unlawful killing. Ini adalah tindak pidana yang serius,” katanya.
“Kami juga tidak menerima seluruh klaim FPI. Klaim dari kedua belah pihak tidak seluruhnya benar dan tidak seluruhnya salah. Komnas datang dengan kesimpulan yang berbeda. Komnas tetap menjaga independensinya dan memegang teguh apa yang disebut Prinsip Paris. Ini yang mengatur soal independensi dan cara komisi HAM bekerja. Termasuk Komnas HAM Indonesia,” ungkap Taufan yang amat berhati-hati menangani perkara ini karena akreditasi Komnas HAM selama ini terbilang bagus.
Dalam kesimpulan yang dikemukakan Komnas HAM berbeda dari pihak polisi dan juga FPI. Komnas HAM tidak menemukan pelanggaran HAM berat dalam kasus terbunuhnya laskar FPI ini.
Dalam kesimpulan itu Komnas HAM mendapat kritikan banyak orang, padahal mereka tidak mengerti cara kerja dan penetapan sebuah kasus itu dikatakan. “Dalam cara bekerja kami memang awalnya menggunakan UU No 39. Kalau tidak ditemukan pelanggaran HAM baru menggunakan UU no 26. Cara kerja ini juga dilakukan dalam dalam kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Papua,” tandasnya.
Sebuah perkara, masih kata Damanik bisa ditetapkan sebagai sebuah pelanggaran HAM berat paling tidak harus memenuhi tiga unsur. Pertama unsur sistematis, sebuah serangan harus berdasarkan kebijakan dari sebuah instansi. Kedua ada struktur atau komando yang memerintahkan. Dan ketiga unsur meluas atau massif. Ini diindikasikan pada pola serangan. Dalam perkara tewasnya laskar FPI ini tidak memenuhi unsur tersebut.
“Meski tidak menyimpulkan ada pelanggaran HAM berat dalam perkara tewasnya enam laskar FPI ini, apa yang terjadi kali ini adalah tidak pidana yang serius (serious crime) meski bukan the most serious crime atau pelanggaran HAM berat. Hukuman perkara ini juga berat,” tandas Taufan menyampaikan terima kasih atas kritikan berbagai pihak atas kerja Komnas HAM, namun jangan melupakan proses penegakan hukum yang sudah berjalan.