Komnas HAM: Polri Paling Banyak Dapat Aduan Pelanggaran HAM
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik menyebut Polri menjadi institusi paling banyak diadukan terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Komnas HAM mencatat, ada 1.992 pengaduan dari masyarakat selama rentang tahun 2016 hingga 2020. Pelapor mengadukan lambannya penanganan kasus, kriminalisasi, penganiayaan, dan proses hukum tidak sesuai prosedur.

“Kepolisian menjadi pihak tertinggi karena ada kasus maupun yang dituduh melanggar HAM. Namun penanganan yang dilakukan Polri tidak tepat,” ujar Ahmad Taufan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 6 April.

Namun Ahmad mengatakan Polri menjadi institusi paling responsif ketika Komnas HAM meminta penjelasan adanya aduan dugaan pelanggaran HAM. 

"Misalnya kasus Herman di Kalimantan Timur, Kapolda datang langsung ke Komnas HAM untuk menjelaskan dan pelaku dikenakan tidak hanya etik namun dikenakan penegakan hukum,” ungkapnya.

Menurutnya, catatan Komnas HAM tersebut perlu menjadi perhatian khusus Polri agar kembali mendapatkan kepercayaan masyarakat dalam menegakkan HAM.

Setelah kepolisian, lanjutnya, korporasi juga menjadi pihak yang banyak diadukan. Terdapat 610 kasus dengan tipologi kasus seperti sengketa lahan, sengketa ketenagakerjaan, dan pencemaran lingkungan.

“Isu ini kompleks karena terkait pihak lain misalnya ada aparat penegak hukum yang dinilai tidak netral. Lalu ada konflik perusahaan BUMN dengan masyarakat, seperti dalam kasus konflik lahan antara PTPN II dengan masyarakat,” katanya.

Menurut Ahmad, korporasi juga cukup mematuhi rekomendasi Komnas HAM dan mengedepankan penyelesaian persuasif dalam penanganan aduan masyarakat.

"Namun korporasi milik negara, masalah kepatuhan menjadi tantangan tersendiri. Misalnya PTPN yang merupakan perusahaan terkait dengan Proyek Strategis Nasional (PSN)," terang Ahmad.