JAKARTA - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan pemerintah terbuka terhadap kiritik terkait Keputusan Presiden (Keppres) tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu yang baru diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Mahfud menilai masyarakat berhak untuk mengkritik apapun kebijakan pemerintah. Bagimanapun juga, kata dia, pemerintah harus diberi masukkan melalui kritik terhadap kebijakan dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat di masa lalu.
"Ada kritik karena dibuat Keppres Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM masa lalu. Ayo kritik, itu bagus. Kita harus terima kritik sebagai lagu yang indah, seindah lagu keroncong campursari. Ya, ketika pemerintah belum membuat dikritik juga, dibilang kok diam saja. Ingat, yang judicial terus jalan," tulis Mahfud dalam akun Twitternya, @mohmahfudmd, Kamis 18 Agustus.
Meski Keppres itu dinilai melahirkan sejumlah polemik yang berpotensi membuat impunitas, Mahfud menegaskan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu tetap berjalan secara berkesinambungan, baik yudisial maupun nonyudisial.
"Menurut peraturan per-UU-an penyelesaian kasus HAM masa lalu ditempuh melalui dua jalur secara paralel, yakni yudisial dan nonyudisial. Yang jalur yudisial bolak balik dari Komnas HAM, Kejaksaan terus ke DPR," ujar Mahfud.
"Maka sambil menangani penyelesaian yang yudisial, pemerintah membuat juga yang nonyudisial," sambungnya.
BACA JUGA:
Petikan pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Sidang Tahunan MPR 2022 terkait penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu menjadi perhatian aktivitas HAM serta penyintas dan keluarganya.
Dalam pidatonya, Jokowi mengaku akan menyelesaikan pelanggaran HAM berat di masa lalu dengan menandatangani Keppres dan membentuk rancangan undang-undang (RUU) Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
"Penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu, juga terus menjadi perhatian serius Pemerintah. RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sedang dalam proses pembahasan," kata Jokowi di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta pada Selasa 16 Agustus.