Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP Herson Mayulu, mendesak Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menegur maskapai Batik Air lantaran sering mengubah jadwal penerbangan semaunya.

Herson mengaku, sudah lima kali menggunakan jasa penerbangan Batik Air, namun jadwal penerbangan selalu dimajukan bahkan pernah dibatalkan.

"Saya beberapa kali terkecoh perusahaan ini (Batik Air, red), seenak perutnya mengubah jadwal penerbangan. Padahal kami menyesuaikan dengan kegiatan di DPR dan daerah. Ini kan harus ada teguran," tegas Herson saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dirjen Perhubungan Laut dan Udara Kemenhub di Komisi V DPR, Selasa, 6 April.

Selain itu, menurut Herson, maskapai Batik Air mulai tidak ketat dalam menerapkan protokol kesehatan. Dikatakannya, penumpang banyak yang berdesakan. Ia pun membandingkan dengan pelayanan maskapai Garuda Indonesia.

"Saya salut dengan Garuda Indonesia protokol kesehatannya benar-benar ditegakkan. Kalau Batik Air itu sering menunda jadwal dan protokol kesehatan mengkhawatirkan," kata Herson.

Senada dengan Herson, anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra Sudewo, juga mengalami kendala serupa saat ingin kunjungan kerja ke dapil menggunakan Batik Air.

"Saya di Semarang juga merasakan pak," ujar Sudewo.

Menurut informasi, kata Sudewo, Batik Air tengah mengalami masalah internal management. Bahkan pilot hingga office boy Batik Air melakukan demonstrasi. 

Karenanya, ia meminta Kemenhub untuk memonitor masalah Batik Air agar tidak berpengaruh pada pelayanan penumpang. Khususnya yang terkait dengan keamanan penerbangan.

"Kami khawatir ini bisa merambah ke management pemeliharaannya. Ini kan bisa membahayakan," ungkap Sudewo.

Terkait komplain anggota Komisi V DPR, Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto tidak banyak berkomentar. Novie justru menanggapi soal pelayanan penumpang yang berkaitan dengan penerapan prokes di masa pandemi. 

Dia mengatakan, pembatasan jumlah penumpang merupakan hak dari masing-masing maskapai. Sebab saat ini, Kemenhub hingga regulasi internasional tidak mengatur pembatasan jumlah penumpang pesawat. Seperti pengurangan penumpang yang diterapkan Garuda Indonesia. 

"Mereka tidak melakukan pembatasan karena filtering masuk bandara sangat ketat," jelas Novie.

Akan tetapi, pesawat sudah menggunakan teknologi HEPA. Yakni, alat untuk menyaring udara di dalam kabin pesawat tersebut dapat menyaring bakteri dan virus.

Novie mengakui, masih kerap terjadi desak-desakan saat proses naik dan turun penumpang ke pesawat. Namun kata dia, Kemenhub selalu bekerja sama dengan operator bandara dan maskapai untuk melakukan penyesuaian. 

"Misal pakai bus dari terminal ke pesawat dia kan tidak ada HEPA. Kami tegur mereka bisa menyesuaikan dan punya SOP jelas jangan sampai menaik dan turunkan penumpang bersamaan," demikian Novie.