Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo menunjuk Makarim Wibisono sebagai ketua pelaksana tim yang bertugas untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

Hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu.

"Membentuk Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu yang selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disebut Tim PPHAM. Tim PPHAM berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden," tulis Jokowi dalam Kepres, dikutip Rabu, 21 September.

Jokowi juga menunjuk sejumlah nama menjadi anggota Tim Pelaksana PPHAM yang diketuai Makarim Wibisono. Di antaranya Ifdhal Kasim, Suparman Marzuki, Apolo Safanpo, Mustafa Abubakar, Harkristuti Harkrisnowo, As'ad Said Ali, Kiki Syahnakri, Zainal Arifin Mochtar, Akhmad Muzakki, Komaruddin Hidayat, dan Rahayu.

Tim PPHAM juga memiliki tim pengarah yang diemban oleh sejumlah menteri dan pejabat setingkatnya, yakni Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Sosial, dan Kepala Staf Kepresidenan.

Jokowi memberi sejumlah penugasan kepada Tim PPHAM, yakni:

a. Melakukan pengungkapan dan upaya penyelesaian nonyudisial pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sampai dengan tahun 2O2O;

b. merekomendasikan pemulihan bagi korban atau keluarganya; dan

c. merekomendasikan langkah untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak terulang lagi di masa yang akan datang.

Lalu, rekomendasi pemulihan bagi korban atau keluarganya dapat berupa

a. rehabilitasi fisik;

b. bantuan sosial;

c. jaminan kesehatan;

d. beasiswa; dan/atau

e. rekornendasi lain untuk kepentingan korban atau

keluarganya.

Sebagaimana diketahui, Komnas HAM mencatat masih ada 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang sampai saat ini belum dituntaskan. Kasus-kasus tersebut adalah peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II; Wasior 2001-2002; Wamena 2003; peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998; Talangsari 1989; peristiwa 1965-1966; penembakan misterius 1982-1985; Jambo Keupok 2003; simpang KKA Aceh 1999; Rumoh Geudong dan pos Sattis Aceh 1989; pembunuhan dukun santet 1998-1999; dan kasus Paniai 2014.