Bagikan:

JAKARTA - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meminta maaf terkait viralnya pidato Ketua Umum PPP, Suharso Monoarfa di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu. Pernyataan Suharso yang menyinggung soal 'amplop' dinilai merendahkan martabat atau menghina para kiai.

"Kami memohon maaf yang setulus-tulusnya kepada para kiai dan berjanji bahwa jajaran PPP lebih berhati-hati atau ikhtiyat dalam berucap dan bertindak ke depan agar tidak terulang lagi," ujar Waketum PPP Arsul Sani dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis, 18 Agustus.

Wakil Ketua MPR dari PPP itu, menyatakan pidato Suharso Monoarfa di acara pendidikan politik cerdas bebas korupsi di KPK itu tidak bermaksud untuk merendahkan atau menghina kiai.

Namun, kata Arsul, apa yang disampaikan oleh Ketum PPP tentang hadiah atau pemberian kepada kiai itu membuka ruang untuk ditafsirkan sebagai merendahkan para kiai.

"Ini menjadi pembelajaran bagi kami semuanya untuk lebih berhati-hati dalam berkomunikasi di ruang publik. Tidak boleh lagi 'terpeleset' atau 'slip of tounge' menyampaikan sesuatu yg berpotensi menimbulkan kontroversi, resistensi atau kesalahpahaman di ruang publik," ujarnya.

Selain meminta maaf, kata Arsul, PPP juga memohon doa dan nasehat para alim ulama dan kiai agar lebih istiqomah dalam memperjuangkan ajaran Islam dan melakukan amar ma'ruf nahi munkar di bidang politik sesuai dengan tugas partai politik.

"Ke depan memperjuangkan kebijakan dan legislasi yg tidak melanggar atau merugikan ajaran Islam akan makin berat, karena itu partai Islam seperti PPP perlu tetap eksis," ucap Arsul.

Sebelumnya, pada kegiatan pembekalan antikorupsi KPK kepada para pengurus PPP, Suharso Monoarfa mendapatkan kesempatan untuk memberikan sambutan.

Awalnya, Suharso menceritakan pengalaman pribadinya saat berkunjung ke pondok pesantren besar untuk meminta doa dari beberapa kiai, yang menurutnya juga kiai besar.

"Waktu saya Plt. Ini demi Allah dan Rasul-Nya terjadi. Saya datang ke kiai itu dengan beberapa kawan, lalu saya pergi begitu saja. Ya, saya minta didoain kemudian saya jalan. Tak lama kemudian, saya dapat pesan di WhatsApp, 'Pak Plt, tadi ninggalin apa gak untuk kiai?'" ungkap Suharso.

Suharso yang merasa tidak meninggalkan sesuatu di sana sempat menduga ada barang cucunya yang tertinggal di pesantren tersebut. Kata orang yang mengirim pesan ke dirinya menyebutkan bukan barang yang tertinggal.

Namun, setelah dijelaskan harus ada pemberian untuk kiai dan pesantren, kata Suharso, dia sempat menyebutkan tidak membawa sarung, peci, Alquran atau lainnya.

"Kayak gak ngerti aja Pak Harso ini, gitu Pak Guru. I've provited one, every week. Dan setiap ketemu 'Pak, ndak bisa Pak'. Dan bahkan sampai saat ini, kalau kami ketemu di sana, itu kalau salamannya itu, gak ada amplopnya Pak, itu pulangnya itu, sesuatu yang hambar," lanjutnya.