Serahkan Rekomendasi Kasus Brigadir J ke Menko Polhukam, Komnas HAM: Terjadi <i>Extra Judicial Killing</i>
Kmnas HAM menyerahkan hasil investigasi mereka terkait peristiwa pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J ke pemerintah/Tangkapan layar Youtube Kemenko Polhukam RI

Bagikan:

JAKARTA - Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) menyerahkan hasil investigasi mereka terkait peristiwa pembunuhan Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J ke pemerintah.

Penyerahan dilakukan kepada Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pada hari ini. Hal ini didasari UU Nomor 39 Tahun 1999.

"Memang ada kewajiban dalam undang-undang tersebut untuk kami menyerahkan laporan kepada Presiden RI yang dalam hal ini diwakili Bapak Menko (Menko Polhukam Mahfud MD) dan nanti juga kepada DPR RI," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube Kemenko Polhukam RI, Senin, 13 September.

Taufan membacakan sekilas laporan yang sudah dibuat komisinya. Di hadapan Mahfud MD, dia mengatakan telah terjadi extra judicial killing yang dilakukan mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo terhadap anak buahnya, yaitu Brigadir J.

"Kami berkesimpulan, pertama telah terjadi extra judicial killing oleh saudara FS terhadap Almarhum Brigadir Joshua. Kedua, kesimpulan yang kami sangat yakin telah terjadi secara sistematik obstruction of justice yang ditangani penyidik," ungkapnya.

Terhadap temuan tersebut, Komnas HAM meyakini penggunaan Pasal 340 oleh pihak kepolisian terhadap para pelaku sudah tepat. Diharapkan, nantinya Ferdy Sambo dan empat tersangka lainnya bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Terduga yang sebentar lagi akan maju ke pengadilan melalui prinsip fair trial majelis hakim bisa memberikan hukuman yang seberatnya atau setimpal sesuai tindak pidana," tegas Taufan.

Selain temuan, ada lima rekomendasi yang disampaikan oleh Komnas HAM terhadap pemerintah. Pertama, meminta pengawasan maupun audit kultur kerja di lingkungan Polri agar tidak terjadi kekerasan maupun pelanggaran HAM lainnya.

Kedua, meminta Presiden memerintahkan Kapolri menyusun mekanisme pencegahan dan pengawasan berkala terkait penanganan kasus kekerasan, penyiksaan maupun pelanggaran HAM lain yang dilakukan anggota Polri.

"Diperlukan menyusun mekanisme pencegahan maupun pengawasan secara berkala," ungkap Taufan.

Berikutnya, Komnas HAM merekomendasikan adanya pengawasan bersama dengan pihaknya terkait kasus pelanggaran HAM, penyiksaan yang dilakukan anggota Polri. Keempat, mempercepat proses pembuatan Direktorat Pelayanan Perempuan dan Anak di Polri.

Terakhir, memastikan infrastruktur untuk pelaksanaan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). "Termasuk kesiapan kelembagaan dan ketersediaan aturan pelaksanaan," ujar Taufan.

"Kita tahu ini undang-undang baru yang diputuskan tahun ini masih dibutuhkan kelengkapan infrastruktur, maka kami harap pemerintah memastikan penyiapan infrastruktur dan aturan pelaksanaan," pungkasnya.