JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mendorong Komnas HAM untuk mencari alternatif penyelesaian kasus dugaan pelanggaran HAM berat pada masa lalu. Selama ini Komnas HAM hanya fokus pada pendekatan yudisial untuk menuntaskan masalah tersebut.
"Kenapa Komnas HAM tidak sampaikan usulan alternatif penyelesaian nonyudisial dalam kasus pelanggaran HAM masa lalu?" ujar Arsul dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 6 April.
Ia menilai kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu tidak bisa selesai jika menggunakan pendekatan yudisial. Misalnya, kasus tahun 1965—1966.
"Saya terus terang saja nggak clear, walaupun agak bingung. Kenapa? Karena kita masih bicara penyelesaian pelanggaran HAM '65 dan '66 dengan pendekatan yudisial. Kalaupun teridentifikasi, jangan-jangan orangnya sudah menjadi (nama) jalan semua pak di kampung masing-masing," tegas wakil ketua MPR itu.
Bila kasus diseret dalam proses proses peradilan maka siapa yang diadili. Sebab kata Arsul, bisa saja orang-orang yang diduga melanggar HAM sudah meninggal.
"Kenapa Komnas HAM tidak menyampaikan usulan kepada pemerintah dan DPR usulan lain yang nonyudisial? Saya tidak bisa bayangkan penyelesaian kasus HAM sebelum tahun 1990 seperti penembakan misterius (petrus), Talang Sari, kasus 1965, kalau masih hidup apakah layak menjalani proses hukum. Kenapa tidak ada langkah alternatif lain," katanya.
BACA JUGA:
Arsul pun meminta terobosan terkait hal tersebut. Dengan begitu, kata dia, tidak ada lagi lempar kasus antara Kejagung dengan Komnas HAM.
"Seperti tadi yang dijelaskan tekton antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung. Komnas bilang sudah cukup untuk ditingkat ke tingkat penyidikan, kemudian bilang lagi belum memenuhi petunjuk Kejagung sehingga belum bisa ditingkatkan. Ini harus ada terobosan," kata Arsul.
Senada dengan anggota Komisi III dari Fraksi PKS, Adang Daradjatun juga meminta Komnas HAM membuat alternatif agar tidak lagi menjadi beban antarkepengurusan Komnas HAM nantinya.
"12 peristiwa bolak-balik antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung. Minimal ada satu alternatif penyelesaian lah. Kalau terus berlanjut, siapapun pengganti bapak (ketua Komnas HAM.red) menjadi beban," katanya.
Selain itu, anggota Komisi III DPR RI Santoso juga meminta Komnas HAM jangan hanya berorientasi pendekatan yudisial dalam penyelesaian kasus HAM masa lalu.
Menurutnya, penegakan HAM yang dilakukan Komnas HAM harus melihat konsitusi, budaya, dan faktor-faktor lain yang jadi kekhususan institusi tersebut.
"Kalau itu bisa dilakukan, kasus masa lalu yang jadi beban bangsa ini bisa diselesaikan. Jangan selalu berorientasi pada bentuk yudisial tetapi pada sisi lain. Jangan terpaku pada intervensi luar negeri," kata Santoso.