Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin mengungkapkan sebanyak 6.189 Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM (SKKPHAM) diterbitkan Komnas HAM selama rentang 2012 hingga 2022.

Menurutnya, SKKPHAM berguna untuk pengakuan keberadaan korban serta memberikan akses untuk bantuan psikososial, dan medis dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

SKKPHAM juga bisa menjadi modal awal laporan ke Tim Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu (PPHAM) yang dibentuk pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022.

"Data Komnas HAM ini bisa menjadi langkah awal. Selanjutnya, korban bisa langsung datang ke tim untuk menyampaikan permohonan," ujar Amir melalui keterangan tertulisnya, dikutip dari Antara, Kamis 20 Oktober.

Amir menambahkan, ribuan SKKPHAM yang telah diterbitkan memiliki daya ungkit untuk keadilan bagi para korban. Hal ini juga, kata dia, menunjukkan negara memberikan perhatian kepada korban.

Sampai saat ini, Amir menuturkan, Komnas HAM telah menyelesaikan penyelidikan belasan peristiwa pelanggaran HAM yang berat. Tiga kasus di antaranya yaitu Timor-Timur, Tanjung Priok, dan Abepura yang telah memiliki putusan pengadilan ad hoc.

Namun, sayangnya, tidak ada penetapan pelaku pelanggaran HAM berat atas ketiga peristiwa tersebut. Terbaru, kasus Paniai 2014 yang sedang dalam proses persidangan dan sisanya belum membuahkan hasil.

Lebih lanjut, Amir membantah Keppres 17/2022 dinilai menganulir kewenangan penyelidikan Komnas HAM.

"Kewenangan Komnas HAM sebagai penyelidik dalam rangka penegakan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam pelanggaran HAM berat tidak berkurang dengan adanya Keppres ini," tuturnya.

Keppres 17/2022 diketahui ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 26 Agustus 2022. Disebut sebagai bentuk komitmen pemerintah penyelesaian pelanggaran HAM berat, salah satunya melalui mekanisme non-yudisial.

Berdasarkan mandat Keppres 17/2022, pemerintah membentuk Tim PPHAM.

Tim PPHAM terdiri dari Tim Pengarah diketuai Mahfud MD selaku Menko Polhukam. Sementara Tim Pelaksana dipimpin eks Duta Besar RI untuk PBB, Makarim Wibisono.